All I Want

162 11 1
                                    

Semesta pun tahu bahwa diri ini selalu berparadigma yang menghasilkan tanda tanya. Apakah  kamu masih ada untuk diri ini atau sudah pergi mencari.

****

Sepatu, tas, dan yang paling utama itu perut sudah gue siapin. Gue sudah siap untuk berangkat dan menanggung beban tugas-tugas yang diberikan guru, yang seolah-olah dia enggak pernah tau dan peduli bagaimana sengsaranya menjadi seorang siswa yang dari pagi sampe sore sudah digenjot pelajaran dan masih saja ditambah tugas rumah. 

Sudah lebih dari dua tahun gue memakan bangku sekolah di salah satu SMA favorit di daerah Bogor Timur dan sekarang gue berada di kelas 12 semester ganjil. Gue aktif di ekstrakurikuler pecinta alam, bahkan dalam beberapa kegiatan mesti gue yang menjadi koordinator pada banyak kegiatan. Hingga akhirnya gue dipercaya untuk menjadi ketua pada ekskul tersebut. 

"Bu, Alfin berangkat dulu"

Lantas gue langsung lari terbirit-birit karena waktu sudah menunjukkan pukul tujuh kurang lima menit. Sekolah gue yang hanya berjarak lima ratus meter enggak harus menggunakan kendaraan bermotor, dan gue memang mendukung gerakan anti asap dan polusi udara, dan alasan yang paling utama gue memang enggak punya motor kaya orang-orang.

Gue memang punya kebiasaan telat, karena gue pernah denger kata orang, kalo orang sering telat dia bisa mikir lebih cepat karena dikejar sama waktu. Tapi yang ada pikiran gue malah lambat banget kaya processor pentium.

Pak Yopi yang sedang menutup pintu gerbang dan langsung gue teriakin dari jauh.

"MANG YOPI!! JANGAN DULU DITUTUP GERBANGNYA!!!" Teriak Gue dari kejauhan.

"YAUDAH BURUAN!! LARI CEPETAN!!"

Gue langsung lari sampai gerbang, udah kaya ditagih tukang kredit kolor.

"Makasih ye mang, sorry ane telat mulu, tadi nyebokin adek ane dulu soalnya"

"Alesan mulu dah lu, kemaren alesannya nguburin mayat tikus arab dulu"

"Iye, kasian dia kemaren kena trap yang dipasang emak ane"

"Yaudah gih buruan ke lapangan, upacaranya udah mau dimulai tuh. Apa lu mau disuruh hormat ke bendera tiga hari tiga malem?"

"Kaga lah mang, yaudah ane duluan ya mang. Makasih nih buat gerbangnya"

"Iya sip"

Pak Yopi udah kaya om gue sendiri, dan gue manggil dia dengan sebutan 'Mang'. Dia sering jaga malem bareng gue kalau lagi ngadain kegiatan di sekolah, dan yang ngurusin bagian keamanan biasanya gue dan Mang Yopi, jadinya kita udah akrab. 

Gue langsung bergegas masuk ke dalam kelas untuk menyimpan tas dan kembali lagi ke lapangan.

Setelah upacara selesai gue kembali ke kelas kemudian duduk di bangku ketiga dari depan yang berdekatan dengan tembok sebelah kiri. Ada waktu 10 menit setelah upacara untuk beristirahat.

"Eh Uya, kalo ada guru bangunin gue ye, ngantuk banget gue. Mayan ada sepuluh menit buat merem" Pinta gue kepada surya.

Surya adalah teman sebangku gue dan salah satu sahabat gue di sekolah ini. Dia adalah anggota OSIS, jadi kalau anak-anak kelas ada permintaan acara dia yang bakal meneruskan aspirasinya ke ketua OSIS. Terutama gue sebagai ketua ekskul, harus sering berkoordinasi dengan anak OSIS agar tidak terjadi miskomunikasi. Salah satunya si Surya ini yang paling gue andalkan.

Gue langsung ambil posisi untuk tidur karena semalam suntuk mengerjakan tugas ilmiah meneliti fermentasi tempe, entah untuk apa gunanya. Akhirnya gue pun terlelap beberapa saat sampai terdengar dentuman-dentuman kecil dalam bayang-bayang gue. Dan tiba-tiba gue terkaget.

Alone With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang