Part 9

12 4 0
                                    

"Almeta Fatina." ucapku dengan nada meremehkan.

Kusadari saat itu juga ia mulai merasa takut padaku. Aku tersenyum picik kearahnya. "Kenapa? Takut lo?" tanya ku dengan tangan yang dilipat didepan dada.

"A--- apaan! Gue gak takut sama lo kali'." balanya dengan suara yang sedikit bergetar.

"Hahaha ... Gak jadi tampar gue nih? Gue kasih diskon mau gak? Tampar pipi kiri dapat pipi kanan. Mau gak?" tanyaku diselingi dengan kekehan kecil.

Ia tak membalas apa kataku. Hanya diam dan memperhatikanku dengan dendam yang mendalam,mungkin.

"Jangan jadi orang sok jago jika akhirnya lo juga yang direndahin orang." lanjutku.

Aku menepuk pelan pundaknya kemudian mencengkram kencang. Ia menepis tangan ku dengan kasar, kemudian. "Dasar cabe brengsek lo!" ucapnya sambil menapar pipi ku.

Aku terkekeh kecil karena tamparan itu tak berakibat apapun untukku. Sumpah, itu gak kerasa sakit sama sekali.

"Auuu ... Sakitnya ...." ucapku dengan nada meremehkan. "Hahahhaha ... Lo nampar apa ngelus pipi gue sih?" tanyaku.

"Tapi kasian juga pipi mulus gue ini. Disentuh sama cabe kiloan kayak lo. Jadi--" aku tersenyum sinis kearahnya kemudian balik nampar. "Gue kembaliin aja ya?"

Kulihat ia mengelus pipinya yang memerah akibat tamparanku itu. "Lebih baik gue daripada lo yang selalu memanfaatkan jabatan pak kepala sekolah itu." sinis nya.

Akibat ucapan itu, sekarang emosi ku tak terkontrol. "GUE GAK PERNAH MANFAATIN ITU TOLOL." teriakku.

Aku kembali melangkah mendekatinya, kemudian menonjok sudut bibirnya hingga robek dan mengeluarkan darah segar.

Semua tercengang dengan perlakuanku barusan. Tapi aku tak menghiraukannya sedikitpun. Mataku terus fokus pada musuh didepanku, karena ia telah membangkitkan emosi ku hingga meledak. Jadi, ia harus menanggung semua akibatnya.

Allina dan Alisha yang tau akan emosi ku yang hampir saja meledak pun mendekatiku. "Udah ya Dyt." tenang Alisha padaku.

Mereka mengelus pundak ku berniat untuk meredakan emosi ku. Sama halnya dengan Dara, Bella, Dini, Revan, Dika, dan bang Rizhan. Mereka juga menenangkanku.

"Udahlah Dyt, dia kan orangnya emang gitu. Gak usah di ladenin lah. Iyakan." mereka semua mengangguk mengiyakan ucapan Dika.

Aku berhasil meredam emosi ku. Tapi perkataan Almeta kembali membuatku meledak seketika.

"Hahaha ... BILANG AJA LO TAKUT LAWAN GUE BITCH." teriaknya mencela ku.

Aku menoleh ke asal suara itu dengan mata yang agak memerah. Aku berlari kemudian menendang perut nya sampai ia jatuh tersungkur.

Kemudian aku mendekat kearahnya. "Jangan pernah cari masalah sama gue kalau lo mau selamat." aku terkekeh pelan saat ia batuk berdarah. "Gue gak pernah mandang gender kalo adu jotos." terkekeh pelan dan menepuk pundaknya.

"ANINDYTA!"  teriakan Lana melerai pertengakan kami. Eh, ralat tapi menghentikan permainanku.

Aku berdecak pelan kemudian menatap jengah kearah Lana. "Apasih?!" ucapku kesal.

"Cukup. Lo udah buat dia batuk darah!"

"Hhhh ... Lo takut dia mati? Yaudah gih tolongin aja dia." balasku dengan berkacak pinggang bergantian menatap keduanya.

"DYTA!! IKUT GUE!!" teriaknya sambil menarik pergelangan tanganku.

Aku menatap kearahnya tajam. "CUKUP!! GUE BENER-BENER GAK NGERTI SAMA LO, SELALU AJA LO GANGGUIN GUE." balasku teriak sambil menghempas tangannya yang berada di tanganku.

MY LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang