Rumor 2

328 30 2
                                    

Rumor beredar dengan pesat. Tanpa landasan teori yang akurat dan melebarnya rumusan masalah, membuat praduga tentang Julian menjadi viral.

Tatapan mata penghakiman dan bisik-bisik memalukan terdengar jelas. Anehnya, setiap kali Julian menatap balik penggosip, mereka menjadi diam atau mengalihkan pandangannya. 'Cih..! Pengecut..!'

"Ini dia, si biang kerok!"

"Oh...! Aku juga dengar rumornya di SMA, dia dulu-kan....."

Lihatlah, mereka langsung diam saat mendapat tatapan dari Julian.

Pernahkan kalian copy-paste  proposal dari w***pedia?  Sumber terpercaya, tak akurat. Kejadian itu tak jauh berbeda dari pengguncing, yang selalu melebihkan rumor agar mereka menjadi rujukan sumber gosip.

"Hei...,"

Julian menatap Eddie, "Gimana?"

"Beres, tinggal dia kepancing," anggukan Julian sebagai respon, "benarkan kataku," sambung Eddie menatap asisten dosen didepan barisan.

Mereka sedang mendapatkan pembekalan sebelum turun kembali ke hutan. Menerapkan teori dan mencari jawaban rumusan masalah menjadi pokok pembahasan mereka. Menghitung vegetatif tumbuhan secara langsung menjadi perhatian per-kelompok. Tanaman perdu ataupun pohon besar menjadi tantangan mereka.

".... Apanya?" jelas Julian tak suka, ia ingin konsentrasi penjelasan didepannya, tetapi Eddie selalu mengusiknya.

"Musuhmu~~" Eddie memainkan pulpen ke tubuh belakang Julian. Jas praktikum putih penuh titik-titik hitam. "mereka tak berani memaki-mu. Tak seperti permusuhan kita di SMA dulu," kebanggaan Eddie jelas tak mendasar.

"Oh--ho.... Kau sedang berbangga diri bung?"

Pembekalan materi telah dibubarkan. Eddie dan Julian berpisah dengan kelompoknya, mereka berdua bertugas membuat petakan sebagai sampel populasi hutan W. Meteran, tali putih dan patok dipersiapkan Eddie.

"Berikan.... Aku yang akan membuat patokan."

"Aku saja, tuan putri cukup duduk cantik~~"

"Keparat kau!!" Julian tak terima julukan baru untuknya. "biarkan aku bekerja, atau rencana kita gagal!" ancam Julian.

Eddie diam, ia kembali mengingat kesepakatan semalam. Rencana yang tersusun, jelas tak boleh berantakan.

"Baiklah," Eddie memberikan bambu runcing dan partil ke Julian. "berhati-hatilah," Eddie berpesan layaknya sosok ibu mengantar putri kecilnya bersekolah.

"Cih!" sungutan Julian. Ia tak tau akan se-melankolis ini.

Petakan pertama dengan luas satu-meter, petakan kedua memiliki ukuran dua kali lipat, begitu seterusnya hingga luas petakan kelima berukuran dua puluh lima-meter. Rasa lelah tak seberapa, mereka diharuskan melanjutkan tahapan berikutnya. Mengamati tanaman dan menghitung jumlahnya.

Menit berlalu dan jam makan siang telah datang. Seluruh peserta diminta istirahat dan menikmati makan siang didalam hutan. Rimbunnya pohon dan terbatasnya lokasi istirahat membuat rolling istirahat dan sholat diatur sedemikian rupa.

"Julian. Kau benar-benar tak tau malu ya."

"Hmm..., bukankah masalah semalam belum selesai?"

Rumor [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang