Pukul 6 lewat 15 menit Elang telah selesai mandi dan memakai seragamnya. Tidak seperti biasa. Bukan tanpa alasan, hari ini ia akan menjalankan rencana yang telah ia duskusikan kemarin bersama Yudhis dan Ibas untuk mendekati Jani. Dan datang pagi untuk menemui gadis itu adalah salah satunya.
Setelah memakai sepatu dan tas selempangnya, ia lalu turun berniat untuk sarapan. Baru saja ia sampai di undakan tangga terakhir ketika ia melihat di meja makan sudah duduk kedua orang tuanya menikmati sarapan mereka.
Elang menghembuskan nafas berat. Ia melupakan kemungkinan akan bertemu dengan kedua orang tuanya jika ia berangkat lebih pagi. Elang memang selalu berangkat terlambat untuk menghindari bertemu kedua orang tuanya. Namun biasanya kedua orang tua Elang juga tidak ada di rumah. Mereka lebih sering menghabiskan waktu entah di apartemen masing-masing atau di negara lain saat mereka melakukan perjalanan bisnis.
Ck, apes banget.
Elang mengurungkan niatnya untuk sarapan, padahal ia sebenarnya kelaparan. Elang sedang melangkah melewati ruang tengah, berniat menuju garasi, ketika ia mendengar suara sang Papa berkata, "ngga pamitan dulu kamu?"
Rahang Elang mengeras, ia menghembuskan nafas kesal, menoleh kepada Papa dan Mamanya lalu berkata, "Saya berangkat dulu, Pa, Ma."
"Kamu sudah kelas 2 sekarang. Berhenti bermain-main dan fokus sama pendidikan kamu. Papa biarkan setahun kemarin kamu mengacaukan nilai-nilaimu. Sekarang tidak akan Papa tolerir lagi."
Elang mengepalkan tangannya menahan amarah, namun kemudian ia menjawab, "Baik, Pa. Saya berangkat."
Elang lalu berjalan dengan cepat meninggalkan kedua orang tuanya menuju garasi. Sang Papa juga tidak berkata apapun lagi, sementara sang Mama, melirik Elang pun tidak. Ia tetap sibuk menikmati sarapannya.
Sesampainya di garasi, Elang tersenyum miris. Tidak ada ucapan hati-hati dari kedua orang tuanya seperti pesan kebanyakan orang tua lain ketika anak mereka akan berangkat. Elang bahkan tidak ditawari sarapan bersama mereka.
Begitulah keadaan keluarga Elang sekarang. Dingin dan sama sekali jauh dari kesan keluarga harmonis. Sebenarnya sikap kedua orang tuanya sudah dingin pada Elang sejak dulu, namun tidak sedingin sekarang. Setidaknya dulu ada seseorang yang akan mencairkan suasana diantara mereka. Tidak seperti sekarang.
Elang menendang ban mobil yang ada disampingnya untuk menyalurkan emosinya. Ia baru menyadari bahwa mobil tersebut adalah mobil sang papa. Ia lalu mendengus sinis. Biarkan saja.
Elang kemudian menarik nafas dalam dan menghembuskannya pelan. Berusaha menenangkan diri. Ia tidak ingin paginya diawali dengan mood yang buruk. Setelah merasa cukup tenang, Elang berjalan menuju arah mobilnya. Namun kemudian ia mengurungkan niatnya untuk mengendarai mobil. Ia butuh udara segar.
Setelah mengambil helm yang ada di rak pojok garasi, Elang lalu berjalan menuju Ducati-nya. Elang memandang Ducati Diavel hitam itu lama. Kembali teringat kali pertama ia melihat motor itu dan pemiliknya yang sangat bangga ketika memamerkan motor itu padanya.
Elang baru saja sampai di rumah ketika ia mendengar deru motor memasuki halaman. Ia mengerutkan dahi bingung. Penasaran siapa sang pengendara motor yang memakai helm full face itu. Elang mengamati motor yang tengah berada di halaman rumahnya itu dengan kagum. Ckck cakep banget!
"Gimana? Keren nggak?" tanya sang pengendara motor sambil membuka helm full face-nya.
"Loh Kak Renra? Ini motor kakak?"
Rajenra Mahesa turun dari Ducati Diavel itu sambil melepaskan helm full face-nya. Ia kemudian berjalan mendekati Elang dan berkata, "iya dong. Hadiah dari Papa. Keren kan motornya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ELANG [Lee Jaewook X Kim Hyeyoon AU]
Romance"I never knew i could feel so much in pain, and yet be so in love with the person causing it." -Erlangga. "I don't hate you, i love you. But loving you is killing me. So this is goodbye, even if i don't want it to be" -Janitra.