FIRST LOVE, LASTING LOVE?

27 6 4
                                    

Aku mempelajari maqalah berikut di pondok pesantren yang kini sedang ku diami.

احبب حبيبك هونا ما # عسى ان يكون بغيضك يوماما
ابغض بغيضك هونا ما # عسى ان يكون حبيبك يوماما

***
Bila berkenan, pelajarilah kisah kelamku. Bila berkenan, menyelamlah di dalamnya. Bila berkenan, bila berkenan, bila berkenan. Kisahku tak jauh berbeda dengan kau memakan kuaci. Bukan kenyang yang kau dapat, melainkan kecapaian.

Bila dunia berputar pada porosnya, demikian juga dengan jodoh. Saat itu, usiaku bukan yang pas untuk pembahasan cinta. Masih sangat belia. Dini katanya. Apa boleh buat bila sudah kehendak-Nya?

Kutulis pada 3 tahun yang lalu. Tepat pada hari kejadian kelam itu.

Beberapa bulan yang lalu, dengan sangat cinta, kupasrahkan percayaku di genggamnya. Kurekatkan rasa cintaku padanya dengan sangat erat. Bahkan lebih erat dari setiap himpit benang sutera. Kehangatan cintanya lebih hangat dari nyalaan api unggun dimalam break pendakian. Pandangan matanya sangat memperlihatkan bahwa hanya padaku ia melihat. Tak sedikitpun aral.

Pagi itu, kami tak sengaja berjumpa di lapangan sekolah.

“Besok, aku akan pergi ke provinsi sebelah. Study tour nemenin anak-anak kelas 1 SMA kelas IPS. Oleh-oleh apa  yang kau ingin?” Tanyanya sambil tetap melihat padaku. Dan hanya padaku.

“Kau selamat” Jawabku. Pendek saja.

“Benda!” Ia memerintahku untuk berpikir.

“Terserah” Tak terpikirkan apapun dalam benakku saat itu memang.

“Kita akan couple gelang, mau?” Tawarnya sambil tetap melihat padaku. Hanya padaku. Dengan mata yang tetap sama seperti awal kujumpai pandangannya, 5 tahun yang lalu. Fatih-ku.

“Boleh” Jawabku sambil mengukir senyum khasku yang berhasil menjatuhkan cintanya. First love nya yang jatuh padaku.

***

Seorang penyair pernah berkata padaku : Cintailah kekasihmu sewajarnya. Bisa jadi kelak menjadi musuhmu. Dan, bencilah musuhmu sewajarnya. Bisa jadi kelak menjadi kekasihmu.

Sekolah Menengah Atas. Masa remaja berhobi cinta. Aku dan Fatih tidak berpacaran. Camkan!. Kami hanya HTS. Alias Hubungan Tanpa Status.

Hariku berjalan seperti biasa. Meski tanpa Fatih, aku dapat berdiri sendiri. Berjalan santai menikmati taman di belakang kelas sambil meminum milk shake kesukaan, dan ditemani Humnah, sahabat fillah-ku yang dulu ia merupakan musuhku.

Humnah, wanita yang pada 4 tahun lalu mencintai Fatih. Sayangnya Fatih sedang mencintaiku. Wanita mana yang tidak terpikat Fatih? Cowok multitalenta plus multiprofesi itu, bahkan wanita yang lebih tua darinyapun turut jatuh hati.

“Humnah!” Yang terpanggil menoleh. “Kau masih cinta pada Fatih?” Tanyaku lebih dari sekadar iseng.

“Dia mencintaimu, Ara!” Jawabnya, dan masih tetap seperti jawaban biasanya. Bisa kuyakini bahwa ia masih menyelipkan harapan pada Fatih yang jelas menjadi kekasihku.
Persahabatan kami kerap terkurang sosialisasinya bila pembahasan bertopik kekasih. Sebab yang kami cinta adalah seorang. Bahkan aku sendiri dibuat bingung. Kenapa seakan taka da lelaki lain yang layak dicinta selain Fatih? Memang benar, dialah sang penakluk hati, layaknya Alfatih yang menaklukkan konstatinopel dengan para Ghazi nya.

***

Badanku panas, hingga terucap dimulutku hal-hal yang tak keruan. Entahlah. Dan dalam harap, semoga Fatih membesukku.

Seminggu kemudian, ibu mengetuk pintu ruang rawat inapku. Ya. Aku telah terawatt inap di RSUD. Terdeteksi trombosit menurun. Jelas, aku demam berdarah dan harus dirawat inap.

“Ara! Ada kawan yang membesukmu” Ujar ibu sambil memegang gagang pintu. Rupanya, kutebak, yang disebut ‘kawanku’ itu telah membuntut ibu. Dalam harap, masih sama, semoga Fatih. Tapi harapku masih harus terpendam kembali setelah mengetahui ternyata tersangka adalah Afifah, ketua kelasku.

“Hai Ara!” Sapanya sambil masuk setelah kupersilahkan. Sementara ibu pergi meninggalkan kami berdua.

“Hai juga, Fah!”

“Syafakillah (ungkapan do’a: Semoga Allah menyembuhkanmu. Bahasa arab).”

“Amiiin” Aku mengaminkan. Ifa tersenyum, lalu mengaminkan pula.

Hening sebentar.

“Fatih sudah kemari?” Tanyanya memulai percakapan. Tulang pipiku yang semula terangkat tinggi sebab senyum, mulai membalik kata. Pertanyaan yang tak ingin kudengar. Aku terlanjur ngambul sebab Fatih tak kunjung membesukku. Padahal aku yakin bila Fatih telah pulang dari provinsi sebelah.

“Belum” Yang terjawab. Berharap akan menjadi ‘sudah’.

Hening

“Bacalah!” Ifa memerintah sambil menyodorkan handphone nya padaku. Tertera disana, sebuah obrolan WhatsApp Fatih dengan Afifah. Fatih yang memulai.
Bercetak miring, isi chatnya.

Fah

Ya?

Gue berjanji pada kekasih w, si Ara, untuk bercouple gelang dengannya

Udah tau. Lalu?

W curhat, boleh ya?

Boleh, silahkan!

Selama 3 hari berturut-turut, w shalat istikhoroh setiap setelah shalat tahajjud. W istikhoroh pasal jodoh. W Tanya ke Tuhan, siapa jodoh w, sebab w akan memberi hiasan pergelangan tangannya. W niat serius. Pengennya langsung ngelamar sambil ngasih gelang itu. Setiap selepas shalat, w tidur. Dalam tidur, mimpi w selalu tentang wanita yang sama dalam 3 hari itu. Wanita yang datang dengan cahaya yang –entah, w ga bisa jelasin pake bahasa. Lu pahamlah. Selain w istikhoroh sendiri, w juga minta tolong istikhorohkan pada org2 alim yang w kenal dan dekat. Soalnya w ragu sama jawaban di mimpi istikhoroh w. Ternyata, jawaban tetep sama aja. Maka, langkah setelah itu, w mantap dengan jawaban dari Tuhan. W datengin rumah cewek dalam mimpi itu. W ngga dateng sendiri. W bareng keluarga. Ngelamar dia buat jadi temen hidup. Keluarganya udah setuju. W sekarang udah fix tunangan.

Siapa wanita itu?

Yang memimpikanku sebagai imamnya sejak 4 tahun yang lalu. Meski w belom juga cinta padanya. Dia sabar banget nunggu. Inilah balasan buatnya dari Tuhan. Kupikir begitu. Kita kudu husnudzon, Fah!

Aku tak tau, siapa wanita itu? Ini pasti bukan Ara. Kalau Ara, dia memimpikanmu sebagai imamnya sejak 5 tahun yang lalu.

Wanita itu.. HUMNAH.

Lu S-E-R-I-U-S??!!! NAH LO! Terus, Ara nya, gimana?

Lalu tertulis disana ‘Fatih active 30 minute ago’. Entah rasa apa yang tiba-tiba menyerbu dan menyeruak kedalam kalbuku. Aku yakin, kalian mampu memahaminya sebagai jiwa sosok wanita. Perasaan yang tak mampu kutuliskan dengan bahasa dan kata. Demi menguasai bawah alam sadar, kutarik nafas sedalam mungkin dan kukeluarkan dengan menghadap ke arah kanan badan. Meski ku tak mengerti, apa fungsinya.

Dalam keadaan seperti ini, Allah memberiku kesempatan untuk membesarkan hati. Fatih. Sang penakluk. Seorang senior pencak silat pagar nusa. Vocalis plus gitaris band. Presiden OSIS sekaligus menteri pendidikannya. Dan dengan segala magnet lainnya.. Ah! Entah. Semudah ini Allah memisahkan?

Tak apa. Tak apa aku terjatuh. Asalkan dengan terjatuh, aku dapat merasakan nikmat bersua dengan-Nya. Ya.

Aku. Zahrah. Ara. Sang bunga. Allah berikanku sebuah akar yang tegar, tangkai yang tak mudah roboh, dan duri sebagai benteng. Tiada daya dan kekuatan kecuali milik Allah semata.

Mulai dari kejadian itu, aku berpikir, mungkin memang sebaiknya, tak diperbolehkannya pacaran. Iya. Betul. Setelah lulus SMA, kuputuskan untuk menginjak pendidikan pesantren. Kau mungkin taulah, bagaimana perasaan kacauku. Sedang bersua dengan-Nya, adalah obatku.

Memang benar sebuah maqolah; Cintai kekasihmu sewajarnya, siapa tau dia menjadi musuhmu di suatu hari. Dan demikian sebaliknya.

BOLEH AKU BERTANYA,
APA ITU CINTA?
SEKUMPULAN ASA?
LALU, KENAPA HAMPA?
-@Beytobing.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 01, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Only LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang