Setibanya Amara di ruang guru, ia berdiri dengan gugup. Padahal sudah beberapa kali ia kesana bersama ketua kelasnya untuk mengurus dokumen penting kelasnya. Namun, walaupun begitu, ia tetap merasa gugup. Akhirnya dengan keberaniannya ia menghembuskan napas dan mulai memasuki ruangan tersebut. Dia menghampiri Bu Shania yang telah melambaikan tangannya padanya.
“Ra, sini. Untung kamu cepat datang kesini. Ini kamu minta data kelahiran dan cita-cita teman-teman kamu sekelas ya. Nanti berikan pada Ibu dalam tiga hari ke depan dalam bentuk file,” perintah Bu Shamia pada Amara.
“Baik, Bu. Akan saya lakukan,” jawab Amara.
Setelahnya, Amara berjalan tergesa-gesa karena beberapa menit lagi pergantian mata pelajaran akan dimulai. Ketika melewati koridor kelas XII dia tidak sengaja menabrak seseorang sehingga dokumen digenggamannya terjatuh. Akhirnya ia segera meminta maaf dan mengambil dokumen yang terjatuh. Ketika ia mendongakan kepalanya, ia terkejut bahwa yang tak sengaja ia tabrak tadi adalah Felix. Felix hanya diam menatap Amara tanpa membantu mengambil dokumen penting tersebut. Amara yang merasa kesal akhirnya meninggalkan Felix begitu saja dengan wajah kesal. ‘Apaan sih? Sikap dia kok berubah secepat itu ya? Padahal tadi saat perkenalan di depan kelas dia tersenyum. Tapi tadi saat nggak sengaja aku tabrtak kok jadi lebih dingin ya? Apa saat di depan kelas tadi hanya formalitas aja?’ batin Amara sambil melangkah kesal.
***
Sesampainya di kelas. Amara langsung menaruh dokumennya tadi dengan keras. Kemudian menelungkupkan kepalanya di meja. Valen yang bingung dengan tingkah sahabatnya hanya bisa mengusap bahu Amara.
“Ada apasih, Ra?” Tanya Valen.
“Itu si es berjalan.” Jawab Amara.
“Siapa?” Tanya Valen lagi.
“Siapa lagi kalau bukan Felix. Ternyata dia itu memang dingin. Aku tadi gak sengaja nabrak dia soalnya buru-buru. Eh dokumen dari Bu Shania yang aku bawa jatuh dan dia hanya diam gitu. Gak bantuin lagi. Kan sebel. Aku tarik kata-kataku waktu itu, dia itu memang dingin bukan topeng buat nutupin canggungnya,” cerocos Amara.
“Oh, begitu?” Tanya Valen.
“Hm,” jawab Amara dengan deheman.
Orang yang tadi mereka bicarakan akhirnya datang dengan wajah kalem. Kemudian duduk di bangkunya.
“Tuh, Felix nya datang. Panjang umur tuh anak. Kan dari tadi kita ngomongin dia,”ujar Valen menambah buruk mood Amara.
“Udah gak usah bahas dia lagi,” tukas Amara dengan ketus.
“Iya, iya. Mending kamu kerjain tugas dari Bu Shania aja,” saran Valen pada Amara.
“Iya sih. Betul juga,” jawab Amara pada dirinya sendiri. Walaupun ucapannya masih bisa didengar Valen dan pria di belakangnya.
Setelah mendapat saran dari sahabatnya, Amara pun segera meminta data kelahiran dan cita-cita pada semua teman sekelasnya. Setelah semuanya sudah. Dan tinggal satu orang lagi, ia akhirnya menghampiri orang tersebut.
“Nih, buruan diisi,” perintah Amara pada Felix dengan muka yang masih datar.
“Hm,” gumam Felix.
“Udah?” Tanya Amara.
“Iya, udah” jawab Felix. Kemudian Amara kembali ke tempat duduknya semula.
“Akhirnya udah selesai. Tinggal buat file di rumah nanti sore kemudian tinggal kirim deh ke Bu Shania,” jawab Amara dengan penuh kelegaan.
***
Sudah satu minggu Amara dan Felix dilanda perang dingin. Seakan ada pembatas tebal antara Amara dan Felix. Valen dan Reza tak tahu cara mencairkannya. Hal itu menyebabkan empat bangku di deret sebelah kiri menjadi canggung. Padahal keempat murid tersebut telah dibagi menjadi kelompok belajar Bahasa Indonesia oleh wali kelasnya.
Setelah beberapa menit, Bu Seva selaku guru Biologi akhirnya datang. Murid-murid yang tadinya sibuk melakukan berbagai kegiatan akhirnya duduk dengan rapi di tempat masing-masing.
“Selamat pagi, murid-murid,” sapa Bu Seva.
“Pagi, Bu,” jawab semua murid.
“Perkenalkan saya Bu Seva selaku guru Biologi kalian. Sebelumnya saya akan membagikan kalian kelompok. Karena dengan berkelompok kalian bisa memahami suatu materi secara individu. Karena murid di kelas ini berjumlah tiga puluh empat, maka saya akan membagi kelompok menjadi tujuh belas kelompok. Jadi setiap kelompok akan berjumlah dua anak. Oleh karena itu, sekretaris harap menulis nama dan anggota kelompoknya dan kirimkan ke grup kelas!”perintah Bu Seva.
“Baik, Bu,” jawab Amara.
“Saya akan membaginya. Dengarkan baik-baik. Kelompok pertama, yaitu Alex dan Feby; kelompok kedua yaitu David dan Keyla; kelompok ketiga yaitu Reza dan Valen; kelompok selanjutnya yaitu……; dan kelompok terakhir yaitu Amara dan Felix. Jadi murid-murid tugas yang akan saya berikan yaitu membuat peta konsep mengenai Sel Makhluk Hidup menggunakan Power Point. Saya akan memberi waktu satu minggu. Mohon kerjakan baik-baik, jangan yang satu mengerjakan lalu yang satunya lagi santai-santai. Ada yang mau ditanyakan?” jelas guru berhijab tersebut. Amara yang mendengar bahwa ia sekelompok dengan Felix hanya bisa menganga. Jelas saja ia tidak mau, mereka berdua masih perang dingin. Karena Amara merasa tidak suka mendapat teman sekelompok seperti itu, akhirnya ia pun mengangkat tangan kanannya. Semua pandangan mata seakan mengarah pada Amara.
“Ya, ada apa?” Tanya guru cantik tersebut.
“Saya mau pindah kelompok dengan Valen, Bu,” ujar Amara.
“Memang kenapa, Amara? Kan kalian itu teman sekelas. Seharusnya kalian bersosialisasi antar teman sekelas. Jangan pilih-pilih teman,” jelas guru tersebut. Mendengar protes dari Amara, Felix berpikir ‘Apakah segitu ngambeknya dia denganku? Sampai-sampai dia ingin pindah kelompok dariku? Tapi kalau bisa ya terserah.’
“Karena saya maunya sama sahabat saya, Bu,” ujar Amara tetap keukeuh.
“Tidak bisa, Amara. Ini sudah keputusan saya. Jadi tolong patuhi. Kerjakan tugas kelompok dengan baik. Baiklah, murid-murid kita lanjutkan materi selanjutnya,”lanjut Bu Seva.
Melihat Amara yang lesu, Valen pun menyenggol lengan kanan Amara dan menyuruhnya mendekat.
“Ra, kamu tadi beneran mau sekelompok denganku?” Tanya Valen.
“Iya, emang kenapa?” Tanya Valen.
“Hehehe. Gak apa-apa sih. Cuma tanya,” ujar Valen.
“Tapi karena Bu Seva nggak ngebolehin ya gak jadi,” ujar Amara.
“Ra, kalau kamu sekelompok sama Felix, bagus dong. Kan kalian bisa baikan. Udahlah lupakan masalah kalian. Dan salinglah maaf-maafan,” ujar Valen.
“Hm,” jawab Amara lesu.
TBC
Hallo guys! Gimana ceritanyaa? Kalian masih lanjut sama AmaraFelix kah?
Menurut kalian Felix itu dingin dingin gimana?
Komen yaa
Kalau ada typo beritahu aku juga ya. Jangan lupa klik bintang juga.Makasiih udah ngikutin cerita ini sampai sini😚😚
KAMU SEDANG MEMBACA
Horosc(h)ope
Teen FictionBercerita tentang kepercayaan seorang gadis bernama Amara pada sebuah bintang kelahiran atau bisa disebut zodiak. Saking percayanya dia pada zodiak, setiap harinya ia selalu membuktikan dan mengikuti apa yang ada pada ramalan zodiak tersebut di inte...