Prolog🍁

33 3 1
                                    

"Dyta bangun!! Udah pagi sayang, nanti kamu telat ke sekolahnya!!" Teriak bunda dari balik pintu.

"Iya ... Iya Dyta bangun" sambil melirik ke arah jam weker nya. "Lagian masih jam lima juga."

"Kan kamu belum sholat." tutur bunda memasuki kamarku.

"Iya, Dyta bangun deh."

"Habis mandi jangan lupa sholat ya, habis itu turun ke bawah buat sarapan."
"Hmm."

   Anindyta Farheena namanya, gadis pindahan dari Bandung. Memiliki warna mata cokelat terang, rambut hitam mengkilat, tubuh ideal, dan cantik pastinya. Itu hari senin, hari dimana Dyta akan bersekolah di sekolah baru nya.

   Selesai mandi, ganti baju, dan sholat. Dyta menuruni tangga sambil menenteng tas dan sepatunya. Kamar Dyta memang berada di lantai 2, karena menurutnya kamar itu nyaman dan yang pasti ada balkonnya. Sementara kamar abangnya, ada di sebelah kamar Dyta.

"Pagi bunda ... Pagi bang." Sapanya.

"Cantik nya anak bunda. Nah gini dong, kan lebih fresh gitu dan pastinya lebih enak dilihatnya."

"Pagi adek abang yang katanya cantik tujuh turunan, ya emang sih cantik kan perempuan." Ledeknya.

"Bunda, abang tuh ledekin adek terus."

"Udah!! Kalian itu, kalau setiap ketemu kok hobinya berantem mulu. Sekarang makan terus berangkat."

"Iya bun. Eh, tapi bun adek bawa mobil sendiri aja deh, kalau sama bang Rizhan adek males bun."

"Enggak!! Kamu bareng abang kamu aja, lagian kan kamu belum tau jalan ke arah sekolah."

"Biarin aja bun, nanti biar Dyta ngikutin Rizhan aja dari belakang." Potong nya.

"Yaudah, tapi hati hati ya. Sekarang makan gih."

   Ya, namanya Rizhan Farheeno. Nama dari kakak Dyta, lebih tepat nya kembaran ... Cuma beda setengah jam aja. Dulu Dyta dan Rizhan memang beda sekolah, karena Dyta memilih tinggal bersama kakek nenek nya di Bandung. Sedangkan Rizhan tetapi ikut ayah dan bunda di Jakarta. Namun, satu tahun yang lalu kakeknya meninggal dan nenek nya seminggu yang lalu telah menyusul sang kakek. Jadi, sekarang Dyta tinggal bersama keluarganya dan menetap di Jakarta.

"Udah selesai bun, berangkat adek berangkat dulu ya." ucapnya sambil berdiri. "Assalamualaikum." ucap mereka bersamaan.

"Waalaikum salam. Hati hati ya, belajar yang benar."

"Yah bunda kok ngeledek abang sih!" kesal Rizhan.

"Bunda cuma bilang, bunda nggak ngeledek lho."

"Yaudah, abang capek kalau debat sama emak emak, ga bakal kelar."

"Yey, abang sama bunda malah ledek ledekan, kapan kelar nya. Udah deh adek berangkat bun, dadah."

   Di garasi aku menghampiri sebuah mobil warna putih itu dan memasuki nya. Tetapi sebelum memasuki mobil itu bang Rizhan menghentikan ku. Ia memarahi ku karna telah meledek nya.

   Dan aku teringat akan perjanjian ku dengan nya tadi malam. Perjanjian untuk tidak membeberkan bahwa aku dengannya adalah saudara kembar. Dan dia setuju, syukurlah!!.

"Apaan sih bang, ayo berangkat ntar telat loh. Satu lah lagi, jangan lupa sama perjanjian tadi malam!."

"Iya iya adek abang yang imut kaya' mimi peri."

"Au ah ... Ledek terus sampe mampus guanya."

"Jangan dong, kalo lo mati ntar siapa yang gua ledekin."

"Au ah gelap."

"Ini pagi sayang bukan malam, jadi terang bukan gelap."

"Bacot lo bang, cepet berangkat."

   Kami mengendarai kendaraan kami dengan sedikit kencang, alasannya agar tidak telat. Setelah sekitar 30 menit kami akhirnya sampai di sekolah baru ku itu. Aku memarkirkan kendaraan ku ke parkiran yang disediakan di sekolah itu. Aku mulai memasuki area lapangan sekolah dan banyak yang melihat ke arah ku. Aku merasa risih dengan hal itu, sampai ada yang menghampiriku dan memberi tahuku ruangan Kepsek, orang itu adalah Rizhan abangku sendiri.

MY LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang