Bab 2

8 3 1
                                    

Lihat kanan, ok.
Lihat kiri, udah ok.
Balik lihat belakang, gak mengecewakan.

Cek rambut, muka, eyeliner, maskara, lipstik. Oke semua.

Ah, tunggu!
Kenapa lipstiknya terlalu merah ya?
Mungkin yang nude lebih kalem.
Ganti dulu.

Pagi ini, jadi awal bagi Rubi memulai hari yang membahagiakan. Bagaimana dirinya tak bahagia, setelah seminggu lalu ia di panggil untuk interview dan berbalas dengan penerimaan kerja secara langsung di salah satu perusahaan, membuatnya begitu bersemangat jalani hari ini. Setidaknya telinga Rubi terselamatkan omelan mama yang mengabsen dirinya selama dua puluh empat jam non stop.

Setelah mengecek penampilan terbaiknya di hari pertama kerja, Rubi meraih tasnya yang bertengger cantik di atas ranjangnya dan menentengnya seraya bersenandung riang keluar kamar.

Langkah kakinya terasa ringan menapaki lantai yang telah bersih dari debu. Hari ini Rubi bangun lebih awal membantu pekerjaan rumah karena hatinya yang bahagia diterima kerja.

"Yang dapet kerja happy bener" Roman berbaik hati menyapa sang kakak yang tengah bahagia sendirian.

"Iya dong. Masa harus nangis?" timpal Rubi.

"Gaji pertama beliin gue sepatu ya, kak."

Ni bocah yaaaa ... Belum juga masuk kantor udah minta dibeliin ini itu. Punya gaji sendiri juga, gumam Rubi dalam hati.

"Ogah ... Beli sendiri pake gaji sendiri."

"Pelit!"

"Kalau gue yang beliin, terus gaji lu dipake buat apa? Kongkow-kongkow sama temen lo? Enak di elo kagak enak di gue dong."

"Kalau dikasi kakak kan enak, ada barang pemberian yang harus selalu dijaga" ungkap Roman.

"Alesan aja, lo"

Rubi menghabiskan sarapannya dengan tergesa agar ia bisa tiba tepat waktu di kantornya.

Saat teh manis hangat habis diteguknya, Rubi pun berpamitan dan pergi ke kantornya.

Setibanya di kantor, Rubi di arahkan ke salah satu ruangan yang akan menjadi tempatnya bekerja.

"Selamat bergabung dan selamat bekerja ya" ucap perempuan yang sedikit lebih tua dari Rubi.

"Terima kasih, Bu. Bimbing saya ya, Bu," balas Rubi dengan sedikit menundukkan kepalanya.

"Kamu tenang aja. Disini semuanya pasti dibimbing kok" timpalnya.

Rubi mengatur nafasnya. Rasanya ia akan nyaman bekerja disini setelah melihat betapa ramahnya bagian HRD yang mengantarkannya.

Rubi melirik meja kerjanya, "Saya harus ngapain dulu ya bu?" tanya Rubi.

"Kamu bisa merapikan berkas-berkas yang beberapa hari ini terlihat berantakan. Dan kamu perlu siapkan beberapa berkas yang belum ditanda tangani" jelasnya.

"A-anu ... I-itu ..." tanya Rubi sambil menunjuk dada, maksudnya menanyakan siapa nama wanita yang berbicara dengannya.

"Panggil saya Tasya" jawabnya.

"iya bu. Maaf bu Tasya, saya kerja sebagai apa ya?" Rubi yang masih bingung dengan posisinya saat ini mencoba bertanya.

"Kamu bekerja sebagai sekretaris"

Seketika mata Rubi membola, ia terkejut dengan posisi yang diterimanya.

"Kenapa? Kamu mau mundur?" tanya Tasya.

"Bukan, bu. Bukan itu maksud saya" Rubi tampak salah tingkah, "saya hanya perlu kejelasan posisi biar saya bisa total dalam bekerja"

"Bagus. Karena itu yang dibutuhkan perusahaan ini. Dan satu hal lagi, bapak sendiri yang memilihmu untuk menjadi sekretarisnya" terang Tasya pada Rubi.

My Ex Is My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang