Prolog

1 1 0
                                    

        Oriana tidak ingat berapa lama dia menangis, sebab setelah itu dia jatuh tertidur. Hawa dingin di sekitar kaki membuatnya terbangun. Dia tidak tahu apakah ini pagi atau malam. Dari jendela terlihat keadaan di luar yang masih gelap. Tubuhnya terasa berat saat dia hendak bangkit dari tempat tidur. Persendiaannya lemas. Energi dalam tubuhnya seakan tersedot habis. Ia mengusap ingus yang keluar dari hidung. Dia pikir akan terserang flu.
       
        Ketika menjejakkan kakinya ke lantai, mendadak ada sesuatu yang merambat dari telapak kaki menuju pangkal paha. Seperti ribuan semut yang hendak melumatkan kaki. Atau lebih tepatnya, ribuan jarum yang menusuk seluruh kulit.

        Ini gawat. Oriana bukan lagi akan terserang flu, tapi memang sudah terserang flu. Dia berdiri dan melenguh. Pinggangnya terasa kaku. Dia berjalan dengan menyeret kedua kakinya. Ia hendak mengambil tisu di depan kaca rias. Namun aneh, rasanya meja rias itu terasa jauh. Atau mungkin karena dia berjalan terlalu pelan?

        Oriana menghentikan langkahnya sebentar untuk meredakan napasnya yang sesak. Belum pernah dia menderita flu separah ini. Kesedihan memperparah sakitnya. Dia belum percaya telah kehilangan Bloni. Dia berjalan lagi, dengan berhasil mengambil sehelai tisu, lalu mengusapkan ingus dengan tisu itu.

        Tiba-tiba terdengar suara mendesis. Sudah lama suara itu tidak terdengar. Hatinya menjadi tidak enak. Tangannya hendak meraba saklar lampu kamar, saat dia menatap bayangannya sendiri dalam cermin yang terlihat acak-acakan. Pencahayaan kamar sangat minim, tapi Oriana bisa melihat rambutnya yang tegak berdiri.

        Klik.

        Lampu menyala dan bayangan di cermin menjadi jelas. Oriana terkejut. Dia baru sadar, bayang di cermin itu bukan dirinya. Dadanya berdentam dengan irama cepat. Dengkulnya ikut bergetar. Di dalam cermin, terdapat perempuan dengan kulit wajah dipenuhi keriput. Mata perempuan itu memelotot. Oriana menjerit keras. Sosok dalam cermin juga menjerit. Mulutnya yang hitam terbuka lebar, seakan hendak menelan tubuhnya bulat-bulat.

"Pergi! Pergi!"

        Oriana tercekat. Dia terlalu takut untuk menyadari bahwa suara yang keluar dari tenggorokannya, bukanlah suaranya sendiri

➡TBC

    
Jangan lupaa vote and comment!!!
Thankyou reader's♡
       
Salam dari Lalaa

Days Of TerrorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang