Bab 1

13 3 1
                                    

Kriiiiing

Kriiiiing

Kriiiiing

Kriiiiing

Kriiiiing

Kriiiiing

Suara alarm terus menggema memenuhi segala sudut ruang kamarnya. Masih saja sang penghuni tidur dengan nyenyak tal menghiraukan bunyi yang terdengar sangat memekakkan telinga.

Mungkin hanya dia yang bertelinga tebal sehingga suara yang telah di setel begitu keras tak bisa menembus gendang telinganya.

"Rubiiiiiiii ... Banguuuun ..." teriak seorang wanita tua yang tengah berada di ruang makan.

"Nih, anak bener-bener kebo banget tidurnya. Itu kuping gak kepanasan apa?" ujarnya seraya berjalan menuju ruang tengah, kamar empunya alarm.

"Rubiiiii ... Banguuun ... Matiin alarmnya. Berisik" teriaknya seraya menggedor pintu kamar.

Tak ada jawaban dari dalam dan alarm pun masih saja berbunyi. Wanita tua tersebut kembali menggedor pintu kamarnya.

"Kamu kalau masih gak bangun juga, mama gak akan kasih uang buat kamu" teriaknya lebih keras lagi.

"Iyaaaa ... Aku banguuun" jawabnya dengan malas beranjak dari peraduannya dan meraih alarm yang menyala dari tadi.

Sulit baginya untuk meninggalkan tempat terfavorite tersebut, dikala kerja ataupun menganggur saat ini, tempat tidur adalah teman terbaik untuk berkeluh kesah.

Suasana sedih dan senang tetap saja dirinya mengadu ke tempat tidur tersebut. Terlebih ada guling kesayangan yang selalu menemaninya dari usia 4 tahun hingga kini.

Rubi tak banyak menghabiskan waktu diluar rumah. Ia lebih suka berdiam diri dikamar dan rebahan sepanjang waktu di atas tempat tidurnya sembari memeluk guling.

"Rubiiiii ... Kalau gak bangun dan keluar kamar, jodoh kamu di patok orang!" teriak sang mama kembali menggema.

"Gak butuh jodoh" Rubi membalas dengan teriakan yang lebih keras lagi.

Apa-apaan sih mama? Ngata-ngatain anaknya kayak gitu. Bukannya ngedoain yang baik-baik buat anaknya malah ngatain yang jelek. Jelas-jelas jodoh anaknya udah ditentuin sama yang Kuasa. Gak akan mungkin direbut orang.

Itulah gumaman Rubi di pagi hari. Setiap kali mamanya menyinggung tentang jodoh, berhasil membuat suasana hatinya menjadi semrawut.

Bagaimana tidak? Dulu ia pernah merajut kasih dengan lawan jenis selama 3 tahun dan ditinggal begitu saja ketika sang kekasih melamarnya.

Rubi menolak lamaran kekasihnya karena saat itu ia baru menginjak kelas 3 SMA dan baginya itu sangatlah terburu-buru. Menikah di usia muda bukanlah hal yang buruk, namun Rubi ingin meraih cita-citanya terlebih dahulu. Itulah yang menjadi alasannya kenapa ia menolak lamaran sang kekasih.

Sehari berselang penolakan lamaran dadakan yang di ajukan, kekasihnya hilang tanpa jejak. Rubi pun merasakan kehilangan. Hatinya kacau, orang pertama yang ia berhasil merebut hatinya tiba-tiba hilang tanpa jejak. Bahkan tak ada satupun temannya dan teman sang kekasih yang mengetahui keberadaannya. Disitulah Rubi menyadari bahwa dirinya ditinggalkan.

"Kak, kata mama cepetan. Jangan kelamaan ngelamun. Nasi gorengnya keburu dingin" Roman, adik Rubi menyembulkan kepala dibalik pintu kamar milik Rubi.

"Iya, ini keluar." Langkah kakinya gontai menuju keluar kamar. Menyusuri lantai rumah yang sudah tampak bersih dan kesat setelah di sapu dan di pel oleh sang mama.

"Kamu, tuh, ya ..." mamanya menggelengkan kepala, "Udah gede bukannya bangun pagi. Bersihin diri, bersihin rumah. Bukan tiduran aja kerjanya" inilah bom pagi hari yang berhasil menyerang Rubi pagi ini. Ya seperti itulah mamanya yang selalu cerewet tiada henti.

My Ex Is My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang