Part 5

7.9K 1.3K 80
                                    

"Mau kemana kamu? Urusan kita yang kemarin belum selesai." Pandan menghentikan langkahnya. Menarik napas panjang dan menghitung satu sampai lima sebelum membalikkan tubuhnya menghadap atasan barunya.

"Urusan Bapak yang masih belum puas memarahi saya maksudnya? Silahkan dimulai saja kata-katanya, Pak. Saya menunggu." Pandan yang baru saja mengantarkan kopi keruangan atasan songongnya membungkukkan sedikit tubuhnya dengan sopan. Siap menerima segala kemarahan yang akan dimuntahkan oleh atasannya ini.

Mengapa ia begitu manis dan pasrah setelah sebelumnya ia tidak mau disalahkan begitu saja oleh atasannya? Jawabannya ialah, ilmu tarik ulur. Kemarin ia telah berpikir semalaman. Kalau ia terus saja melawan atasannya sebelum misinya selesai, kemungkinan besar dirinya bisa dipecat. Dan itu tentu saja akan membuat penyelidikannya hancur total. Maka pilihan yang paling bijak saat ini adalah mengalah dulu. Mengalah itu kan bukan berarti kalah. Tetapi itu adalah bagian dari strategi. Yang tertawa paling akhirlah pemenang yang sesungguhnya.

"Kenapa kamu pasrah sekali mau saya marahi padahal kemarin-kemarin kamu terus saja membantah kata-kata saya?" Pandan menghitung sudah dua kali atasannya ini menyebutnya dengan kata kamu. Bukannya anda lagi. Memilih bersikap akrab supaya lebih gampang ditindas sepertinya.

"Jadi Bapak lebih suka kalau saya terus saja membantah Bapak seperti kemarin-kemarin gitu? Tidak masalah. Saya ini flexible orangnya. Semua hal bisa saya kondisikan." Sahut Pandan sopan-sopan nantang. Wajah atasannya mulai berubah.

"Bukan bermaksud apa-apa. Kalau saya boleh memberi pendapat, sebaiknya Bapak tidak usah terlalu sering berinteraksi dengan saya. Karena dikhawatirkan hal itu akan berdampak buruk untuk kesehatan Bapak sendiri nantinya." Pandan berusaha menampilkan wajah prihatin diantara keinginannya untuk nyengir.

"Apa maksud kamu?"

"Ya hipertensi dan serangan jantung itu kan biasanya diakibatkan oleh tidak stabilnya aliran darah karena emosi yang berlebihan." Jawab Pandan kalem.

Sesungguhnya atasannya ini sangat tidak mencerminkan sikap dan tingkah laku sebagai seorang atasan. Tidak ada aura wibawa atau pun sikap yang bisa membuat orang lain terkesan padanya. Beda sekali dengan sikap ayahnya, Pak Darwis. Pak Darwis adalah sosok atasan sangat lembut dan berhati-hati baik dalam bersikap mau pun berbicara. Untuk menyebut hasil kerja seseorang itu jelek misalnya. Beliau pasti akan mengatakan kalau hasil kerja orang tersebut kurang bagus. Begitu juga saat beliau akan mereject hasil kerja staffnya. Ia akan memakai kalimat ; coba kamu ulangi lagi dengan penawaran yang baru. Yang ini masih kurang sempurna. Walau pun semua perintahnya diucapkan dengan kalimat yang lembut, namun tidak ada satu pun orang yang berani membantah kata-katanya. Kesan yang timbul, orang-orang bukannya takut, tetapi malah segan. Sikap seperti inilah yang tidak dipunyai oleh Pak Arsene, putranya. Pak Darwis membuat orang-orang menyeganinya. Sementara Pak Arsene membuat orang menakutinya. Pandan sudah bisa menyimpulkan sifat keduanya walau baru saja bekerja seminggu lebih di sini.

"Siapa sebenarnya kamu ini? Apa benar kamu ini hanya seorang tamatan SMP?" Desis atasannya marah bercampur heran.

Waduhhh... gaswat ini. Sepertinya atasannya mulai mencurigai jati dirinya. Langkah selanjutnya ia harus lebih berhati-hati lagi. Tanduk dan taringnya sebaiknya harus ia sembunyikan dulu.

Bunyi ketukan pintu yang disertai suara merdu Mbak Verina, untuk sementara menyelamatkannya dari keharusan menjawab pertanyaan atasannya. Mbak Verina masuk diiringi oleh seorang gadis cantik berbusana ketat berwarna hijau daun. Penampilan gadis ini mengingatkan Pandan pada lontong. Apa nggak sesak napas itu si mbaknya?

"Selamat pagi, Pak Arsene. Ini Bu Fenita Mawardi yang akan menggantikan Bu Intan." Mbak Verina memperkenalkan si mbak-mbak cantik yang kini sedang berjabat tangan dengan atasannya.

Love Of My Life (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang