BAB II

31 0 0
                                    

7 tahun lalu.

"Sa!" sebuah tepukan pelan dipundak berhasil mengalihkan fokus gadis berambut pendek dengan jaket jeans yang sedang duduk sendiri di salah satu meja kantin fakultas Ekonomi.

"Eh. Hai Mbak Aren.." sapanya dengan senyum lebar.

"Lo kelar kelas jamber?" gadis yang dipanggil Mbak Aren menempatkan diri di samping gadis berambut pendek tadi.

"Gue baru aja berangkat, mbak. Belum masuk kelas."

"Oh, jam siang ya." sahut Aren sambil menganggukkan kepalanya. "Kalo gitu lo ikut yang nanti malem aja deh, ya. Jam 8 nanti ke basecamp."

Gadis tadi mengangkat alis bingung. "Ikut apa, mbak?"

"Kumpul Orda, nanti bareng si Nana sama Lita."

"Mereka siapa?"

Bola mata Aren berputar. Tangannya memukul gemas lengan gadis di sampingnya. "Makannya lo tuh banyakin kenalan sama anak se kampung. Rumah dimana, sekolah dimana. Orang-orang sekampung gaada yang dikenalin."

Gadis itu meringis, "Ya Mbak Aren tau sendiri, kan."

"Iya iya. Yaudah, pokoknya bareng mereka, satu fakultas sama lo kok. Nanti kontak dulu, cari nomer nya digrup. Awas aja lo gak dateng." balas Aren sambil berdiri, bersiap meninggalkan gadis berjaket jeans tadi.

"Siap Mbakku paling cantik! Nanti kalo enggak mager gue berangkat kok." jawab gadis itu dengan tawa kecil, yang kemudian berubah menjadi ringisan setelah sebuah sendok mendarat pelan di kepalanya.

"Harus wajib kudu mesti berangkat, Savana! Kalo nanti malem enggak ada laporan lo ikut, gue bakal bikin lo jadi penghuni basecamp satu semester penuh."

Savana mengerutkan alisnya jahil. "Boleh, lumayan dong gue enggak perlu bayar kos." tawa gadis itu pecah lagi ketika sebuah sendok kembali mendarat di kepalanya. Tangannya lalu melambai pada Aren yang sudah berlari kecil setelah memberikan pelototan pada adik tingkatnya tersebut.

Sedangkan Savana kembali menekuri sarapan siangnya. Inilah bagian yang paling tidak ia sukai tentang menjadi anak kos, pola makannya berubah total. Ketika di rumah dia akan bisa menemukan makanan kapanpun, tidak akan terjadi di kamar kos nya.
Kalaupun terjadi, artinya uang sakunya selama sebulan yang menjadi tumbal.

--🖤--

From :
Mbak Nana

Tunggu koridor dpn,
20 mnt lg kelar kelas.

Dan di sinilah Savana. Duduk di bangku koridor depan gedung fakultasnya, dengan telinga tersumpal headset serta tangannya sibuk membolak-balikkan sebuah buku lumayan tebal. Lantai satu sudah sepi, bahkan semua kelasnya sudah terkunci. Hanya tersisa beberapa anak yang duduk di koridor bersama beberapa temannya, mungkin menunggu seseorang sama seperti dirinya. Hanya saja Savana duduk sendirian. Atau tidak. Karena 2 bangku dari tempatnya duduk, ada seseorang yang menempati.

Handphone di tangan Savana dalam keadaan mati. Sengaja, karena daya baterai nya tinggal 2%. Dan itu yang membuat gadis itu sedikit gelisah sejak tadi. Takut dia tidak akan menemukan senior yang berencana pergi bersamanya. Karena sejujurnya, Savana sangat lemah dalam mengingat wajah seseorang, dan dia takut seniornya juga tidak mengenali wajahnya. Karena, jika hari ini dia tidak bertemu seniornya, dia juga tidak bisa pulang. Karena tadi, Aren yg berjanji akan mengantarkannya pulang.

Kembali mengecek jam tangan hitam pada pergelangan tangan kirinya, Savana menghela napas. Sudah 20 menit berlalu dari jam terakhir perkuliahan hari ini. Tapi belum ada tanda-tanda keberadaan kakak tingkat yang disebutkan Aren tadi. Buku di tangannya sudah kehilangan fokus dari pemiliknya, gadis itu sudah gelisah tidak karuan. Koridor benar-benar sepi, tersisa ruangan dosen yang lampunya masih menyala, dengan petugas kebersihan yang sudah bolak-balik sambil menggeret tempat sampah untuk dibuang isinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 05, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Freak NeighborTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang