Prolog

331 137 12
                                    

Sunyi.

Aku mengedarkan sekeliling tempat serba putih ini. Kepala ku pening luar biasa saat indra penciuman ku menangkap bau obat-obatan yang menyeruak di tempat ini.

Berbagai macam seribu pertanyaan terbenam di kepalaku, apalagi saat kurasakan kedua telingaku di perban. Ada apa ini? Batinku. Seingatku, tadi malam aku sedang berada di taman dengan temanku. Lalu mengapa tiba-tiba aku berada di rumah sakit?

Dan lagi, rasa sakit dan nyeri menjalar di antara area kepala dan telingaku. Aku memejamkan mata sambil berusaha menetralkan napasku agar bisa bernapas dengan normal. Peluh keringat kian membanjiri pelipis ku.

Aku mendongak saat menyadari seseorang masuk di ruanganku. Raut Mama terlihat terkejut saat melihat ku yang sudah sadar ini. Aku mengernyit, seperti terasa ada yang aneh disini.

Kenapa ruangan ini hening sekali? Bahkan jarum jam berdetak di dinding saja tidak terdengar olehku.

Kecurigaan ku makin menjadi kala seorang berjas putih dan perawat di sebelahnya datang menghampiri ku. Dokter itu memeriksa ku, lalu mengatakan sesuatu yang membuat ku makin bingung.

"Dokter ngomong nya yang kuat, soalnya saya nggak dengar dokter ngomong apa," kataku pelan dengan suara serak.

Beberapa orang di ruanganku menampilkan raut wajah terkejut. Kulihat Dokter membisikkan sesuatu ke seorang perawat yang langsung diangguki. Setelah itu, perawat tadi datang membawa sebuah kertas dan pulpen. Kemudian dokter itu menulis sesuatu di kertas yang langsung ditunjukkan kepadaku.

Kamu tidak mendengar suara apapun di ruangan ini sewaktu saya masuk?

Aku menggeleng jujur. Suara derap langkah kaki saja aku tidak mendengarnya. Apalagi suara orang-orang yang berada di ruangan ini.

Dokter tadi langsung mengecek kedua telingaku. Aku bisa merasakan helaan napas dokter tadi. Lantas aku memundurkan badanku melihat pria berjas putih itu dengan aneh.

Kamu tidak dengar saya memanggil nama kamu beberapa kali?

Hah?

Bagaimana bisa aku tidak mengetahuinya? Aku mencengkram selimut, memikirkan hal-hal buruk yang mungkin saja menimpa diriku. Ah, bukan mungkin lagi. Sepertinya memang iya.

Jangan-jangan ... aku tuli?

Kulihat Mama menangis sambil memeluk ku. Aku bergeming di tempat. Suara isak tangis Mama saja sama sekali tidak terdengar olehku.

Aku menggigit bibir bawahku, menatap kosong ke depan. Lalu menertawakan atas musibah yang terjadi padaku hari ini.

Benar, aku telah kehilangan pendengaranku.

Selamanya.

≪ °❈° ≫

Yuhuuuu, aku kembali lagi!!!

Judul awal cerita ini CARENCE.
2018 publish. 2021 aku unpub. 2024 aku ubah judulnya menjadi CANDRAMAWA dengan plot & nama yang berbeda.

Karena ada beberapa alur cerita yg setelah aku baca ulang sekali lagi, ada yang nggak masuk di dalam plot cerita, alurnya lambat, dan berbagai hal lainnya yang buat aku kurang sreg sama alurnya. So ... aku berniat merombak cerita ini sampe ke akar-akarnya. Sekian curhat dari aku😄

Jangan lupa vote & komen kalo kamu suka! ♡

CANDRAMAWA [Rewrite]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang