"Marwa ayo bangun, sudah pagi ini." tangan Ibu gue pagi ini dingin banget kayak habis dicelupin di air es. ya itulah yang membuat gue kalau dibangunin langsung spontan ingin menjerit kedinginan.
"hoaammmm... iya Bu bentaran.." ya gue cuma bisa jawab itu dan gue beranjak dari pulau kapuk menuju ke lautan air dalam bak medium.
byurrr... byurrr... dingin banget airnya sampe bulu kuduk gue pada berdiri semuanya.
*****
"ayo Bu berangkat. aku udah selesai dandan." kataku sambil menggigit ujung kukuku.
"ini uang jajannya. pulang naik angkot ya!"
"okela." jawabku.
brmmm... brmmm... suara sepeda matic menyala dan memutarkan stir dengan kecepatan maksimum. udara pagi ini berbeda dengan kemarin yang hawanya sedikit panas. sedangkan, pagi ini begitu dingin dan sejuk. langit mendung tapi sepertinya tidak ada hujan.
sesampainya di kelas,
"wow gimana bro udah nemu pengganti?" kata Febri sambil melambaikan tangannya ke arah gue."ih Lo ya, masih pagi juga udah tanya yang begituan. gaada yang faedah dikit gitu?" gue terpaksa menepuk punggung Febri yang bikin malu gue dihadapan kelas lain.
"terus gue mau tanya apa lagi Marwa?"
"tanya tugas kek, apa kek terus Lo inisiatif liatin ke gue. kan itu baru namanya faedah, kita sama-sama untung." kata gue sambil berlalu menaiki anak tangga.
"untungnya dimana?" tanya Febri berlari mendahului gue.
"ya untunglah. Lo dapet pahala karena udah nyontekin gue, sedangkan gue untung biar nggak di hukum sama guru. hahaha." gue berlari menjauh dari Febri supaya tidak dipukul. kenapa gue bisa tau kalo Febri mau mukul? karena dari tadi tangan Febri menggenggam terus.
tiga jam di kelas rasanya nambah rasa kantuk gue. gue menempelkan kepala diatas lipatan kedua tangan gue yang gue jaketin dan belum gue lepas. agak samar-samar sih suara Pak Luqman waktu nerangin. ya baguslah, mumpung tempat duduk gue di belakang sendiri jadi nggak kelihatan.
"marwa gue cabut ke kantin dulu ya, iku nggak?" suara Ani membuat semua organ tubuhku mau copot. gue sedikit kesal dengannya yang bilang gitu sekaligus mendobrak meja yang nempel di telinga gue.
"ogah ah gue disini aja, ngantuk. talangin pake duit Lo ya, beliin gue air minum.""yaudah gue tinggal ya."
sedangkan? gue di kelas nggak bisa tidur lagi sehingga memutuskan untuk pergi ke teras depan kelas. gue disitu seperti orang ngelamunin sesuatu, tapi waktu itu gue hanya menatap orang yang berlalu, bukan ngelamunin sesuatu.
"cantik-cantik nggak boleh ngelamun. ntar cantiknya ilang loh."
"siapa sih Lo? nyelonong aja kalo bicara. siapa juga yang ngelamun. sok tau banget. dasar!" udah, itu aja ucapan gue terhadap cowok yang ngagetin gue.
"kenalin gue Ilham Rafiq, panggil Rafiq." kata cowok itu sambil menyodorkan tangannya.
"oh, gue Marwa." jawab gue singkat.
"oh hai Marwa, btw ngapain Lo berdiri disini? kan upacaranya kemarin."
"terserah gue dong. ini juga teras jelas gue. seharusnya gue yang nanya ngapain Lo kesini?" gue melorotkan mata ke arahnya. tapi cowok itu hanya bisa senyum-senyum sendiri. sok ganteng lagi.
"kalo jawaban gue mau nyamperin Lo gimana?" ishhhhh cowok ini malah ngegombal. malah bikin males aja ngomong sama dia.
dalam hati gue pengen bilang, ya ampun nih cowok udah ngegombalin gue. suka kali ya dia sama gue. tapi kan gue baru kenal dia.
"beneran ini, Lo ngapain kesini?" kali ini gue serius ngomong sama dia dengan muka rata.
"adalah pokoknya. ehm boleh gue minta nomer Lo nggak?"
"buat apa? private ya nomor gue itu." kata gue sambil mengambil handphone di saku bajunya dan memencet angka sebanyak dua belas.
"siap aku juga nggak bakal sebarin nomer kamu ke yang lain kok. nanti dibales ya, jangan diabaikan. sakit soalnya. gue balik dulu ya, dahhh."
"iya hati-hati."
"kelas gue kan di bawah, ngapain hati-hati? kayak kelas gue di Papua Nugini aja."
"hati-hati waktu nurunin tangganya. jumlahnya banyak, nanti Lo bingung lagi mau nurunin yang mana. udah ah sana Lo pergi." kata gue sambil membalikkan badannya menuju tangga.
Rafiq.
apa ini yang dimaksud Febri dan Ani? apa dia pengganti dari A'in? tapi gue nggak boleh percaya gitu aja. gue harus selidiki Rafiq. jangan sampe gue korban kedua dari A'in lagi.
seperti biasa, malam itu lagi-lagi gue memikirkan cowok, tetapi bukan A'in, melainkan Rafiq. cowok yang tinggi, alisnya tebal, dan lumayan tampan yang tiba-tiba nyamperin gue dan minta nomer telpon gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
bimbang
RandomYogya memang daerah istimewa. Yogya mempertemukan Marwa dengan berbagai rupa lelaki yang membuat dia jatuh hati. Lelaki yang membuat Marwa sakit hati sampai membuat Marwa lupa bahwa dia pernah disakiti. Temannya pusing memikirkan cara agar Marwa ber...