Ini Peranku, Kamu?

1.8K 51 7
                                    

Betapa tidak, setiap berjalan ketempat kerja, selalu saja mata ini nanar melihat sana sini.

Seringnya mencoba untuk istiqomah,tapi ternyata itu susah, seperti menegakkan benang basah. Itu umpamanya, nyatanya? Ternyata lebih susah lagi.

Allah, Tuhanku, juga Tuhanmu akan selalu memberi apa yang kita pinta bukan? Bahkan yang tak pernah terbesit apa yang teringinkan sekalipun Allah beri. Bukankah itu baik? Sangat baik malah..
Susah cari padanan katanya..
Entah kalau kamu, mungkin saja tahu.

Pernah gak kepikir, kalau Allah itu tidak adil? Sejujurnya, dulu pernah.
Namanya juga kecewa ada hal yang tak tergapai saat hati ini sudah bersusah dan jiwa berkuah peluh berusaha.

Manusiawi toh?

Nah, hebatnya ternyata nurani itu menyangkal apa yang dirasa. Ya, dirasa oleh jiwa kalau Allah itu tidak adil.
Menyangkal karena ianya paham kalau itu tak benar, tak baik dan ada "sins" yang penyesalannya bukan hanya rasa, tapi sejiwa dan seraga.

Oh iya, terlupa..
Saya hanya seorang yang mencoba menjadi baik, dengan latar belakang yang tak juga buruk sebenarnya. Hanya saja, ingin berproses menjadi seorang yang luar biasa meski hakikatnya biasa biasa saja.

Saya tinggal di sini, ada mungkin 7-8tahunan. Berkelana mencari sejumput pengharapan dan segenggam kenyataan.
Bingung juga ternyata numpahin apa yang di rasa kedalam bentuk tulisan.

Menjadi seorang yang "harus" bermanfaat dan "bersentuhan" dengan kebutuhan real pasien itu sesuatu banget.
Bagaimana tidak, semua jurus di bangku kuliah dulu, tak semua teraplikasikan. Banyaknya hati yang bicara, sikap yang bertutur dan gerak yang menyesuaikan, agar bisa melayani dan pasienpun terlayani.
Tuh kan? Sesuatu banget kan?? 😊😊

Menjadi seseorang dengan peran tadi gak gampang kawan. Malah seringnya diri ini di tuntut untuk lebih punya banyak peran lagi. Agar mereka lebih tersentuh dan cepat menggapai kesembuhan.

Itu sih cerita saya dari sudut pandang saya, kalau menurut sudut pandangmu bagaimana? Tak usah di jawab sekarang, karena toh saya gak butuh banget jawabannya sekarang.

Timbul pertanyaan, apakah selama menjalani peran itu gak merasa lelah? Fuih, lelah singit lah. Emangnya saya robot yang gak punya perasaan.
Terus, nyiasatinnya gimana? Jangan nanya itu, lagi pula gak bakal saya jawab dengan tutur, paling banter seulas senyuman mungkin bakal saya sodorkan.
Kenapa? Karena bagi saya, senyum dan ucapan terimakasih yang ter-terima sudah lebih dari cukup mengobati lelahnya jiwa.
Kok seperti munafik ya? Eits, bentar.. Bukan munafik sih, hanya yang saya bisa gambarkan efek jiwa, bukan rasanya raga. Oke. Setuju??

Kenapa? Karena setiap kita, saya dan kamu punya peran berbeda dengan segala haru biru dan pernak perniknya masing masing.

Dan yang tau, hanya saya juga kamu...

Ajari Aku HijrahWhere stories live. Discover now