Chapter 2 (Move Town)

55.5K 2.8K 175
                                    

Tidak terasa sekarang aku sudah kelas 4 SD. Aku telah mengalami 3,5 tahun yang suram di sekolah ini. Aku agak senang saat ayahku bilang bahwa kita akan pindah ke luar kota yang jauh dari sini hingga aku SMP. Senangnya bisa berpisah dengan teman temanku yang ada disini.

"Kita disana mau tinggal dimana yah?"

"Dirumah kakakmu dulu aja bu, kamarnya masih ada yang kosong kan?"

"Iya. masih ada"

"Yaudah kita disana dulu aja sampai kita nemu rumah atau apartment lah"

"Iya yah ibu setuju"

Aku hanya menguping omongan kedua orangtuaku. Aku pura pura saja mendengar lagu menggunakan earphoneku. Aku memang sudah terbiasa berbohong karena jika aku terlalu jujur, sengaja tidak sengaja aku pasti akan tersakiti.

Aku ingat sekali tante dan om ku yang ada di kota tersebut. Mereka sangat pelit. Begitupun kedua anak mereka yang sudah beranjak dewasa. Mereka perhitungan dan bisa dibilang salah stu dari mereka agak sombong. Aku memang tidak seharusnya menjelekkan keluargaku seperti itu walau kepada diriku sendiri.

"Kak kamu gapapa kan kita pindah ke luar kota?"

"Gapapa kok bu, aku malah seneng"

"Kenapa?"

"Aku disini gak punya temen"

"Salahmu sendiri tidak mau bersosialisasi"

Apa? Salahku? Bukannya dulu kalian yang melarangku bersosialisasi dengan siapapun? Tapi.. Abaikan saja lah.. Aku tidak ingin dimarahi sepanjang jalan pulang.

"Kita pergi besok ya kak"

"Iya yah"

"Kamu mau pamitan sama temen temen kamu?"

"Gausah yah. Langsung pindah aja gapapa kok, gausah basa basi lagi sama temen temen"

Aku hanya mendengus dan menoleh keluar jendela. Orangtuaku menggeleng heran dan melanjutkan perencanaan pindah. Aku harap hidupku membaik, bukannya makin parah.

Hidupku memang penuh dengan paranoid dan depresi. Selama hidupku aku memang tidak pernah bisa tenang. Walau makin kesini aku makin cuek, tetapi tetap saja perasaan tidak bisa dimainkan.

~skip when we arrived at the new town~

Aku melihat sekitar dengan takjub. Sudah lama aku tidak kemari, terakhir kalinya adalah saat aku umur 4 tahun, Saat masa masa paling sulit adalah memilih crayon.

Ayahku memberhentikan mobilnya perlahan dirumah tanteku. Aku menghela nafas panjang dan turun membawa koperku masuk. Oh god, jangan sampai ada nasib buruk yang menimpaku disini.

"Rose! Kalian sudah datang!"

Tanteku berlari keluar dan memelukku. Aku hanya diam dan tersenyum kecil. Tidak berani berkata kata dan hanya salim lalu membawa koperku masuk. Ya aku tau itu tidak sopan sama sekali.

"Jadi kita tidur dimana?"

"Kita terpaksa tidur satu kamar kak"

"Hah?!"

"Kalau gamau kamu tidur disofa aja"

"Yaudah deh gapapa"

Aku menghela nafas dan mengikuti ibuku ke kamarnya. Aku memasuki kamarnya dan WUUUSSHHH, udara panas seketika menerpa. Tidak ada ac, tidak ada kipas angin. Tidak seperti dikamar mereka dan anak anaknya yang dilengkapi ac dan kipas sekaligus. Wow, ternyata mereka terbukti memang pelit.

"Apa kita benar benar tidur disini?"

"Ya iyalah"

"Mending aku tidur diluar aja, anginnya masih geber geber"

"Yaudah sana aja disofa"

Ayahku memasang nada sinis dan menutup pintu kamarnya. Aku mendengus kembali dan duduk disofa ruang tamu yang bersebelahan dengan kamar tadi. Ya paling tidak disini lebih dingin. Aku berbaring sejenak disana dan lama lama tertidur dengan sendirinya.

Keesokan harinya, aku dan ibuku survei sekolahan sedangkan ayahku pergi bekerja. Aku mulai bersemangat karena akan bertemu teman baru. Aku gaboleh kuper lagi, aku butuh teman.

Akhirnya kita sampai di salah satu sekolahan komplek. Ya karena mungkin hanya disekolah itu yang masih ada bangku kosong. At least, mudah mudahan aja aku punya teman yang lebih setia dan mau membelaku.

Ibuku telah masuk ke ruang guru untuk mendaftarkanku. Aku hanya memutari sekolah ini. Sekolah ini cukup baik walau lebih kecil dari sekolahku sebelumnya. Duh aku jadi degdegan..

Keesokan harinya, karena aku dapat memulai sekolah kembali aku dengan semangat membereskan buku, mengganti seragam dan mengikat rambutku. Aku harus belajar mengikat rambut sendiri mulai sekarang.

Aku diantarkan ibuku dengan motor tanteku ke sekolah. Dadaku berdebar kencang karena senang. Dengan siapa ya aku akan bergaul?

Aku berjalan sambil melompat kecil ke kelas yang sudah diarahkan oleh guruku. Aku masuk perlahan ke kelas. Dan apesnya nasibku, sekarang lagi ulangan bahasa yang tidak aku ketahui. Aku yang disuruh ikut ulangan, hanya menjawab asal. Dann, karena nilaiku paling jelek dikelas, timbullah kembali ejekan ejekan yang aku kira akan lepas dari pikiranku. Aku hanya bisa tersenyum dan merobek kertas ulanganku. Aku tidak kuat menahan ejekan ejekan itu.

"Hey, gapapa kok kalau nilaimu kecil. Kamu kan pindahan"

"Iya, makasih ya"

"Sama sama"

"Namamu siapa?"

"Fitri"

"Aku Rose"

"Oh hi Rose"

Aku melihat Fitri yang tersenyum padaku. Aku tersenyum kembali dan mulai merasa agak terhibur dengan kedatangan Fitri walau mungkin hidupku makin kesini akan makin berat.

A Psychopath LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang