The End of a Night

3.2K 252 17
                                    

Malam semakin larut. Awan gelap menghalangi rembulan yang gagal melakukan aksi unjuk diri bak primadona. Angin berhembus sedikit kencang dari biasanya, hawa dingin menusuk tulang, membuat sedikit manusia yang tersisa di cuaca dingin seperti ini merapatkan jaket tebalnya.

Berbeda dari sekumpulan anak bengal yang kini nongkrong di sebuah gang sempit. Suasana gelap dan kondisi yang kotor membuat banyak orang enggan untuk melintasi gang tersebut. Tumpukan sampah yang berceceran, menyebabkan bau tak sedap menguar menusuk penciuman. Tak lupa, tikus-tikus kecil berkeliaran seolah tempat itu adalah milik mereka. Menjijikan.

Namun siapa peduli, bagi binatang jalan seperti mereka, hal seperti itu bukanlah masalah. Mereka terbiasa dengan kondisi seperti saat ini. Mereka bukan anak manja yang memperdebatkan hal yang tidak penting.

Justru masalah yang sesungguhnya ada di hadapan mereka. Bukan tentang gang sempit yang kotor, atau tikus-tikus yang mencicit berisik. Tapi, tentang pemuda berambut hitam dengan wajah kusutnya lah yang menjadi masalah.

"Shit, Mark Lee! Berhenti bertingkah seperti gadis patah hati. Kau ini salah satu bedebah jalanan, frustrasi karena seseorang hanya akan merusak imagemu dude", salah seorang dari mereka mengoceh panjang lebar, yang kemudian dihadiahi pukulan oleh seorang pemuda sipit di antara mereka.

"What the f- Jeno! Kenapa memukulku?!", sungutnya tidak terima.

"Kau hanya memperkeruh suasana hatinya. Berhenti mengoceh Wong, atau ku patahkan kakimu", yang dipanggil Wong mendengus keras kepada Jeno.

Renjun, seorang diantara mereka berdiri dari posisi duduknya, menghampiri Mark yang terlihat menyedihkan. Renjun menepuk punggung Mark, meski tak mendapat respon apapun.

Mark terlihat mengenaskan dengan penampilannya yang acak-acakan seperti itu. Rambut yang tak tertata rapi, raut wajah lelah serta pandangan kosongnya membuat siapapun akan merasa iba memandangnya.

"Mark aku tahu kau begitu mencintainya, hingga kau rela melakukan apapun untuknya. Aku pun tahu bahwa dia tidak seperti yang lain. Mungkin baginya dengan adanya dirimu pun sudah cukup, tapi tidak bagi keluarganya. Kalian berbeda, setulus apapun cinta kalian tak akan ada artinya jika kau tidak hidup di atas tumpukan harta. Bagi mereka, status sosial menjadi hal yang paling penting sebelum memulai sebuah ikatan"

Mark menggeleng lemah mendengar perkataan Renjun. "Tidak, Jaeminku tidak seperti itu", lirihnya hingga hampir tak bersuara.

"Memang tidak, tapi orang lain akan berusaha untuk memisahkan kalian bagaimana pun caranya. Memangnya keluarga presiden mana yang ingin anaknya menjalin hubungan dengan orang tak jelas asal-usulnya seperti kita ini?"

Renjun benar, semua perkataannya tepat menusuk ulu hatinya. Merasakan sesak memenuhi rongga dadanya. Bagaimana pun juga, Na Jaemin si anak presiden, tidak pantas untuknya yang hanya seorang binatang jalanan. Jaemin terlalu mahal untuk digapainya.

"Renjun aku-"

Sebelum Mark menyelesaikan ucapannya. Seorang dengan langkah terseret berhasil menarik atensi seluruh pasang mata di sana. Na Jaemin datang dengan setelan mahalnya, begitu indah sangat cocok untuk parasnya bak dewi aphrodite. Sepasang hazelnya berkilau cantik diterpa sedikit cahaya dari lampu di ujung gang.

Bukan itu yang menjadi fokus mereka. Melihat keadaan Jaemin yang tak jauh berbeda dari Mark membuat mereka semakin mengiba.

Sepasang netra pemuda Na bergetar ketika bertubrukan dengan sepasang kelereng hitam milik Mark. Dari tatapan itu, seolah menjelaskan ada banyak hal yang ingin mereka sampaikan.

Jeno menepuk pundak Mark pelan, menjelaskan dari gerakan mulutnya. Mark dan Jaemin harus menyelesaikan semuanya. Seluruh teman seperkumpulan Mark memilih pergi, memberi kesempatan bagi mereka berdua untuk saling berbincang dari hati ke hati.

Ethereal; MarkminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang