Part 6

7.9K 1.2K 107
                                    

Pandan terbangun ditengah malam karena mimpi buruk. Ia bermimpi kalau perusahaan mereka bangkrut dan kakaknya malah masuk penjara. Masih begitu jelas terekam dalam benaknya, kakaknya berteriak-teriak histeris dan mengatakan kalau ia tidak bersalah sebelum beberapa orang polisi meringkusnya. Pandan terduduk tegak diatas tempat tidurnya dengan tubuh yang gemetar dan keringat dingin yang terus saja mengalir. Mimpi itu seolah-olah begitu nyata. Kakaknya terus saja berteriak-teriak dan menoleh kebelakang sambil mengatakan kalau ia tidak bersalah. Dan ia sendiri yang berlari mengejar kakaknya, meminta para polisi itu untuk membebaskan kakaknya. Ia seolah-olah sedang menonton dirinya sendiri di dalam mimpi itu.

Pandan turun dari pembaringan dan bermaksud untuk kedapur dan membuat segelas susu hangat. Biasanya kalau ia terbangun ditengah malam dan tidak bisa tidur lagi, segelas susu hangat akan membantunya rileks dan bisa tertidur kembali. Pandan menjerit kaget saat melihat ada bayangan hitam yang tidak bergerak saat melewati ruang tamu. Dengan segera ia menekan saklar dan menghidupkan lampu. Ia menarik napas lega saat melihat ternyata bayangan hitam itu adalah kakaknya yang sedang duduk diam sambil merokok di ruang tamu. Kakaknya seketika menyipitkan matanya karena silau saat tiba-tiba saja lampu menyala.

"Abang ngapain duduk sendirian gelap-gelapan di sini?" Pandan menyusul duduk di samping kakaknya. Pandangannya tertuju pada asbak rokok yang hampir penuh oleh belasan puntung rokok yang sebagian masih mengeluarkan asap. Kakaknya pasti sedang susah hati. Makanya ia duduk menyendiri dan terus merokok tiada henti.

"Abang lagi banyak pikiran, Ndan," Sahut kakaknya lesu.

"Duduk sini, Dek. Temani Abang sebentar." Kakaknya menepuk-nepuk sofa empuk disampingnya.

Pandan berjalan ke sofa dan duduk tepat disamping kakaknya. Ia memeluk lengan kekar kakaknya dan merebahkan kepalanya dipangkal lengannya. Nyaman sekali dalam posisi seperti ini. Kakaknya otomatis memeluk bahunya dan kembali diam seribu bahasa. Pandan juga tidak bersuara. Ia tahu bentuk dukungan terhadap seseorang itu tidak melulu hanya melalui kata-kata. Pelukan hangat dan sikap mendukung dalam diam terkadang malah lebih terasa ketimbang untaian kata-kata.

Ia dan kakaknya adalah saudara kandung. Darah mereka sama dan dibesarkan dalam ruang lingkup yang sama pula. Apa yang ada di dalam hati kakaknya, ia tahu tanpa yang bersangkutan mengungkapkannya. Saudara adalah sahabat abadi. Ketika orang tua dan dunia tidak mengerti akan keinginan kita, yakinlah saudara pasti akan mengerti. Bersama dengan saudara, kita tidak perlu mengatakan apapun. Kita bisa duduk dalam diam bersama-sama dan tetap merasa nyaman satu sama lain tanpa perlu melakukan apa-apa.

"Project yang kemarin Abang tawarkan pada teman-teman lama Abang, gagal lagi, Dek." Sahut kakaknya lesu. Kakaknya kini meremas-remas rambutnya dengan tangan kirinya yang bebas.

Pandan tahu, Bang. Sahut Pandan dalam hati.

"Abang bingung harus melakukan apalagi untuk mempertahankan kelangsungan perusahan keluarga kita, Dek. Project-project besar kita gagal semua. Padahal Abang sudah berusaha seinovatif mungkin untuk membuat design-design terbaru. Secermat mungkin menghitung cost agar project ini goal. Abang sampai berani menanggung resiko dengan mengambil keuntungan hanya sepersekian persen yang penting project jalan dulu. Tetapi tetap saja begini hasil akhirnya." Keluh kakaknya lesu. Dengan tangan kirinya yang bebas ia kini memijit-mijit pelipisnya.

Wajah tampan kakaknya terlihat begitu muram dan tidak bersemangat. Untuk pertama kalinya kakaknya tampak patah arang. Pandan sedih. Ia ikut sakit hati melihat keadaan kakaknya. Ia tidak suka melihat kakaknya dalam keadaan rapuh seperti ini. Bahunya yang biasa tegak, kini turun dan mencelos. Pandangan matanya kosong. Kakaknya tampak kalah. Pandan kasihan sekali melihat semua usaha kakaknya berakhir sia-sia.

Love Of My Life (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang