"Rasanya Ingin menghabiskan malam dengan kisah kecil, lainnya."
Ada alasan, mengapa Jeon Jungkook selalu bangun pagi sebelum matahari terbit. Di bawah gulungan langit malam yang menggigil, diiringi dengan taburan bintang kecil yang jauh diatas sana, persis seperti seseorang yang tidak bisa ia gapai. Ia akan selalu melakukan rutinitas seperti itu, menyiapkan secangkir cokelat panas diatas meja, dengan telur mata sapi beserta roti panggang mentega yang ia siapkan untuk kakaknya. Selagi ia masih dapat melakukan aktivitas semacam itu, Jungkook akan selalu melakukannya. Hingga waktu yang menyuruhnya untuk tidak bisa melakukan rutinitas semacam ini. Berhenti, disertai dengan keheningan dunia yang sedang ia tinggali.
Diam-diam, Yoongi selalu menundukkan wajahnya ketika melihat Jungkook yang mati-matian ingin melewati hari-harinya seperti orang normal pada umumnya. Rasanya, Yoongi juga sangat paham tentang Jungkook yang dapat menghargai waktu yang ia miliki. Semacam, menyisakan ruang untuk dirinya sendiri. Tanpa campur tangan orang lain, berjalan pada garis yang telah ia tentukan.
Kekhawatiran Yoongi selalu menjadi ketakutan yang berdampak pada ingatan kelam masa lalunya. Yoongi selalu membenci cokelat panas, ia juga membenci roti panggang mentega buatan Jungkook dan ia juga membenci semua masakan Jungkook. Ia tahu betul, semua rasa masakan Jungkook bercampur dengan derai air mata, yang secara tidak langsung mengusir Yoongi dari meja makan dengan tatanan makanan yang telah disiapkan. Tidak, Yoongi sama sekali tidak membenci adiknya. Ia hanya, tidak suka memakan masakan Jungkook yang mempunyai perisa air mata.
"Oh, Hyung!" Jungkook menangkap Yoongi yang diam-diam memandanginya. "Apa aku mengganggu tidurmu?"
"Tidak, sayang. Kau sama sekali tidak mengganggu tidurku." Yoongi tersenyum tulus, wah. Kau tahu kan, senyuman seorang kakak kepada adiknya yang sangat menyayanginya? Tangannya bahkan terulur, mengusap sayang kepala Jungkook yang masih menggenggam serbet untuk membersihkan piring yang akan ia tata diatas meja.
"Lalu? Ini masih pukul tiga dini hari, hyung? Kau haus? Ingin meminum sesuatu? Atau lapar? Aku akan membuatkan makanan untukmu." Jungkook menyeringai lebar, "kau tahu, kan? Aku pandai memasak. Hyung selalu menyukai masakanku ketika aku membawakan bekal untukmu." Yoongi, rasanya ingin menangis saat itu juga. Bekal sarapannya selalu ia berikan kepada anak-anak yang membutuhkan. Jungkook membuatkannya dengan cinta, sedikit perisa kesedihan. Bagaimana ia harus menafsirkannya? Yang pasti, masakan Jungkook itu dapat membuat Yoongi menangis dengan derai air mata yang tak dapat dihentikan. Tragis.
"Aku hanya haus, Jungkook. Akhir-akhir ini cuaca sangat panas ya?"
Jungkook mengangguk, dengan sigap, ia menuangkan segelas air putih dingin dan menyerahkannya kepada Yoongi.
"Apa tenggorokanmu sakit, hyung? Aku lihat akhir-akhir ini kau terlalu banyak mengeluarkan suara untuk para pasienmu, ya?" Jungkook mengambil snack dari dalam almari. Menaruhnya diatas meja, snack malam ditemani orang tersayang pasti terdengar menyenangkan.
"Ya ampun, haha! Aku tidak selemah itu, Jungkook-ie. Mereka bukan apa-apa, hanya, seseorang yang membutuhkan bantuan sepertiku. Kau tahu kan? Orang depresi semacam mereka, memang harus butuh banyak perhatian. Peranku hanya memberikan solusi, bukan menghibur mereka dengan rap." Jungkook tertawa setelahnya, Yoongi tersenyum tipis, snack pringles yang disiapkan Jungkook menjadi camilan malam yang harus ada dengan obrolan kecil miliknya.
"Bukankah mereka sangat beruntung bisa mendapatkan dokter sepertimu, hyung? Aku yakin, sebagian besar dari mereka bisa sembuh karena lelucon yang kau lontarkan."
Yoongi tak banyak berkomentar, ia justru menikmati snack yang Jungkook berikan. Menyisakan keheningan malam yang merundungnya. Bersamaan dengan bunyi berisik dari remahan pringles yang berada di dalam mulutnya. Bergesekan dengan gigi, menjadi irama pengantar keheningan malam.
"Kau tahu? Mungkin, mereka akan merasa beruntung bisa mendapatkan dokter sepertiku. Tetapi, aku lebih beruntung mempunyai adik sepertimu, Jungkook." Satu gelas air putih dingin, berhasil melewati kerongkongannya, "salah satu hadiah terindah yang bisa aku miliki adalah dirimu, dan sebagian kebahagiaanku adalah Taehyung." Yoongi beranjak dari sana, menyisakan Jungkook yang masih tak berkutik dari tempat duduknya. "Jangan lupa untuk tidur, Kookie. Kau akan sakit, jika tidak kembali ke dalam kamarmu." []
-JINNI-
KAMU SEDANG MEMBACA
Hej Då
FanfictionKetika melewati bait-bait tinta yang tergores pada lembaran kanvas suci disana, rasanya ia akan tetap menulis sesuatu yang sama. Perihal dari akhir rasa yang menjeratnya. Persis dengan tiap bayangan yang mengitari kepalanya. Ingin bertaruh? Started ...