s a t u

38 3 0
                                    

"Lempar sini Ji!."teriak lelaki tinggi di tengah lapang.

Lelaki yang terpanggil menggiring bolanya lalu di lempar kepada teman yang tadi meneriaki namanya.

Bukanya tertangkap, bola yang di lempar malah terkena tim lawan.

Sementara itu, satu lelaki yang sedari tadi masih berlari mengejar kemana bola pergi.

Ia mengambil alih bolanya lalu di over ke temanya, temanya langsung melempar bola kearah ring, dan mencetak satu poin akhir.

Tim yang menang berkumpul dan melakukan high five bersama sebagai tanda kemenangan, walaupun hanya bertiga, mereka bisa memenangkan pertandingan saklar ini, mereka melawan lima teman Restu, iya Restu.

Orang yang selalu sombong dan percaya diri akan penampilanya, dia memang tampan, tapi ketiga pria bersahabat yang baru saja menang tadi, tak kalah tampan dari Restu.

"Gimana? Kita menang nih, perjanjian sebelum tanding bro, inget kan?."tanya satu lelaki dari tim yang menang.

Lelaki tadi, bernama Aji, ia menarik salah satu dari tim lawan, menyeretnya ke kantin untuk perjanjian sebelum tanding tadi.

Yang lainya berlari menyusul keduanya ke kantin.

Aji menarik Restu ke kantin, menarik kerah bajunya, ia menariknya dengan kasar, agar Restu tak kabur dan ingkar dengan janji nya.

"Bang! Baso kuahnya tiga!."teriak Rayhan.

"Yang satu pake bihun bang!."teriak Arif.

"Yang satu lagi basonya aja bang!."teriak Aji tak mau kalah, Abang yang di teriaki mengacungkan jempolnya dan mulai membuat pesanan ketiganya.

Karena sudah menjadi pelanggan setia basonya Bang Dadan, Mereka, Arif, Aji, dan Rayhan tak perlu susah payah untuk menyebutkan pesanan tadi, karna Bang dadan, si penjual baso, tentu sudah hapal apa saja yang di pesan.

"Ck, cuma tiga mangkok doang gw masih mampu."ucap Restu mengambil dompet di sakunya, dan menunjukan beberapa lembar uang merahaan dan biru.

"Ohh, ok"Aji menggantungkan kalimatnya dan "Woi Restu traktir kalian semua makan baso"teriak Aji.

Restu terkejut, ia melihat dompetnya, uang sakunya tinggal sedikit lagi, apalagi ini masih jauh dengan akhir bulan, jatah uangnya hanya untuk sebulan dari ayahnya.

Sekantin ribut karna mendengar teriakan Aji, mereka langsung buru buru memesan baso karna takut kehabisan.

Arif, Aji, dan Rayhan langsung melakukan high five lagi, sebagai tanda kemenangan dan kepuasan melihat raut kesal di wajah Restu.

"Mampu gak?"tanya Rayhan pada Restu yang sedari tadi terlihat khawatir uangnya tak cukup, dan juga kesal pada ketiga orang yang berada di hadapanya ini.

"Cukup, tenang, kalian mau nambah juga boleh"ucap Restu dengan ragu pada ketiganya.

"Woi, tambah satu porsi lagi, gratis dari Abang Restu tercingta."teriak Arif, sekantin kembali riuh kala mendengarnya, lalu buru buru memesan satu porsi baso lagi.

Baso milik Arif, Aji, dan Rayhan sudah datang, mereka langsung menyantapnya cepat.

Setelah beberapa menit, pesanan mereka habis, Aji berniat memesan satu porsi lagi, tapi ia mengundurkan diri karna pagi ini ia sudah banyak memakan segala makanan yang ada di kantin.

"Yo ah, bos, nih tiga porsi kita, dibayar tunai ke si abangnya, jangan ngutang, malu sama jabatan bokap."bisik Rayhan.

Restu yang mendengarnya hanya mengatur nafasnya menahan emosi, wajah nya memerah padam, bukan karena tersipu, tapi karena kesal, ketiganya lalu pergi keatap untuk sekedar mencari angin, walau pada akhirnya akan kebablasan untuk bolos.

Dan benar saja, mereka sudah memutuskan untuk bolos, Aji pergi ke kelas sebentar untuk mengambil handphone nya, karna ini masih jam istirahat.

"Eh Gevar, nanti izinin gue, Arif, sama Rayhan ya, bilang aja kita ke uks"ucap Aji sambil menepuk pundak Gevar teman sebangkunya.

Gevar hanya mengangguk, Aji mengambil handphone nya lalu ia masukan kedalam saku celananya.

Keadaan sekolah sedang tak mendukung, banyak ruangan yang baru baru ini di robohkan untuk di renovasi.

Mempercantik setiap ruanganya, baru baru ini banyak siswa mengeluh karna kelasnya terlalu sempit, gelap, terkadang bocor juga jika sedang hujan.

Kelas Arif, Aji, dan Rayhan pun dipindahkan sementara, karena dekat dengan kelas sebelah yang sedang di renovasi.

Mereka pindah ke Aula untuk sementara, walau merasa berbeda tapi keadaan Aula jauh lebih baik di bandingkan dengan kelasnya, di aula jauh lebih terang.

Saat di jalan, Aji melihat wanita sedang berjalan kearahnya, di dekat ruangan yang sedang di robohkan bagian dinding atapnya.

Saat sedang menengok kearah wanita itu, Aji melihat kayu akan terjatuh pada wanita yang di lihatnya, Aji segera berlari dan menolongnya.

Menjadi tameng wanita itu, namun kayu yang awalnya akan jatuh padanya, di tarik oleh kuli bangunan di sekolah, lalu Aji menatap wanita yang lebih pendek darinya itu.

Mereka bertatapan cukup lama, hingga akhirnya wanita itu membuka suara untuk memecah keheningan "Ngapain kamu liatin saya kaya gitu?."tanya wanita itu.

"Si Ibu, lagi romantis romantisnya, malah ada iklan lewat"jawab Aji langsung cemberut, tingkah lakunya ini sudah biasa di hadapi seorang Bu Tari, guru seni.

"Ya lagian kaya ga laku aja! Cewek banyak di sekolah, jangan sampe kamu kejar kejar guru kaya ibu, umur ibu beda jauh sama kamu!."ucap Bu Tari penuh kepercaya dirian.

Aji bergidik ngeri mendengarnya "Buat bukti bu."ucap Aji.

"Bukti apa?."tanya bu Tari.

"Bukti kalo saya ga homo bu" Aji tersenyum tanpa dosa "udah ah, saya mau pergi bu."ucap Aji.

"Kemana? Sebentar lagi bel berbunyi."ucap bu Tari.

Aji tersenyum manis "bolos bu, hehe"Aji menjauh dan langsung berlari.

Wanita itu mengejarnya "Hey Aji! Sekarang pelajaran siapa kamu ha? Biar ibu ngadu ke kelas"teriak Bu Tari sambil berlari.

"Pelajaran pak Dedi kayanya bu, lupa saya, cek aja di jadwal kelas saya"teriak Aji.

"Eh kamu ga sopan ya, sini kamu"bu Tari terus berlari mengejar Aji, hingga bu Tari menyerah saat Aji sudah tak ada di jangkauanya.

"ANGGARA SINI KAMU"panggil bu Tari dari jauh, tapi ya Aji tetap Aji, Anggara tetap Anggara, mana bisa semudah itu menuruti perkataan guru.

Yang di panggil Anggara itu adalah Aji, nama asli nya memang Anggara, tapi ia di panggil Aji karna teman teman wanita nya membantah semua orang memanggil Aji dengan panggilan Anggara, terlalu elite katanya.

. . .

r e m a j aTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang