Jeje POV
Kakiku melangkah secara beraturan, satu demi satu berpijak pada anak tangga yang sengaja dibangun untuk mengatasi jalan curam seperti daerah tempat tinggalku.
Tenang saja, ini hanya jalan pintas bagiku. Untuk mengurangi jarak dan lelah yang harus kuhadapi setiap harinya. Berjalan kaki bukan masalah memang, hanya saja rumah dan sekolahku tak bisa dibilang dekat.
Belum sampai dua puluh meter mendekat, kedua indra penglihatanku sudah bisa menangkap bangunan yang lumayan besar tampak mencolok dibanding rumah-rumah sekitarnya.
Itu rumahku--ah lebih tepatnya tempatku bertahan hidup. Rumah yang bernuansa putih dengan desain sederhana namun tampak mewah itu jelas menandakan jika sang pemilik bukan dari kaum 'biasa saja'.
Segera kulangkahkan kembali kakiku untuk cepat-cepat mengistirahatkan ragaku.
Ceklek
"Aku pulang" Sapaku setelah membuka pintu rumah yang berukuran dua kali lebih besar dari tubuhku.
Hening.
Suaraku lumayan keras menggema keseluruh ruangan yang bisa dibilang luas, bahkan aku bisa mendengar pantulan suaraku sendiri.
Namun tak sedikitpun suara penghuni lain yang membalas sapaanku.
Apa kalian berpikir rumah ini kosong?
Nyatanya tidak. Jelas terlihat sosok wanita paruh baya yang lebih dari tujuh belas tahun ini kupanggil 'Mama', tengah asik bersenandung sembari menguliti buah apel ditangannya, duduk diatas sofa tanpa menyalakan Tv. Tak ada benda apapun yang menyumbat telinganya, juga tak ada suara apapun yang berpotensi menyamarkan suaraku.
Mama jelas mengabaikanku.
Ya. Seperti biasa.
Aku tersenyum miris untuk kesekian kalinya, mencoba meredam rasa pedih yang tak lelah menyapa. Lagi pula aku bukan keturunan biologisnya, kenapa waktu yang kuhabiskan selama ini tak cukup membuatku terbiasa?
Sudahlah. Aku tidak bisa memaksa takdir agar membuatku bahagia.
Lagi pula juga, memiliki seseorang untuk dipanggil 'Mama' atau 'Papa' saja sudah lebih dari cukup untuk membuatku bersyukur.
"Kamu udah ketemu Hyunjin?" Baru saja kaki kiriku hendak menyentuh anak tangga pertama, suara lembut khas seorang Ibu menghentikan pergerakanku. Kepalaku spontan menoleh dengan cepat, entah kenapa aku bisa sesemangat ini padahal pertanyaannya bukanlah hal baik--setidaknya itulah yang kupikirkan setelah bertemu Hyunjin.
"Sudah kok " balasku sekalem mungkin.
"Apa kalian memiliki kesan pertama yang baik?" pertanyaan kedua Mama membuatku tercekat seketika. Membuyarkan seluruh kata-kata yang seharusnya bisa kususun dengan cepat.
Alhasil, hanya keterdiaman yang mampu kutunjukkan.
Yang seketika kusesali.
Karena detik berikutnya, kulihat perubahan air muka Mama yang melonjak drastis. Ekspresinya berubah masam, kakinya yang semula saling terlipat kini telah menegak. Ia berjalan mendekat kearahku, begitu tergesa hingga menyurutkan nyaliku.
"Dia bilang apa?" Suara lembutnya telah sirna, tergantikan dengan nada tegas penuh penekanan.
"I-itu... Dia nggak bilang apa-apa kok, cuma kenalan doang" Sial, ucapanku terdengar tak masuk akal.
"Begitu ya.. Mama denger dia anak yang keras kepala, pokoknya kamu harus bisa ngambil hatinya" Itu bukan permintaan tolong atau apapun yang memiliki kesan baik, melainkan perintah. Sesuatu yang harus kulakukan mau tidak mau.

KAMU SEDANG MEMBACA
IMPOSSIBLE
Fanfic-Hei waktu... Tolong berputarlah kembali untukku. Biarkan aku memulai segalanya dari awal. Agar rasa sesal ini tak pernah mendatangiku- Story by ©LeeyaJen #HwangHyunjin