3.Pak

15.3K 681 28
                                    

Tia keluar dari kamar kecil kampus dengan wajah tertunduk menatap layar ponsel. Berjalan disepanjang koridor, saat tiba di tikungan, tiba-tiba Tia mendongak. Dia melihat Juna masuk ke perpustakaan. Segera menghidupkan kamera diponselnya. Dia mulai memfoto sang dosen secara candid.

“Gila sih, gua merasa ada radar yang bunyi setiap ada pak dosen di deket gua.” Monolognya sambil cekikikan.

“Ke kelas dulu deh”

Tia berlari menuju kelasnya, sampai di depan pintu, dia mengedarkan pandangan ke sekitar. Menemukan objek yang dicarinya Tia segera menghampiri Lola.

“La, ayo anter gua ke perpus, cepet” ucapnya.

“Ngapain lo ke perpus? Kesurupan setan di mana lo mau ke perpus?” Tanya Lola. Tia yang jarang buka buku tapi mau ke perpus? Mau ngapain? Nonton drakor? Di rumah aja lah jangan di perpus. Menuh-menuhin tempat doang.

“Kesurupan bidadari surga sih kayaknya.” Jawab Tia nyengir.

“Gaya lo bidadari surga. Lo itu cocoknya jadi badut ancol noh!”

“Udah lah, sesenengnya elu aja, yang penting ayo anter ke perpus!”

“Mau ngapain sih, Ya'? Lo mau cari judul buat skripsi? Masih lama elah!”

“Ya kagak lah! Gua tadi liat pak Dosen masuk perpus, gua mau liat mata air di tengah gurun pasir”

Lola mengernyit. “Hubungannya dosen dengan mata air apaan?” tanyanya.

Tia berdecak. “Ya, menyejukkan, gua mau liat yang menyejukkan, pemberi harapan”

“Apaan sih, Ya'. Gak jelas banget!” dengus Lola, Susah banget emang kalo ngomongnya sama titisan plangton. Batinya.

Tia memutar bola matanya malas.

“Gua mau liat pak Juna! Dia tadi masuk perpus, gua mau mensyukuri dan menikmati keindahan karya Tuhan.” Jelasnya.

Lala memutar bola matanya. “Dimana-mana itu orang keperpus mau baca buku, mau belajar, mau cari referensi, mau ngerjain tugas. La elo mau menikmati karya indah Tuhan? Sono pergi ke Flores.”

“Udah ayo cepet anterin” Tia memaksa menarik tangan Lola agar berdiri.

“Iya-iya sabar ngapa sih” begitulah Lola, meski jarang akur, sering adu urat, gak ada yang mau mengalah ataupun dikalahkan, tapi mereka tetap akan mendukung apa pun yang menurut sahabatnya bisa bikin bahagia.

Mereka memasuki perpustakaan, Tia celingukan mencari tempat duduk yang pas untuknya menikmati pahatan tetindah Tuhan.

“Disana” tunjuknya pada bangku yang berada di tengah-tengah.

“Disana gua bisa bebas liatin calon imam sepuasnya.” Ucapnya.

Tia dan Lola duduk, disana juga banyak mahasiswa lain. Semua memegang buku juga ponsel. Entah benar-benar serius belajar, atau hanya ingin modus semata?.

Tia tak perduli. Dia duduk nyaman dengan pandangan mengarah pada kursi paling pojok deretan belakang, sebelah jendela besar. Juna sedang duduk bersama beberapa mahasiswa yang Tia perkirakan adalah kakak tingkat yang sedang bimbingan.

Pak, Dihalalin Boleh?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang