#1 (Perpisahan) ~Biar Takdir Yang Berkata~

8 4 4
                                    

Hari ini langit tampak begitu enggan menampakkan aura kebahagiaan. Ia tampak tidak begitu cerah dan tidak juga gelap.

Sreeeng... Tek tek tek..

Keningku mengerut mendengar heran suara itu. 'suara gemuruh apa itu?' batinku.

Suara gemuruh pagi-pagi membangunkanku dari lelapnya tidur. Kubuka mata, suara itu seakan menarikku untuk menghampiri asal suara tersebut. Ku mendekat, mendekat dan semakin mendekat.. Keningku mengerut, hidungku mulai bekerja, mengamati, dan mencerna. 'Dari mana asal suara gemuruh itu? Dan aroma sedap apa ini?..' batinku bertanya. Kuikuti terus asal suara dan aroma sedap itu, yang berani-beraninya membangunkanku dari lelapnya tidur. Dan sampailah ditempat asal suara dan aroma sedap itu berada.

Kulihat seorang perempuan yang sibuk dengan apa yang sedang ia kerjakan. Perempuan itu adalah seseorang yang telah melahirkan, merawat, dan membesarkanku. Ya, ia adalah ibuku. Asal suara dan aroma sedap itu berasal dari tempat ibu memasak. Dapur, ya.. Sekarang ibu sedang memasak.

"Bu, masak apa pagi-pagi begini, harum sekali baunya bu.. Nurul jadi laper bu..".

Tanyaku dengan sedikit manja seraya menggeliat meregangkan tubuhku karena sedari bangun tidur belum sempat menggeliat langsung beranjak dari tempat tidur menuju dapur.

"Ini loh.. Ibu masak makanan yang kamu minta kemarin, untuk kegiatan disekolahmu hari ini nduk..".

Jawab ibu dengan lembut.
Hari jum'at kemarin sebelum bel menunjukkan saatnya pulang, wali kelas mentitah murid dikelas untuk membawa makanan atau masakan ke sekolah hari sabtu ini. Karena hari ini adalah hari perpisahan.

Sudah menjadi tradisi di sekolahku, setiap perpisahan,, mengadakan kegiatan bertukar makanan atau masakan yang dibawa dari rumah. Entah apa tujuannya, yang aku mengerti sekarang adalah, mungkin kegiatan ini sebagai bentuk rasa syukur, dan sebagai bentuk kebersamaan yang selama ini dijalin.

"Oalah.. Iya bu, pasti enak masakan ibu nii.. Enak banget nanti yang dapet masakan ibu.."

Pujiku pada ibu. Kulihat ibu yang sedang senyum-senyum mendengar pujian dariku.

"Kamu ini bisa aja nduk.."

Jawab ibu yang masih senyum-senyum karena pujianku. Xixixi.

"Ya ndak papa dong nduk kalau temanmu yang makan masakan ibu.. Kamu kan tiap hari makan masakan ibu"

Lanjut ibu seraya mengaduk masakan yang sedari tadi menggodaku untuk menyantapnya.

"Iya bu ndak papa.. Nurul ingin bantu, nurul bantu apa bu.."

Tanyaku menawarkan bantuan pada ibu.

"Ndak usah nduk, ini juga sudah hampir selesai.. Lebih baik kamu mandi siap-siap gih sayang"

Titah ibu yang masih asyik dengan kegiatannya.

"Yaah.. Nurul ingin bantuin padahal bu,, yasudah bu nurul siap-siap yaa"

Kulihat, memang sudah hampir selesai masakan ibu, jadi aku mengiyakan titah ibu.

"Iyaa nduk"

Ibu mengiyakan jawabanku yang masih saja asyik dengan kegiatannya.

Aku berlalu meninggalkan ibu yang sedang asyik memasak, pergi ke halaman belakang untuk mengambil handuk yang tergantung di tiang jemuran khusus handuk.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 02, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Biar takdir yang berkataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang