Dedaunan kering berguguran meninggalkan batang. Kemudian tunas muda mencuat tumbuh perlahan, menggantikan.
🚣
Sang mentari mulai meninggalkan dunia. Cahaya keemasan yang indah terlukis di ujung langit barat. Sekejap, ia pasti lenyap di balik gunung Gallor.
Angin senja membelai lembut rambut putih bocah laki-laki yang terkulai lemas. Wajahnya merah, babak belur. Peluh membasahi tubuhnya, sementara darah segar tak henti mengalir dari hidungnya. Dia baru saja dijotos dengan brutal.
Pelakunya tertawa puas bersama dua kawannya. Mereka menatap rendah bocah malang itu, sesekali cemoohan keluar dari mulut ketiganya.
"Hahaha dasar pecundang!" ejek bocah bertubuh besar sembari mengibaskan tangan kanannya.
"Ini rekor baru, tuan muda Martin! Anda berhasil memukul si pecundang ini sejauh lima meter, lebih satu meter dari kemarin lusa." Pria kurus ceking di sebelahnya menimpali.
"Anda memang hebat, Tuan Muda!" Sahut pria kribo dari sisi lain.
Pemuda bernama Martin itu mendecih angkuh, "itu sudah pasti! Di wilayah ini, tidak ada bocah yang lebih kuat dariku!"
Ketiganya kembali tertawa lebar, serasa yang paling kuat.
"Menyebut dirimu sendiri bocah, pantas omonganmu isinya lelucon!" Namun, tiba-tiba seseorang berseru. Nadanya dingin dan ketus.
Ketiga bocah itu menoleh ke belakang, arah sumber suara datang. Seorang perempuan berdiri tak jauh dari mereka.
Surainya lurus putih memanjang sampai lengan dibiarkan tergerai. Sinar matahari membuat kulit putih tampak berkilauan, bibir tipisnya begitu mempesona. Gadis itu tampak seperti dewi yang meluluhkan hati siapapun yang memandangnya.
Tatkala mengagumi kecantikan si gadis, mendadak Martin tergugup. Dia mulai ingat siapa gadis cantik itu, Elena Gideon—anak sulung keluarga Gideon atau lebih jelasnya dia adalah kakak dari bocah yang tengah tergeletak sehabis dihajarnya.
"Tu..Tuan Muda, sepertinya dia nona Elena," bisik si bocah kribo mendekati Gremlin.
"Aku tahu bodoh," timpalnya ketus.
"Tapi bukannya dia sedang belajar di akademi beladiri, kenapa bisa di sini?" Bocah satunya ikut menempel pada Martin.
Tentu, keduanya ketakutan. Bahkan begitu juga dengan bos mereka.
Martin benar-benar menyesal. Dia tidak tahu jika Elena ada di rumah. Baginya gadis itu sangat menakutkan. Digadang-gadang menjadi penerus generasi Gideon karena memiliki bakat luar biasa.
Di usianya ke duabelas dia telah membangkitkan nurani beladiri, dan mempelajari teknik beladiri keluarga Gideon di usia tigabelas. Menginjak usia empatbelas, dirinya pergi ke akademi di ibukota kerajaan setelah menerima undangan khusus.
Menghadapi monster seperti itu, meski Martin memiliki sepuluh nyawa, dia takkan coba-coba mengusiknya. Lebih baik kabur selagi bisa.
"Mau lari kemana, hah?" Dalam sekejap Elena telah berada di hadapan ketiganya. "Setelah membuat adikku babak belur, kalian pikir aku akan melepaskan kalian begitu saja!"
"Ti-Tidak. Tu..Tunggu nona Elena, ini hanya salah paham," ucap Martin gemetaran, wajahnya memucat.
"I-Iya, nona. Ka-Kami tidak melakukan apa-apa pada Ester, beneran." Si kribo menambahkan.
Mendengar alasan itu, Elena tak langsung marah. Ia malah tersenyum manis, meskipun bagi ketiga anak itu menakutkan. "Jika kalian tidak salah, kenapa mencoba kabur?" Tanyanya memasang wajah ramah tapi berkesan sebaliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BRAVEREN : The Beginning
Fantasy[ Genre : Adventure, Fantasy, Action, Drama, Magic ] Blurb : Aliester Gideon merupakan putra ketiga kepala keluarga Gideon, salah satu dari dua belas Klan Penjaga Kerajaan, bisa juga dibilang bangsawan. Menginjak usia 13 tahun, Aliester belum mampu...