Bold & Italy : dialog bahasa isyarat
Normal : berbicara***
Namanya Malika Anuradha. Mama dan Papa gadis itu berharap ia menjadi ratunya bintang terang yang menyinari orang-orang seperti arti namanya. Namun, alih-alih menjadi bintang yang paling terang, kini bintang itu sedang meredup.Setelah insiden satu tahun yang lalu merenggut pendengarannya, Mali menjadi berubah total. Ia menjadi tertutup kepada banyak orang, berbanding terbalik di kehidupannya yang dulu. Mali termasuk beruntung karena Tuhan masih memberikan dirinya kesempatan untuk hidup.
Walau begitu, semua ini masih terasa sukar dijalani olehnya.
Setelah memakai alat bantu dengar di kedua telinganya, Mali menekan volume kecil benda itu agar suara dari luar tidak terdengar nyaring.
Gadis itu menemukan perbedaan orang mendengar normal dengan orang yang memakai alat bantu dengar. Memakai alat itu, kupingnya terasa pengang dan suara dari luar terdengar berantakan, sampai telinga Mali lama-lama pegal dan sakit, karena terlalu lama memakai alat itu. Tapi mau tidak mau, Mali terpaksa harus memakainya untuk aktifitas di luar.
Kini, kegiatan gadis itu selama liburan semester hanya mengunjungi panti yang terletak tidak jauh dari rumahnya. Juga Mali menemukan alasannya masih bertahan sampai sekarang, yaitu masih bisa bertemu orang-orang terkasihnya.
"Ma, Mali mau ke tempat Bunda Arum lagi mau ngajar anak-anak di sana. Boleh, ya?" Gadis itu menghampiri Mamanya─Gita, yang sedang mengoles selai roti.
"Kamu nggak bosen ke sana terus?" tanya Gita.
Mali menggeleng pelan, "lagian Ma, seenggaknya aku punya pengalaman baru buat ngajarin banyak hal ke mereka," jawab Mali.
Gita bersidekap sambil menatap anak semata wayangnya. "Kalo kamu mau pergi keluar, jangan pernah diikat rambut kamu. Tutup telinga kamu, Mali. Udah berapa kali Mama bilangin," ucap Gita dengan nada tegas.
Mali menghela napas panjang. Perintah itu lagi dan lagi, membuat Mali semakin muak. Mau tak mau, gadis itu menggerai rambut panjangnya lalu merapikannya.
"Sana dianter sama Papa kamu, jangan pergi sendirian."
"Iya Ma."
Mali menyalimi Gita. Kemudian tungkainya berjalan menghampiri Papanya─Haris, yang menunggu dirinya di teras depan rumah sambil menyebat.
"Ayo Pa, Mali udah siap." kata Mali sambil berjalan duluan ke depan pagar, karena tidak tahan bau asap rokok.
Haris tidak menjawab. Pria paruh baya itu beranjak dari kursi menuju garasi untuk mengambil motor. Setelah Mali naik ke atas motor, alih-alih berpegangan pada jaket Haris, ia hanya memegang erat pada celana jeans kulotnya agar tidak jatuh.
Selama di perjalanan, Mali merasa canggung dengan Papanya, dari dulu sampai sekarang. Ia tidak pernah mengobrol santai dan dekat seperti layaknya anak dan ayah kebanyakan. Paling keduanya hanya mengobrol jika dirasa ada urusan penting.
Sesampainya di tempat tujuan, Mali masuk ke dalam gerbang panti setelah berpamitan dengan Haris. Terlihat penghuni panti tersebut menyambut kedatangan gadis itu.
"Kak Mali, hari ini mau ngajar apa lagi?" tanya salah satu dari mereka yang mempunyai keingintahuan tinggi.
Mali berpikir sebentar, "kamu maunya diajarin tentang apa?"
"Alien, Kak! Nanda mau tanya nih, apa benar alien itu pernah mengunjungi bumi, Kak?"
"Hih bosen ah, kamu nanyain itu terus dari kemarin. Bunda Arum bilang alien itu gak ada!" sahut anak gadis yang di situ dengan suara cemprengnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CANDRAMAWA [Rewrite]
ChickLit/candra;mawa/ kata sifat yang artinya hitam bercampur putih. Setelah dinyatakan pendengaran Mali menghilang, gadis itu memulai hidup barunya dalam dunia penuh keheningan. Dukungan dari orang-orang sekitar membuat Mali menjadi lebih ikhlas dalam menj...