3788

101 17 3
                                    

Malam Rabu telah terlewati, dan fajar telah keluar sedari tadi. Tak ada gumpalan awan yang menutupi mentari. Hangatnya pun sampai membasahi dahi. Tapi tak menghiraukan Alya untuk tetap melejit pesat, dengan motor tuanya membelah keramaian kota.

Gerbang sekolah masih terbuka, Alya memasukinya dan sambutan menimpali dirinya.
"Selamat ulang tahun Alya"
"Utututu udah tambah tua aja nih wkwk"
"Happy birthday biting berjalan"
"Jangan ngejomblo lama-lama, ntar jamuran"
"Semoga panjang umur"
"Usia bego"
"Idih, bodo amat"
"Jan lupa PUnya ya cantikk"
"Kesehatanmu tu lho"
Dan banyak lainnya, sampai Alya kesusahan membuka mulut. Setelah semua terkendali, Alya menjawab dengan senyum manisnya, lubang pipinya pun ikut bekerja sama dalam menyempurnakan wajah menawannya. Tiba-tiba datang seorang lelaki gagah dengan wajah garang. Obrolan ciwis pun terhenti seketika. Tanpa aba-aba jalanan terbuka begitu saja. Semua orang terkesiap, kaget, terdiam, melongo, campur aduk. Dengan tidak merasa bersalah, tertawa terbahak-bahak memecah keheningan.
"Kenapa kalian diem?"
"Emang dia nakutin ya?" tanya Alya sambil tertawa
"Dia temenku, Andi namanya"
Sedangkan Andi tersenyum, sama manisnya dengan senyum Alya, mereka cocok, ganteng dan cantik, emang sih kalo diem keliatan sangar, tapi kalo udah senyum uhh, nggak kuat.

"Andi temen baik kok, kita temenan udah lama, lo semua nggak tau ya,  ahaha kasihan" lanjut Alya
Mereka tetap terdiam, sampai-sampai ada yang masih melongo.
"Hei!" Suara berat membuyarkan lamunan. Kaum wanita segera tersadar akan khayalan dan perbincangan pendek dimulai hingga doa pagi terpanjatkan.

"Ciuwit..." notif dari setan gepeng milik Andi berbunyi

Cewe gue ni
"Ntar pulang sekolah gue ajak pergi" 13.44
"Nggak boleh nolak." 13.45
"Pokoknya harus iya." 13.45

Andi membentuk sudut dalam pipinya, dan telah membayangkan betapa romantisnya nanti.

Bel sekolah telah berbunyi, dan Andi mengambil langkah seribu untuk menemui Alya atas ajakannya tadi siang. Mereka pergi menggunakan mobil Andi. Dan sebelum ke tujuan, Alya meminta untuk mampir ke toko bunga terlebih dahulu.

Setelah keluar dari toko, Alya jadi pendiam. Pertanyaan telah terlontar ratusan kali, tapi tak ada jawaban.
"Yak"
"Alya"
"Lo ngapain sih?"
"Sayang"
"Sayang gundulmu" Alya hanya menjawab bagian ini, selebihnya ia seperti patung petunjuk jalan. Andi bingung, apa yang terjadi? Isakan kecil mulai terdengar. Andi semakin bingung. Ia tak tau harus bagaimana. Tak lama kemudian berubah menjadi tangisan, semakin lama, semakin kencang, sampai menderu-deru. Andi seribu bingung, ia benar-benar tidak tau, kemudian ia memutuskan untuk memeluk Alya, mengelus-elus kepala dan menepuk bahunya, berharap kekuatan dapat teralirkan. Alya sudah berhenti menunjukkan jalan, itu artinya sudah sampai, atau, belum? Andi tetap saja bingung apa maksudnya. Ia tidak tega menanyakan kepada Alya, karena Alya pun baru saja terhenti dari tangisan besarnya. Jujur, Andi tidak pernah melihat Alya menangis, sedikitpun, tidak pernah.

Alya membuka pintu dan membawa bunga yang sudah dibeli tadi, dan Andi hanya bisa berjalan mengekori kemana robot petujuk jalan akan berkelana. Tak lama kemudian, sampailah mereka di depan 3 gundukan tanah.

"Bunda" Sapa Alya, sedangkan Andi mengerutkan dahinya.
"Papa" (Ha?) celetuk Andi
"Abang" (Ini apaan sih?) batin Andi

Air mulai menetes dan membasahi sudut gelap mata Alya.

"Bunda, tadi Alya nggak telat masuk sekolah"
"Abang, abang nggak lupa kan?"
"Hari ini, Alya ulang tahun"
"Papa, tadi banyak temen-temen yang ngasih kado"
"Alya seneng, tapi sedih"
"Karena nggak ada kalian disamping Alya"
"Alya rindu sama kalian"
"Kangennn bangettt"

Tangisan menjadi-jadi. Dan Andi hanya bisa menahan Alya agar tidak terjatuh.

"Andi kenalin, ini papaku, itu bundaku, dan yang di sana abangku."
"Gue tau, lo pasti bingung banget ya?" Sambil tertawa kecil
"Maaf kalo nggak pernah cerita"

"Lha yang dirumah? Bapak? Ibu?"

"Iya, itu bude sama pakde."

"Maksudnya?" Tanya Andi semakin bingung.

Alya hanya bisa menangis, mengingat kejadian silam.

Alya sudah ditinggal oleh kedua orangtuanya sejak ia SD. Ketika ia berulang tahun, orangtuanya memberi kado, dan kado itu belum sempat diterimanya, karena ditengah jalan orangtuanya mengalami kecelakaan. Semuanya terpental jauh, hingga mengakibatkan meninggal dunia. Alya selalu menangis setiap malam, tidak terima dengan apa yang sudah terjadi, ingin marah, tetapi pada siapa? Ia hanya anak malang yang ditinggal orangtuanya. Ketika ia terpuruk, masih ada kakaknya yang selalu menyemangatinya, menguatkan, menjaga, dan melindungi, serta selalu menyayanginya.
Sampai akhirnya,  belum genap 1 tahun setelah bunda dan papanya meninggal, abang dengan berat hati meninggalkan Alya, ia tidak tega melihat anak berusia 7 tahun itu sendirian, ia menyayangi adiknya. Sangat.  Sedangkan, sulit sekali bagi Alya memberi ijin abangnya pergi ke Jogja untuk meneruskan pendidikan.

Alya kembali bercerita.
"Satu bulan sekali, abang selalu menjengukku dan mengajak pergi sekadar jalan-jalan."
"Simpel,  tapi gue seneng banget, bisa berduaan gitu."
Tangisan mulai menderu kembali.
"Tapi akhirnya, ketika perjalanan pulang, setelah merayakan ulang tahunku yang ke 8, kecelakaan hebat tak terelakkan."
"Kita ditabrak truk, abang terpental, sedangkan gue tetep diatas motor sampe nabrak tiang listrik."
Alya bercerita dengan keadaan air mata bersimbah di wajah cantiknya.
"Seketika gue diem, liat keadaan abang yang tragis."
"Darah dimana-mana, hingga menyelimuti sebagian tubuhnya."
"Abis itu gue nangis, kencengg bangettt, mau bangun tapi nggak bisa, karena kaki ini mati rasa ndii."

Tangisan mulai lagi, lebih menderu-deru, lebih keras, sampai Alya yang berceritapun terpotong-potong karena isakan.
"Terus, setelah sadarkan diri, gue baru sadar kalo nyawa abang nggak tertolong."
Alya tambah menangis, dan kali ini lebih kencang suaranya, karena Andi juga berpartisipasi menyumbangkan air mata.
"Aku telah kehilangan semuanya."
"Aku tidak punya siapa-siapa lagi."
Andi membiarkan Alya meluapkan semua tekanan batinnya. Hingga isakan mulai mereda. Alya melanjutkan kisah hidupnya.
Selama ia ditinggalkan oleh semuanya, ia lebih sering dikamar mandi dan menangis sampai pagi. Ia sering sakit-sakitan karena kedinginan saat ketiduran dikamar mandi.
"Aku hanya bisa menangis, menangis, dan menangis, pada saat itu."
Andi meluncurkan tubuhnya utuk memeluk tubuh mungil Alya, berharap Alya tenang, dan bisa tersenyum seperti biasanya. Andi kaget Alya dapat menyembunyikan luka sebesar itu, karena setau dia, Alya cewe ceria, yang selalu bahagia, dan seperti tidak ada beban dalam kehidupannya.

"Jangan bilang siapapun tentang ini, cuma lo yang tau, selama 8 tahun gue simpan sendiri, dan gue juga nggak nyangka bakal membuka ini semua."

Hanya dijawab anggukan oleh Andi, sedangkan Alya sudah mulai tersenyum seperti sedia kala.
Senja jahat menjadi penutup dalam perbincangan mereka, karena menyaksikan lautan air mata dengan menyombongkan keindahannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 16, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

3788Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang