Ini Aku, Anakmu

4 1 0
                                    

Sabari Riandana.

Sepuluh tahun yang lalu aku dilahirkan ke dunia. Dalam keadaan psikis yang tidak bisa dikatakan normal. Ayahku tidak menerimanya sehingga ia meninggalkanku beserta ibuku. Ayahku telah menikah kembali dengan seorang wanita yang cantik. Melupakan ibu dan tidak lagi menafkahi ibuku.

Aku tidak tahu mengapa ayah begitu membenci ku. Sampai saat ini aku belum pernah bertemu dengan ayah kandungku. Begitu hina kah diriku hingga ayahku sendiri tidak ingin bertemu denganku. Sepertinya ayah tidak pernah memikirkanku, mungkin untuk mengingatnya pun ia tidak ingin.

Jika kamu pikir aku dirawat baik oleh ibu, kamu sangat salah. Ibu selalu asik sendiri dengan semua aktivitasnya. Selalu mengabaikanku. Ketika ada tamu yang datang ke rumah, ibu tak pernah mengenalkan ku pada tamunya. Bahkan ia menyembunyikan ku di salah satu bilik lemari.

Sama halnya dengan ayah, ibu juga mengabaikanku. Mungkin jika tidak dirawat bibi (adik dari ibu), aku akan mati kelaparan. Ibu benar – benar mengabaikanku. Tidak memikirkan bagaimana hidupku, makananku, dan kebutuhan ku yang lainnya.

Sempat merasa ingin pergi dari dunia ini, tapi aku teringat kata – kata bibi yang akan selalu aku ingat dan menjadi penyemangat untuk tetap hidup, “jangan putus asa, kamu masih punya bibi di sini. Bertahanlah dan bersabarlah untuk bibi.” Bibi sangat baik kepadaku.
Ia selalu merawatku, memberi makan, memberi pakaian, serta menyekolahkanku. Bibi juga selalu membelaku ketika ibu memarahiku dan melukai fisikku. Aku ingin tinggal setiap saat bersama bibi, tapi apa daya ibu selalu memarahiku ketika hendak mengemasi pakaian untuk pindah ke rumah bibi.

Tapi itu tidak membuatku untuk membenci ibu. Karena bagaimana pun juga beliau ada ibu kandungku, yang telah mengandung dan melahirkanku. Meskipun aku diabaikan, dimarahi, dicaci dan dimaki, aku tetap menyayangi ibu.

Kekerasan fisik yang aku terima juga tidak melunturkan rasa sayangku terhadap ibu. Mungkin ini sudah menjadi takdirnya yang telah ditulis di Laumahfudz. Aku juga tidak tahu dosa apa yang telah diperbuat di kehidupanku sebelumnya.
Banyak sekali pertanyaan yang selalu mengganggu pikiranku. Dimana ayahku sekarang, apakah ia memikirkanku? Kapan ibu akan meluangkan waktunya untuk berdiskusi denganku? Aku sangat menginginkan kehidupan yang layak untukku. Dimana aku hidup bahagia bersama kedua orang tuaku. Aku merindukan sesuatu yang tidak pernah kualami. Bahkan wujud ayah saja aku tidak tahu bagaimana.

Setiap kali aku bertanya ibu selalu mengabaikan dan menyentaknya, “mau apa kamu tanya-tanya ayah kamu? Dia pergi gara-gara kamu lahir ke dunia ini! Andai saja kamu tidak terlahir di dunia, aku bakalan hidup bahagia dengan suamiku! Aku menyesal .......



































Kira-kira kelanjutan omongan ibunya apa ya?? Yukkk ikutin terus ceritanya^^

Sepucuk Surat SabariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang