16

2.6K 355 85
                                    

"Ya tuhan.. detektif kau baik-baik saja?"

Jihoon membuka pintu apartment nya setelah melihat bahwa Soonyoung lah yang datang mengunjunginya.

"Tidak, aku tidak baik-baik saja. Bagaimana mungkin aku baik-baik saja ketika mengetahui fakta ini?"

Soonyoung mabuk. Itu yang Jihoon simpulkan dari penampilan Soonyoung saat ini. Mata merah. Rambut berantakan. Sedikit noda di kemeja biru mudanya.

"Kenapa kau tidak memberi tahu ku?" Soonyoung kembali bertanya. Tangannya menyanggah beban tubuhnya pada pinggiran pintu Jihoon.

"Apa yang harus aku katakan padamu, detektif?"

"Kenapa kau tidak memberi tahu aku bahwa kau adalah Jeon Jihoon?"

Jihoon mundur. Tidak menyangka seseorang akan mengenalinya. Secepat inikah? Apa aku harus kembali berpindah tempat?

"Kenapa aku harus memberi tahu mu? Kenapa kau merasa bahwa kau harus tahu?" Jihoon menjawab setelah terdiam cukup lama.

"Kenapa aku harus tahu? Kau tanya kenapa aku harus tahu?!"

Soonyoung melangkah cepat ke dalam flat Jihoon, membanting pintu di belakangnya. Jihoon tidak bisa tidak mundur lebih jauh diberi reaksi seperti itu. Sesering apapun mereka beradu argumen di kantor, Soonyoung tidak pernah semenakutkan ini.

"Jeon Jihoon. Wah harusnya aku langsung sadar bahwa kau adalah si dokter cantik itu."

"Detektif, kau akan menyesali pembicaraan ini esok hari. Maaf, tapi aku ingin kau pergi dari rumahku."

"Kenapa?! Apa karena aku bukan anak konglomerat? Aku peduli padamu. Selalu. Dan ini balasannya? Kau mengusirku?"

Soonyoung semakin mendekati Jihoon dengan langkah gontainya. Jihoon dapat mencium aroma alkohol dari tubuh detektif itu.

"Kau pasti selalu merendahkan seseorang sepertiku yang tidak memiliki apa-apa ini kan? Apa kau pernah sekali saja memandangku? Jangan meremehkan aku, Nona Jihoon. Kau bisa berakhir dimana saja. Entah itu di sofa ini atau ranjangmu."

Jihoon terjepit antara tembok dan tubuh Soonyoung. Pria itu kian mendekat, namun Jihoon juga tidak bergeming. Keduanya terdiam dalam posisi tersebut, memandangi mata satu sama lain.

Saat tangan kanan Soonyoung bergerak menuju leher Jihoon, hentakan cepat dari lutut Jihoon membuat sang detektif tidur berguling di lantai sambil memegangi selangkangannya. Mengerang kesakitan.

"Teganya kau.." seolah ditampar agar mengingat daratan, rasa sakit dari tendangan Jihoon pada aset-nya membuat Soonyoung sadar dari mabuknya. Pria malang itu masih meringis di lantai ketika Jihoon melangkahinya menuju dapur sambil tertawa kecil.

"Sudah ku bilang, kau yang harusnya berhenti melakukan hal bodoh yang akan kau sesali esok hari."

Soonyoung membawa dirinya menuju sofa Jihoon yang empuk, sambil sesekali memijat miliknya yang masih berdenyut nyeri.

Gadis itu kembali dengan nampan berisi sebotol obat anti nyeri, semangkuk kuah hijau yang Soonyoung tak tahu terbuat dari apa, dan secangkir ocha hangat.

"Minumlah. Sedikit pahit, tapi baik untuk memulihkan kesadaranmu. Aku tidak mau direpotkan dengan mengantar dirimu pulang hanya karena kau terlalu mabuk untuk menyetir."

Soonyoung tidak banyak membantah, dan melakukan yang Jihoon minta. Dan gadis itu berbohong. Cairan hijau itu pahit luar biasa. Namun begitu melewati kerongkongannya, bagian belakang kepala Soonyoung seolah dipukul dengan sangat keras, dan ia akui dirinya terasa jauh lebih hidup.

die by your side - SoonhoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang