Keesokan harinya. Amara berangkat ke sekolah menggunakan motor maticnya. Ia dengan santai mengendarai motor seraya menghirup udara segar di pagi hari. Memang di daerahnya udara masih asri karena taman di dekat rumahnya terdapat banyak pepohonan dan tanaman berbunga. Sehingga saat minggu pagi atau sore hari, tak jarang banyak anak-anak bermain di tempat tersebut dengan ditemani orang tuanya. Terkadang Amara akan kesana saat sore hari untuk menyegarkan pikirannya. Ketika ia ke taman Amara tak mengajak sahabatnya karena bila ia mengajaknya, Valen bukannya diam untuk refreshing malah membuat pikirannya kacau karena suara cempreng yang dibuatnya.
Ia pun melanjutkan perjalanan sampai ke depan sekolah. Kemudian ketika masuk ke halaman sekolah, Amara menuntun motornya karena di sekolahnya semua warga sekolah dari jam 06.30 sampai jam 16.00 wajib menuntun kendaraannya. Setelah memasuki parkiran siswa, ia pun memarkir motornya di sebelah kanan pohon mangga untuk memudahkannya mengeluarkan motornya saat pulang sekolah.
Kemudian Amara berjalan ke kelasnya melewati lorong kelas X dan kantin. Ketika melewati kantin ia seperti mendengar ada yang memanggilnya. Ia pun menoleh ke arah kantin dan melihat Valen melambaikan tangannya.
"Ra, tungguin sebentar," ucap Valen yang masih membeli minuman.
"Gak mau. Aku mau cepat cari tempat duduk yang nyaman di kelas baru kita nanti. Bye," ujarnya seraya melambaikan tangannya.
"Ini bu. Terimakasih," ujar Valen memberikan uang kepada penjual kantin dengan buru-buru.
"Iya, nduk," ujar si penjual.
Setelah membayar minuman yang dia beli, Valen segera berlari meninggalkan kantin. 'Ya ampun. Aku beneran ditinggal Amara. Jahat banget sih' batinnya sambil berlari.
Ketika melewati lorong kelas XII, akhirnya ia melihat keberadaan Amara.
"Amara!" Panggil Valen seraya berlari menghampiri Amara yang masih jauh di depannya.
"Apa? Lama banget sih. Katanya sebentar," sahutnya dengan ekspresi malas.
"Hehehe. Ya maaf," jawab Valen sambil cengengesan. Ia tahu bahwa Amara sekarang sangat tidak bisa diajak bercanda. Buktinya sekarang ia sedang memutar bola matanya.
"Iya, iya. Ku maafin," ucap Amara dengan tidak ikhlas.
"Oh, iya. Kamu tau gak kalau kelas kita sekarang ada anak pindahan dari kelas sebelah?" Tanya Valen mencoba mengajak bicara Amara.
"Memang siapa? Cowok?" Sahutnya penasaran. Amara yang tadinya malas diajak bicara akhirnya bersemangat saat membicarakan cowok.
Merasa pacingan yang ia lontarkan mendapat balasan, Valen melanjutkan acara menggosipnya sambil berjalan.
"Namanya Felix Anggara dari kelas XI IPA 4. Dia ganteng sih menurutku, tapi banyak anak kelas kita yang segan sama dia, soalnya pendiam banget. Kayak ansos gitu," jelasnya.
"Hm. Tapi menurutku itu mungkin cuma topeng dia aja kali. Kan dari kelasnya cuma dia yang dipindah ke kelas kita. Jadi dia kurang nyaman sama teman sekelas," balas Amara memberikan pendapat positif.
"Betul juga sih. Kita juga gak tau aslinya kayak gimana. Bisa jadi dia sebenarnya seru. Tapi karena gak nyaman, dia jadi sulit diajak berkenalan," Valen pun ikut membuka pikiran positif. Amara pun menganggukan kepala, setuju dengan perkataan sahabatnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Horosc(h)ope
Teen FictionBercerita tentang kepercayaan seorang gadis bernama Amara pada sebuah bintang kelahiran atau bisa disebut zodiak. Saking percayanya dia pada zodiak, setiap harinya ia selalu membuktikan dan mengikuti apa yang ada pada ramalan zodiak tersebut di inte...