Hari sudah menunjukan pukul 08.00 malam waktu Indonesia bagian barat, tamu kami baru saja bergegas. Sebagai cucu pertama, sejak awal tamu datang aku duduk di sisi kanan Mbah ku. Aku hanya tetap menunduk, sesekali tersenyum dan menjawab pertanyaan yang mereka ajukan.
Beberapa pelayan mulai merapihkan peralatan makan yang ada di meja. Dengan mata sedikit berkaca-kaca Mbah menatap ke depan seolah menunggu mobil yang membawa rombongan tadi menghilang.
"Mbah, tadi itu siapa? Sodara Nara ya?", Tanyaku saat itu. Mbah tersenyum pasi sambil berjalan menghampiri ku, "Itu Mbahnya Nara juga". Aku sedikit kaget sekaligus bingung mendengar ucapan Mbah ku. Seakan paham, Mbah tertawa kecil, "Kenapa Nara? Kaget toh? Itu tadi memang Mbahnya Nara, istri pertama Kakek mu itu".
Aku membulatkan mata ku, "Kalau ada yang pertama, berarti Mbah yang kedua? Emang kalau punya istri boleh dua ya Mbah?", Tanya ku polos. Mbah mengusap lembut kepala ku, "Boleh, Nara". Aku tidak percaya dengan jawaban Mbah saat itu, mata besar ku memperhatikan air mukanya, ada sesuatu disana entah itu rasa bahagia, sedih, atau bahkan mati rasa.
"Sudah, Nara masih kecil engga akan paham. Nanti kalau Nara sudah besar, Nara paham sendiri", Nara kesal mendengar jawaban itu dan menuntut Mbahnya untuk memberikan penjelasan. Ada beberapa orang berpendapat bahwa manusia akan lebih menyayangi cucu dari pada anaknya sendiri, itulah yang terjadi pada Mbah ku. Sedikit malas Ia menarik kursi kayu di dekatnya kemudian menarik nafas dalam-dalam.
"Ra, hidup itu tidak ada yang sempurna. Manusia dilahirkan dengan banyak kekurangan dan kelebihan. Kita menyadari bahwa kemanapun mencari yang lebih, akan kita temui kurangnya. Manusia adalah makhluk yang selalu merasa kurang, selalu ingin kebutuhan nya terpenuhi, kadang bahkan lupa memikirkan tindakan itu akan merugikan orang lain atau tidak,
Dulu Kakek mu sangat dikenal baik, beliau bijaksana, beliau sabar, beliau mampu berkomitmen. Kakek mu menikah dengan Eyang Rita yang tadi kesini, lima tahun mereka menunggu buah hati tapi Allah belum memberi. Kakek mu mudah sekali menyerah sampai suatu waktu beliau datang ke rumah untuk melamar Mbah.
Kami engga tau kalau ternyata Kakek mu sudah punya istri. Kami merayakan pernikahan dengan meriah. Malangnya ..."
Aku mengangkat tangan kanan ku tanda ingin bertanya, "Kenapa Mbah jahat? Kenapa Mbah nikah sama suami orang? Kasihan istrinya".
Mbah melebarkan matanya kaget. Beliau langsung menelan saliva, tersenyum kembali pada cucu pertamanya itu. "Besok lusa kalau Nara sudab besar, akan Mbah ceritakan. Saat ini Mbah butuh istirahat dulu ya Ra".
Mbah bangun dari duduknya lalu meninggalkan aku yang justru bingung. Soal pertanyaan ku yang salah? Atau memang masa lalu Mbah yang salah? Entah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nara, Natanegara
RandomDi antara tujuh koma tujuh miliar jumlah penduduk dunia, aku adalah salah satunya. Duduk di salah satu kota yang menurut Oxford Economics kota ini diprediksi akan menjadi kota paling padat penduduk pada tahun duaribu tigapuluh lima. Sedikit terseny...