Akankah?

31 12 3
                                    

Ayu telah menceritakan semuanya pada Boby. Ayu tidak tega melihat Meira terus tersiksa dengan perasaan cintanya. Meskipun Meira bilang dia tidak apa apa tapi Ayu sudah beberapa kali memergoki Meira diam-diam menangis setelah melihat kemesraan Nini dengan Boby. Selama ini Ayu membiarkan Meira menyimpan perasaannya dan berharap Meira akan menunjukkan perasaannya itu pada Boby sebelum mereka lulus. Namun sampai saat ini Meira tetap saja tidak menunjukkan rasa cintannya pada Boby. Akhirnya Ayu nekad memberi tahu Boby tentang perasaan cinta yang dipendam Meira selama 4 tahun padanya. Dan kini Boby sudah mengetahuinya.

Semenjak bertemu dengan Boby di perpustakaan, sikap Meira menjadi pendiam. Dia selalu menghindar bila bertemu dengan Boby ataupun saat melihat Boby sedang bersama dengan Nini. Ayu merasakan perubahan sahabatnya itu. Namun Ayu membiarkannya.
Meira juga tidak mau melihat pertandingan final tim baseball sekolahnya. Hanya karena Boby menjadi kapten baseballnya. Meira ingin melupakan semua perasaannya pada Boby. Namun semua itu terasa sulit. Ada sesuatu yang masih mengganjal di hati Meira. Sesuatu yang membuat Meira tidak bisa melupakan perasaan cintanya begitu saja.

Malam ini adalah malam minggu. Seperti malam-malam minggu biasanya, Meira hanya diam di kamarnya. Kalau biasanya dia membaca buku, kali ini tidak. Meira masih memikirkan perasaannya pada Boby. Apakah dia memang harus melupakan semua cintanya? Sanggupkah Meira melakukannya? Semua itu membuatnya semakin galau. Tiba-tiba HP-nya bergetar. 1 New Message tertera pada layar touchscreennya.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

from : Boby
Meii, tlg tmenin gw. Plis…

to : Meira
kmna?

from : Boby
Kafe, bwt ngerayain kmenangan tim baseball kmrin. Gw udh d dpan rmh lo.
~

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Meira menyibakkan gorden jendela kamarnya. Dan ternyata Boby sudah bertengger santai di atas motornya. Hhh… Meira menghela nafas berat. Sebenarnya Meira ingin menolak tapi melihat Boby sudah berada di depan rumahnya, dia urung menolak. Tanpa membalas SMS dari Boby, Meira segera bersiap-siap.

Bukannya mengajak Meira ke kafe seperti yang ditulis pada SMSnya tadi, Boby malah mengajak Meira mengelilingi pusat kota. Di sebuah bukit yang dihiasi dengan banyak lampion. Boby menghentikan laju motornya. Dari atas bukit itu mereka bisa melihat bintang dengan jelas. Untuk beberapa saat mereka terdiam. Sibuk dengan pikiran masing-masing.

“Kok ke sini, katanya mau ke kafe?” tanya Meira memecah keheningan.

“Gue males ke sana, pasti ada Nini. Semakin hari semakin muak gue sama tingkahnya.” jawab Boby.

Meira hanya mengangguk. Mereka kembali terdiam.

“Meii…” panggil Boby.
“Ya.” jawab Boby.
“Mau sampai kapan kayak gini?” tanya Boby tanpa menatap Meira.
“Maksud lo?” Meira balik bertanya, bingung dengan pertanyaan Boby.

Boby justru diam tanpa menjawab pertanyaan Meira. Melihat Boby tidak bereaksi, Meira pun ikut diam. Hening. Lagi-lagi hanya keheningan yang tercipta.

Boby kembali buka suara. “Mau sampai kapan lo jadi seperti bintang-bintang itu?” tanya Boby menunjuk taburan bintang di langit, “selalu ada walaupun nggak selalu nampak?”

“Gue nggak ngerti sama omongan lo, Bob.” Meira pura-pura.

“Lo ngerti kok, kenapa sih lo lebih seneng nyakitin hati lo sendiri dari pada nunjukin perasaan lo ke gue kayak cewek-cewek lain, kayak Nini misalnya. Kenapa Meii?” Boby menatap Meira.

“Lo udah tahu ya, pasti Ayuu kan? Hh…” Meira menghela nafas, “gue punya cara sendiri buat mencintai lo. Lo suka bintang dan gue pengen jadi seperti bintang. Selalu ada meskipun lo nggak selalu liat gue. Yang penting gue bisa selalu liat lo. Buat gue semua itu udah cukup bikin gue seneng, Bobb.” jelas Meira berkaca-kaca.

“Lo tahu nggak Meii, gue ngerasa bersalah dan nyesel banget saat Ayu cerita semua tentang lo. Selama ini gue deket sama beberapa cewek dan seneng-seneng sama mereka. Tapi tanpa gue sadar, gue udah bikin hati salah satu cewek yang selalu baik sama gue remuk. Hancur berantakan.” kata Boby penuh penyesalan.

“Lo nggak boleh ngerasa kayak gitu, Bob. Lo nggak salah sama sekali. Semua ini kemauan gue sendiri. Dan sekarang kan lo udah tahu, gue udah seneng kok. Mulai saat ini lo nggak perlu mikirin perasaan gue lagi karena mulai malam ini juga gue akan lupain perasaan gue ke lo selama ini.” Meira mengucapkannya dengan air mata yang membasahi pipinya.

“Kok lo seenaknya gitu sih, Meii. Lo pikir gue akan biarin cewek yang udah gue sakitin dan gue cintai selama ini pergi gitu aja? Dan lo pikir cuma lo doang yang jadi seperti bintang-bintang itu? Gue juga Meii, gue cowok pengecut yang nggak berani ungkapin cinta sama lo selama 4 tahun!” kata Boby keras.

Seperti BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang