Part 12

6 3 0
                                    


"Kita memang harus untuk saling percaya satu sama lain.
Namun, ada saatnya juga kita harus menyimpannya untuk diri kita sendiri."

{Anindyta Farheena}

"BANG RIZHAN!!!" raung ku sangat keras disusul dengan air mata.

Alisha dan Allina terkejut dengan raunganku yang begitu kerasnya. "Kenapa?" tanya Alisha pelan sambil mengelus bahuku.

Tak menjawab pertanyaan darinya aku memilih diam. Melamun dengan air mata yang terus menerobos keluar tanpa diminta.

"Hei ... Cerita dong ke kita." timpal Allina.

Aku menggeleng pelan. Masih tak percaya dengan bang Rizhan. Memilih memeluk Alisha yang juga langsung memelukku berniat menenangkanku.

Setelah cukup tenang aku meminta Alisha dan Allina untuk menemaniku menemui bang Rizhan.

"Plis temenin gue ketemu bang Rizhan." pinta ku pada mereka.

"Emang ada apa sama bang Rizhan?" kepo Allina. Mungkin karena terkejut gegera aku tadi yang menangis histeris.

Aku masih diam. Sampai Alisha menepuk pundakku. "Hei ... Cerita ke kita biar kita tau." aku menatap mata yang penuh kelembutan itu. "Nanti anterin ya?" masih dengan sesegukan.

"Pasti. Pasti nanti kita anterin. Tapi lo cerita dulu." ucapnya sambil memberikan air putih yang dibawa oleh Allina.

"Rumah sakit." pelanku.

Mereka mengerutkan dahi, seperti orang berfikir. "Maksudnya." mereka berucap hampir bersamaan.

"Bang Rizhan di rumah sakit." jelasku.

"Kok bisa?" kepo Allina.

"Gue gak tau kejadian pasti nya. Tapi waktu gue hidupin hp, banyak banget yang telepon sama chat gue. Pas mau gue buka, Lana telepon gue dan bilang bang Rizhan ada di rumah sakit." terangku.

"Yaudah, ayo gue anterin."

Saat kami sudah berada di dalam mobil. "Lo tauRizhan. sakitnya kan?" tanya Alisha. Aku mengangguk pertanda iya.

"Rumah sakit Medika." balasku.

*****

Sesampainya di parkiran rumah sakit, tanpa pikir panjang aku langsung turun dan berlari menuju ruangan bang Rizhan, karena tadi Lana sempat mengirimi aku pesan bahwa bang Rizhan ada di ruang no 124 lantai 3.

Masih dilorong namun telah berhenti berlari. Menatap orang-orang yang berada di depan ruangan bang Rizhan.

Aku tak sanggup untuk melangkah lebih dekat lagi. Sadar bahwa mendadak tubuhku merasa bergetar hebat.

Sampai ada sebuah tangan menepuk bahu ku pelan, dan saat itu juga aku melihat Allina dan Alisha tersenyum. Mereka menganggukan kepala meyakinkanku.

"Lo pasti kuat!" Allina memilih diam menyimak. Namun, yang membuatku menegang seketika adalah ucapan itu. Ucapan itu --- ucapan itu sama seperti apa yang dikatakan oleh bang Rizhan saat aku terpuruk.

MY LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang