Oppa!

4 1 0
                                    

"KYAA~AA ENGKAI GANTENG BANGET, MAASYAA ALLAH!" Teriakan Intan memenuhi ruang kamarku.

Tidak hanya Intan sebenarnya. Tapi, kedua sahabatku yang lainnya juga sama berisiknya seperti Intan. Alasannya, karena boyband Korea yang sedang mereka tonton sejak setengah jam yang lalu.

"Senyumnya ..." Rida menopang dagunya dengan wajah tersipu. "PCY, lop lop lah!" Katanya.

"ASTAGHFIRULLAH! ABS NYA!" Lagi. Mereka berbuat ulah. Ketika melihat salah satu member boyband itu memamerkan perut kotak-kotaknya secara sengaja, mereka berteriak histeris.

Aku berdecak, "Berisik! Kecilin kali volumenya." Demo ku jengah.

Dina menempelkan telunjuk di bibirnya tanpa menoleh sedikitpun kearahku. "Ssstt, nanggung nih Pa. Bentar lagi juga abis."

"Iya, kenapa sih? Mamah kamu aja gak masalah, kok, kita teriak-teriak begini." Rida menambahkan. Matanya masih fokus memperhatikan layar ponsel didepannya.

Aku mendengkus, kesal. Masalahnya, kupingku sudah cukup sakit hanya mendengar teriakan mereka yang berlebihan. Bahkan, sedari tadi tangan Intan sudah mencengkram lenganku kuat-kuat saking terpesonanya. Aku terus meringis, tapi sepertinya para idol yang sedang bernyanyi sembari menari dalam smartphone milik Dina itu telah mengalihkan perhatian mereka sepenuhnya.

Dulu, aku juga kekoreaan seperti mereka. Tapi entah kenapa, meskipun lagu-lagu K-pop masih tersimpan di ponselku .. aku tidak sefanatik seperti sebelumnya.

Mungkin karena sesuatu. Atau seseorang.

"Allahu Akbar, Allahu Akbar .. Allahu Akbar, Allahu Akbar .."

Suara adzan dzuhur.

Ah. Pasti Kak Musa sudah ke masjid!

"Matiin videonya. Udah adzan!" Seruku sembari berlari keluar kamar menuju ruang tamu. Lalu, aku mengintip ke luar melalui kaca jendela.

Kebetulan, rumahku memang berhadapan dengan masjid yang cukup besar di kampungku. Hanya terhalang oleh jalan setapak yang biasa dilalui orang-orang kampung saja.

Dari balik jendela, biasanya aku sering menunggu Kak Musa diam-diam saat adzan baru saja dikumandangkan. Lalu, setelah selesai sholat aku kembali lagi kesini untuk menunggu Kak Musa keluar dari masjid untuk kembali pulang.

Omong-omong, Kak Musa itu adalah satu dari sekian banyaknya pemuda yang ada di kampungku. Dan satu dari sedikitnya pemuda yang paling giat pergi ke masjid daripada pemuda kebanyakan. Padahal, setahuku dia sedang disibukkan dengan tugas kuliah. Tapi, semangatnya memakmurkan masjid memang patut diacungi jempol.

"Lailahaillallah .."

"Kok gak ada?" Aku mengerutkan hidungku setelah memperhatikan satu-persatu lelaki yang baru saja datang ke masjid. Tapi, dari beberapa lelaki yang ku perhatikan tadi tak ada tanda-tanda Kak Musa di dalamnya. Padahal, biasanya sebelum adzan dikumandangkan pun dia sudah berangkat ke masjid. Tapi, sampai adzan dzuhur selesai dikumandangkan aku tidak menemukan Kak Musa diantara mereka. "Apa lagi ngampus, ya? Eh, tapi, kan, ini hari Minggu."

Aku menghela napas, kecewa. Lalu menyandarkan punggungku di dinding.

"Heh!" Aku terjengit kaget ketika Bapak-yang sudah rapi dengan jubah dan sarungnya-menepuk bahuku dari samping. "Bukannya ambil wudhu, malah diem disini!" katanya.

Aku cengengesan, "Ini juga mau ke kamar mandi, kok, Pak."

"Ya udah atuh, kenapa masih disini?" Selidiknya tajam.

Aku gelagapan. Bapak tidak boleh tahu jika sejak lima menit yang lalu anak gadisnya sedang menunggu seorang pemuda yang sering jadi imam sholat di masjid. Kalau bapak sampai tahu, aku pasti akan dikatai genit!

"I-iya. Ini .. juga mau pergi, Pak." Setelah itu, Bapak keluar rumah sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.

Aku menengok lagi ke jendela dengan ekspresi cemberut. Berharap Kak Musa datang, tapi sampai dua menit berlalu aku tidak menemukan bayangannya diujung jalan. Masa dia tidak datang ke masjid, sih? Aku, kan, kangen.

Awalnya, aku sudah berniat untuk meninggalkan ruang tamu dan memutuskan untuk mengambil wudhu saja. Tapi tiba-tiba, dari arah berlawanan aku melihat seseorang dengan kaos abu-abu berlengan pendek kebesaran dengan celana jeans hitam yang melekat di badannya tengah berjalan tergesa menuju masjid.

Aku memperhatikan orang itu dengan seksama sampai dia berdiri didepan pagar masjid dan membenahi letak peci yang ia kenakan. Lalu, setelah mencuci kaki di kolam kecil depan masjid, dia masuk ke dalam.

Aku-seperti hari-hari biasanya-terpana. Bibirku tidak berhenti tersenyum hanya melihat penampilannya siang ini. Aku menangkup kedua pipiku. Hangat. Dengan jantung yang melompat-lompat, aku membalikkan badanku lagi sembari menggigit kuku tanganku. Lalu, aku juga berjingkrak-jingkrak tidak jelas saking bahagianya.

Ketimbang idol K-Pop yang disukai sahabat-sahabatku, Kak Musa jauh lebih baik. Udahlah ganteng, sholeh pula!

Dia memang tidak punya garis keturunan Korea, tapi wajah oriental tanpa polesan makeup itu seolah menjadi candu untukku. Apalagi, dengan badan tinggi tegap miliknya. Baju oversize yang seringkali dia kenakan sangat pas melekat di tubuhnya.

Ditambah lagi, laki-laki itu seringkali jadi imam sholat di masjid. Percaya deh, ketika kamu melihatnya .. kamu akan menemukan sosok Oppa rasa imamable!

Mungkin, ini pula salah satu penyebab kenapa aku berhenti kekoreaan. Karena bertemu satu laki-laki seperti Kak Musa di kampungku saja, cukup membuatku bahagia luar biasa.

"KYAAA~OPPA!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 13, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Oppa!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang