The Built Breakup

78.8K 3.8K 125
                                    

MALAM itu hujan mengguyur kota yang sudah menjadi tempat kelahiran Galiya. Rintihan yang cukup kencang dan akan terdengar jelas seketika saja bak ditutupi dinding kedap. Tangisan Galiya tak terdengar gaungnya. Kalaupun ada yang mendengar, tidak akan peduli pada suara tersebut. Kesendirian Galiya teramat jelas. Dia tak memiliki siapapun untuk membagi gundah yang sedang dirinya rasa. Hidupnya seolah terlalu mudah sampai membuat lelucon baru setiap saatnya. Tak cukup kehilangan kedua orangtuanya dalam kecelakaan yang membawa mereka ketika hendak menyambangi Galiya yang saat itu melewati persidangan, kehilangan suami karena ketidaklogisan, dan sekarang... Galiya harus dilimpahi tanggung jawab yang datangnya sama sekali tak dirinya inginkan.

Dia mencoba mengeluh ketika kehilangan kedua orangtuanya, tapi ternyata mengeluh tak menimbulkan dampak apa-apa. Tak mengeluh juga tak menangkal apa-apa. Ketika sadar, Galiya sudah terlalu dalam merangkak dalam kubang salah dan menyedihkan. 

Dipandanginya kembali hasil tes yang rumah sakit kirimkan melalui pos. Hasil dari rumah sakit dan dokter terkenal tak akan pernah bebrohong, kan? Ini bukan pertama kali dirinya memeriksa. Sudah ada dua tahap yang dirinya lakukan. Pertama, alat tes yang akuratnya sudah tak perlu diragukan lagi. Kedua, dokter yang mengatakan dugaan itu benar. Lalu tahap terakhir ini, hasil tes darahnya memang mengatakan hal yang sama. Galiya hamil.

*

"Galiya... aku mohon. Aku mohon..." Anandra memohon dengan berlutut di depan Galiya. Kedua telapak tangan yang ditangkupkan menambah proses itu semakin sengit. "Aku mohon, Galiya... jangan, jangan membunuhnya."

Galiya tak pernah melihat pria itu melakukan hal ini sebelumnya. Memohon padanya dengan cara seperti ini. Bahkan tangisan pria itu teramat menyakitkan untuk Galiya saksikan. Niat Galiya datang ke rumah sakit itu adalah untuk meluruhkan nyawa yang tidak akan mendapat kasih sayang utuh dari mereka. Namun, kedatangan Anan membuyarkan rencana apik yang sudah Galiya buat.

"Lalu apa? Apa yang akan kamu lakukan dengan memaksa aku memertahankannya, Anandra?!" bentak Galiya dengan tangisnya yang mulai pecah. "Apa kamu nggak sadar? Dengan membuatnya hidup, dia hanya akan tersiksa?! Apa kamu nggak tahu kalau kita sudah membuatnya hadir karena kesala---"

"KALIAN BUKAN KESALAHAN!"

Anandra menghentikan ucapan Galiya. Membuat wanita itu sukses bungkam ditempat. Anandra sudah melakukan kesalahan itu sendiri, bukan Galiya ataupun bayi yang mantan istrinya kandung.

"Aku yang salah, Galiya... aku yang salah, bukan kamu ataupun anak kita."

"Brengsek sekali kamu, Anan. Bagaimana bisa kamu mengatakan kalau hanya kamu yang salah? Apa kamu ingin membuat aku terlihat lebih jahat dengan bahasa yang memuji? Apa kamu sedang bermain-main sekarang?"

Anandra menggeleng sekeras yang ia bisa. "Lupakan itu. Galiya... aku ingin anak kita tetap hidup. Cukup kita berdua saja yang dikecam sebagai pendosa, jangan membuat kamu semakin berdosa dengan menghilangkan nyawa calon manusia."

Dunia memang begitu kejam pada Galiya. Sudah besar usaha wanita itu untuk melepaskan Anandra, tetapi justru semakin didekatkan dengan mantan suaminya seperti ini.

"Aku ingatkan kamu, Anan... kalau kamu adalah seorang suami dari perempuan yang sudah kamu ikat. Bagaimana bisa kamu berteguh memertahankan anak dari perempuan lain? Ah, aku ingat... kamu juga melakukan hal yang sama ke aku, dulu. Iya, kan?" Galiya berdecih memaksakan seringai ditengah derasnya airmata. "Kamu pernah ada diposisi ini. Bukan, begitu? Yang berbeda, aku sedang hamil sekarang. Dan kamu punya alasan untuk bersikap sama--"

"INI SEMUA KARENA AKU MENCINTAI KAMU! AKU MENCINTAI ANAK KITA!" Anan berteriak sekali lagi untuk menekan getaran suaranya akibat tangis. "Apa kamu nggak bisa melihatnya...? Aku nggak akan melepaskan kamu kalau aku nggak mencintaimu, Galiya."

The Built Breakup / TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang