kamu yang pertama

1.6K 25 0
                                    

Aku memandang Opal dengan bergairah, dia laki-laki yang menakjubkan. Laki-laki yang kutunggu selama ini. Sudah 5 tahun bersamanya kulalui suka maupun duka. Ayah sangat percaya dengan Opal bahkan memberinya modal untuk usaha, tante Rina yang notabene ibu Opal jadi sangat akrab dengan ayah. Itu memudahkan kami bertemu dan selama 3 tahun itu hubungan kami sudah melebihi teman. Berpelukan, tidur barengan bahkan ciuman bibir pun bukan hal asing bagi kami.

Opal sibuk mengetik tugasnya dikamar kos Opal yang lumayan  bagus dari pada kos ku. Aku tiduran diatas kasur sambil memegangi remote tv dan menganti-ganti chanelnya. Opal terlihat serius sekali, aku enggan mengganggunya. Kasihan, pasti ia akan keteteran gara-gara aku.

“kalo ngantuk tidur aja lis. Aku lama, sekalian abis itu kita jalan yuk!”

“ayukkkk, ya udah aku tidur dulu!”

Aku memeluk guling Opal dan membalikkan tubuhku membelakang Opal yang duduk dibawah. Jujur aku merasa bergairah jika bredekatan dengan Opal, ingin mencumbuinya tak henti. Tapi aku takut bercinta, sex, ml. Sesuatu hal yang belum pernah terpikirkan.

Aku baru akan memejamkan mata, tiba-tiba dari belakang Opal memelukku dan tangannya diletakkan diatas dadaku. Hangat dan nyaman sekali. Nafasnya memburu menerpa kulit leherku. Bibirnya mengecup lembut tengkuk ku yang terbuka. Aku menahan rasa geli dan merinding dibtubuhku.

“pal cium bibirku sekalian dong, lama ga cipokan kita!”

Opal sontak melepas pelukannya dan mengangkat tangannya dari dadaku. “ maaf ya lis, bukan maksudku untuk melecehkanmu. Aku Cuma...”

“ga apa? Kan udah biasa juga kan?” kataku sambil memegang dada bidangnya dan memandangnya lekat. Ya tuhan gantengnya makhluk satu ini.

Aku rengkuh dan kupeluk, dadanya berdebar keras. Terasa ada sesuatu yang berbeda yaang kurasa dari Opal. Nafasnya memburu dan jantungnya berdetak cepat. Belum sempat berpikir banyak Opal langsung melumat bibirku dengan bernafsu. Ia menindihku dan begitu bernafsu menciumi bibirku, hidungku, pipiku, dahiku, daguku dan kembali menciumi bibirku. Jemarinya mengelus lembut kepalaku, aku suka sekali dengan dia.

“aku ga tahan lagi lis!” ia mengerang tertahan dan mulai mengecupi leherku dengna bernafsu.

Ada rasa takut, tapi aku tak peduli. Opal menyentuh lembut dadaku dan membelainya, tubuhku menghangat. Ia membuka kemejaku dan mulai mengecupi dadaku, aku terhanyut tak bisa menolak. Rasanya seperti diawan-awang.

Ia melepas kaosnya dan terlihat dada bidangnya yang berotot diusianya yang baru 21 tahun lebih ini. Kemudian ia melepas celananya hingga tinggal memakai celana dalam abu-abu pemberianku saat ulang tahunnya kemarin.

Ia menarikku agar duduk dan memelukku, tubuh kami menyatu, panas tubuhnya mulai menyebar ketubuhku. Ga ada rasa malu atau canggung, bahkan aku sangta mneyukai keadaan kami saat ini. Mungkin otakku sudah mulai gila.

“aku lepas bh mu ya lis?”

Aku mengangguk pasrah. Opal berhati-hati melepas bhku dan menaruhnya dibantal. Ia memandang takjub, dan tanpa berkata banyak ia langsung membelai dadaku lembut. Bibirnya melumat lagi bibirku dan kali ini ia berani memainkan lidahnya dimulutku, aku tak tau kenapa aku malah membalas lidahnya, aku baru kali ini merasakannya. Tapi aku menyukainya, lidah Opal lembut dan hangat.

Kemudian bibirnya turun menelusuri leherku dan menuju dadaku. Ia mengecupi lembut dadaku, dan mengulumnya. Aku menggigil antara rasa geli dan melayang. Aku tekan kepala Opal kedadaku.

Aku mengerang agak keras saat puting payudaraku dikulumnya kuat, jadi seperti inikah rasanya sentuhan lelaki. Opal terlihat mulai berkeringat dan terengah. Aku merasa benar-benar menginginkan Opal. Opal melepas rok panjangku dengan hati-hati, ga terburu nafsu. Ia menyentuh lembut dan menciumi kakiku dari ujung jari-jari dan membelainya.

Aku merasa sudah sangat menginginkan Opal, begitu juga dia, tapi dia begitu sabar dan lembut mencumbuku. Ga terburu nafsu untuk langsung bercinta.

Opal mencium bibirku lagi dan meremas lembut payudaraku, aku merasa melayang dan mengerang tertahan dalam ciumnya. Lidah nya bertaut dengan lidahku sementara tubunhya menempel ditubuhku lekat.

“aku lakuin sekarang ya lis?” ia berbisik ditelingaku.

“i...iya! aku menginginkamu Pal!” aku peluk dia dan cium lehernya penuh gairah.

Ia melepas celana dalamnya, antara ngeri dan ingin. Opal benar-benar terlihat jantan dan menggoda. Ia mendekatiku dan sekali lagi menciumku penuh nafsu. Ia menindihku perlahan, dan menciumiku lebih lagi. Bibirnya terasa panas dikulitku jemarinya menari di tubuhku, aku mngerang lirih disela ciumannya.

Ia mengangkat bibirnya dari bibirku dan memandangku bergairah, “boleh aku lakukan sekarang syang?”

Aku memandangnya sayu, aku sudah sangat menginginkannya, aku ga mnegingkarinya lagi. Aku menginginkan Opal.

Ia mulai melakukannya perlahan, aku merasa aneh tapi nyaman. Ada yang berbeda tapi membuatku ingin, walau agak terasa sedikit sakit karena ukurannya terasa besar sekali. Tapi aku tetap menahannya, kupejamkan mataku.

Ada rasa sakit, rasa nyaman, dan rasa nikmat. Opal bergerak perlahan dan lembut. Ia membungkuk dan berbisik, “buka matamu sayng. Lihatlah aku!”

Aku buka mataku, ia melumat bibirku lagi dan terus memacuku. Aku terengah dan memeluknya. Air mataku mengalir perlahan, bukan karena kecewa, atau sakit yang kurasa tapi karena aku telah membuat sahabat baikku ikut dalam dosa besar ini. Dosa besar karena telah mengarungi kenikmatan yang terlarang.

Sudah 1 jam berlalu tapi Opal belum juga selesai, ia memang laki-laki jantan. Ini pertama kalinya buatku dan dia tapi ia sangat ahli sekali. Ga terlalu sakit ga treburu-buru dan nikmat sekali rasanya. Rasanya aku tak mau berhenti. Kupeluk erat Opal, nafasku terengah. Opal mulai menggila dan tubuhku berkedut tak karuan. Rasanya aku akan mencapai puncak rasa nikmat ini sebentar lagi.

“pal aku udah ga tahan lagi!” aku gigit bahunya tanpa sadar.

Opal melenguh keras dan mengejang sesaat bersamaku. Aku menciumnya agar aku tidak ikut merintih.

Kemudian ia menindih tubuhku dengan nafas terengah, keringat kami mengalir deras, tubuhku lemas sekali. Nyeri dan pegal-pegal.

Opall mencium bibirku lembut, “terimakasih sayang.” Ia memejamkan matanya dan mulai terlelap.

Aku pejamkan mataku, lelah sekali rasanya. Ini pengalaman pertamaku dan sangat menmuaskan. Opal laki-laki yang perkasa dan tangguh. Aku menyukainya, semuanya.

KABUT HITAM HIDUPKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang