Semua kesedihan selalu terangkul disini.
Mengumpulkan yang lama bercerai-berai
Dalam satu ruangan penuh airmata dan tulus doa.Gelisah di jantung ibu , dan ruang yang memisahkan antara ibu dan anak-nya.
Begitupula dengan bapak, aku dan ikatan doa-doa mereka.
Seperti puing-puing pecah yang dengan ajaib kembali bersatu.
Seperti orang gila pada dunia Dan termenung lama.Sudah seminggu tapi tetap begitu
tetap mereka rawat sakit mu yang sudah lama membisu.
diam tak bergerak
terkapar tak berkabar
Senyap dalam ruang sepi yang ramah
terjepit akan alat-atat yang mewah.Ibu masih menjadi kesedihan yang mekar di pelupuk matanya.
Doa-doa semakin panjang
Air yang mengeringJiwa panas yang mendingin
Orang orang santun membakar kesopanan.Dengar, setelah ratapan harapan yang ku panjatkan, kau tergeletak sebagai manusia yang terdamai.
Disini
Di tempat yang paling ibu hindari.
Disudut ruang dengan alat yang menegang.
Ku ukir realita hidupmu dalam bait kata yang serangkai.
Kelak
Akan kau jadikan gambaran lewat tangan kecil mu yang mahir di dinding ruang ruang gelap.Sudah berganti Purnama kau tetap sama
Menginap disini.
Bolehkah kita menghilang sejenak dari nyata?
Atau membeku dalam buku cerita belaka?
Tidak mungkin, ini benar dalam realita.
KAMU SEDANG MEMBACA
D.E.B.U
PoetryAku ini debu jalanan pengurus kekejaman pemungut kenangan demi kenangan untuk seorang perempuan. yang di susun rapi dalam rintik hujan. Dalam tulisan yang akan kau baca atau tidak sama sekali, aku hanya ingin kau tau saja : aku hidup dalam dongeng...