Bulan Pertama ; 1.4

35.5K 3K 61
                                    

PECAH sudah semua tangis Arini. Menantu yang sudah dia sayangi begitu dalam, terpaksa dipisahkan darinya dengan alasan demi kebaikan bersama tanpa tahu bahwa alasan sebenarnya sangat tidak masuk akal. Putranya ingin menyelamatkan seorang sahabat masa kecil demi kelangsungan hidup perempuan itu, tapi justru menengelamkan biduk rumah tangganya yang sangat positif kacau dengan semua rancangannya.

Agustin dengan baik hatinya membawa permasalahan itu ke ruangan yang lebih manusiawi. Dia masih memiliki hati super baik dengan menyembunyikan aib tersebut dari banyak orang-orang yang lalu lalang di rumah sakit tersebut. Ekspresi pertama yang Arini berikan adalah bingung.

"Tapi... tapi Galiya dan putra saya sudah tidak tinggal di satu atap yang sama." Arini mencoba untuk tidak berpikiran buruk, tapi nyatanya memang fakta tersebut sangat buruk.

Bagaimana bisa seorang Anandra yang dirinya besarkan dengan sangat baik, sopan, ramah, dan keras(dari ayahnya) menjadi begitu sangat sembrono dengan menodai seorang mantan istri yang sangat dicintai keluarga mereka.

"Maafin aku, Ma."

Agustin mendengus keras mendengar pengakuan tersebut. Meminta maaf pada Arini saja tak akan cukup rasanya. Yang sangat dirugikan saat ini adalah Galiya. Bagi teman yang dimintai segala bantuan mengenai keadaan si kecil di dalam perut Galiya, Agustin tidak terima.

"Minta maaf ke bu Arini? Buat apa Anandra?! Yang Anda hamili itu Galiya, bukan mama Anda!" kecam Agustin dengan begitu menggebu-gebu. Bodohnya memang dia mengucapkan fakta tersebut di depan Arini yang sudah terlampau tua dan seharusnya tidak mendengar banyak kalimat kasar.

Untungnya Arini memiliki sense  yang hampir serupa dengan Agustin, jadi wanita baya itu justru mendukung ucapan Agustin dengan sama menggebunya. "Minta maaf sama Galiya! Tanggung jawab atas perbuatanmu sendiri! Mama nggak mau cucu mama dilahirkan dalam keadaan yang begini!"

Agustin kembali mengambil alih pembicaraan dengan menghentikan ocehan Arini megenai kelahiran bayi yang Galiya kandung. "Maaf sebelumnya, Bu Arini. Tapi Galiya sudah berniat mencari seorang kenalan dokter untuk menggugurkan kandungannya."

Arini langsung terserang stres saat itu juga.

*

Berulang kali Galiya membiarkan nomor yang tak dikenal itu menelepon ponselnya yang aktif. Berulang kali, bahkan banyak pesan masuk yang menanyakan keberadaannya. Galiya tidak tertarik untuk membalasnya. Dengan melihat apa kalimat yang masuk saja Galiya paham bahwa Anandra yang menghubunginya.

Kamu dimana? Galiya kita harus bicara.

Begitu seterusnya kira-kira kalimat demi kalimat yang Anan serukan dalam pesan. Dan tidak hanya sekali dua kali, tapi berulang kali dirinya diteror dengan kalimat yang sama. Meski pria itu belum mengungkapkan apa keinginan utamanya menginginkan waktu untuk bertemu, tapi Galiya bisa merasakan jika Anan tahu sesuatu mengenai janin yang ada dalam perutnya.

Kalau sudah menyangkut si mahluk kecil, bagi Galiya semua tidak akan mudah-mudah saja untuk dilakukan. Apalagi bagi mereka yang statusnya sudah berpisah.

"Mahluk kecil... aku nggak ingin bertemu dengan dia. Apa kamu dengar? Aku nggak ingin bertemu dengannya. Kamu harus membantuku." Galiya berusaha mendapatkan dukungan dari si mahluk kecil yang belum bisa mendengar suaranya.

Kita ketemu, atau aku yang memaksa mencari tahu rumahmu yg skrang dari anak buahku?

Itu lebih berbahaya lagi. Kalau Anan tahu tempat tinggalnya sekarang, semua bisa hancur. Anan paling tak suka dengan rumah yang menurutnya tidak memenuhi kualifikasi untuk ditinggali, dan saat ini Galiya menempati tempat yang tidak masuk dalam kualifikasi pria itu. Bisa saja Anan menghalalkan segala cara untuk membuatnya pindah jika tahu keadaan Galiya yang serba sederhana saat ini.

Jalan Roastat tmpt makan seberang hotel. Aku tunggu disana jam 5.

Begitulah akhirnya. Galiya tetap harus menuruti pertemuan ini agar Anan tak berusaha menemukannya sendiri.

The Built Breakup / TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang