II-Hanya

65 4 0
                                    

Aku mengerjap dan yang pertama kali aku lihat adalah ruangan berwarna putih polos dan aroma obat-obatan yang menusuk hidung, sudah pasti aku sedang berada di rumah sakit. Badanku terasa berat dan tangan kananku terasa hangat seperti ada yang menggenggamnya.

Ku tolehkan kepalaku ke arah kanan dan ternyata yang menggenggam tanganku adalah ayah yang tengah tidur, kulihat dan kuamati wajah ayahku tampak kerutan halus di dahinya meskipun sudah berumur hampir setengah abad namun tetap sangat menawan parasnya.

Tiba-tiba tenggorokkanku terasa sangat kering dan aku berusaha menggapai gelas di nakas dengan berusaha tanpa membangunkan ayah, karena melihat gurat kelelahan ayah membuatku tidak tega untuk membangunkannya.

Dengan sekuat tenaga ku raih gelas di nakas dan menahan rasa sakit di badanku namun tak juga sampai tanganku meraihnya malah membuat ayah merasa terganggu dan akhirnya ia terbangun. 

"Rena sudah bangun sayang? Gimana? Sudah baikan? Ada yang sakit? Kamu mau ngapain tadi? Kenapa nggak bangunin Ayah?" tanya Ayah beruntun, yang membuatku bingung harus menjawab yang mana terlebih dulu.

Dan hanya ku balas dengan ku elus tangan ayahku yang menandakan aku baik-baik saja, lalu ku raih pena di saku ayahku dan menuliskan sesuatu di atas telapak tangan ayahku. Setelah membaca apa yang aku tulis, ayah bergegas mengambilkan ku minum dan membantuku untuk minum.

"Rena, kalau ada sesuatu yang kamu inginkan jangan lupa bilang sama Ayah oke?" pinta ayahku, dan ku jawab dengan mengangkat tanganku dan menyatukan jari telunjuk dan ibu jariku.

Lalu tiba-tiba pintu kamar inapku terbuka dan berdirilah di sana sekertaris pribadi ayahku, "Pak, 15 menit lagi Bapak harus ke Bandung untuk pertemuan dengan kolega dari Jerman." ujar sekertaris pribadi ayah. "Haah…pasti Ayah pergi lagi habis ini." pikirku.

Lalu Ayah beranjak dari kursi dan meletakkan gelas di nakas, "Apa kamu tidak lihat anak saya sedang sakit di sini? Kamu bisa kan meng-cancel rapatnya."  ujar Ayah.

"Tapi Pak, kolega ini sangat penting dan sangat berpengaruh bagi perusahaan kita. Mereka petinggi-petinggi perusahaan yang menanamkan saham paling tinggi di perusahaan kita, kalau Bapak membatalkan rapat ini bisa-bisa saham kita menurun drastis pak." tutur sekertaris ayah.

"Haah.. Baiklah, kalau begitu kamu siapkan file untuk presentasi nanti dan keperluan saya." ujar Ayah. 

Aku kecewa pastinya karena baru saja Ayah bersama denganku dan sekarang harus pergi lagi, inginku menangis dan melarang Ayah pergi tapi apa daya urusan perusahaan itu memang penting.

"Rena sayang, maafkan Ayah harus pergi ke Bandung. Ayah janji tidak akan lama, lusa Ayah pulang. Ayah janji setelah Ayah pulang, Ayah akan menuruti semua keinginan Rena."

Aku sedih tentu saja tapi aku tak mau menunjukkan kesedihanku ini ke Ayah, jadi aku tutupi dengan senyuman paksaku yang ku usahakan setulus mungkin. 

Lalu Ayah mengelus rambutku dan mencium lama keningku, ah hangatnya dan aku ingin merasakan ini lebih lama lagi. Andai waktu bisa dihentikan pasti aku akan menghentikan waktu ini untuk selamanya, egois memang tapi aku tak peduli.

Ayah telah pergi meninggalkan ruangan ini  dan di sini hanya tersisa diriku, sunyi sekali hanya ada suara jam berdetak.

Tak terasa bulir-bulir bening menetes dari mataku, aku menangis tak bersuara rasa sesak di dadaku amat terasa sakit bagaikan beribu-ribu ton beban menimpaku.

Inginku berteriak sekencang-kencangnya tapi apa daya suara yang tak mau keluar, hanya untuk mengucapkan sepatah kata saja tak mampu apalagi untuk berteriak.
Lalu tiba-tiba pintu ruang inapku terbuka dan nampaklah Bi Inah di sana dengan wajah yang sangat khawatir, dengan segera ku hapus air mataku. "Ya ampun non disini sendiri? Tuan Aji dimana?" tanya Bi Inah.

Lalu ku tarik tangannya dan ku tuliskan sesuatu di atas telapak tangannya, dengan segera Bi Inah mengambilkan buku untuk ku menulis. "Ayah tadi ada di sini, cuman Ayah harus buru-buru ke Bandung ada urusan penting yang nggak bisa ditunda." tulisku, dan Bi Inah hanya mengangguk memaklumi.

"Ya sudah, gimana keadaan non? Sudah enakan? Masih sakit atau nggak?" tanya Bi Inah, "Sudah enakan kok bi, cuman rada pusing dikit."  jawabku. "Ya sudah, non sekarang istirahat aja dulu. Kalau nanti ada apa-apa bilang aja sama bibi, bibi di sini kok nungguin non." ujar Bi Inah, dan aku hanya mengangguk. Tak terasa mataku rasanya berat dan aku terlelap menjelajahi dunia mimpi.

~TBC~

Jangan lupa vote & comment yaa!!
Kritikan membangun sangat diperlukan❤
Love yaa💕

Banyuwangi

Yuyui94

Bisakah Ayah? [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang