Chapter 3

623 95 19
                                    

Tanaya

"Ayi, nomer tiga jawabannya apa ayoo?"

Anak laki-laki kecil di depanku ini mengembangkan pipinya tanda berpikir keras. Wajahnya gembul, how can I stand this uwu for a long time?

"Fai?" jawab Ayi antusias.

Aku tertawa karenanya. Anak ini, salah aja masih semangat. Coba kalau dia uda gede, kalau ngga tau jawaban yang bener pasti diem aja gak mau ngomong.

"Five, Ayi. Bacanya faiv," ucapku membenarkan ucapan Ayi sambil tersenyum.

Well, teaching a four years old cute little boy like Ayi ini is a little bit stressful, but fun. Haha. Sudah hampir tiga bulan aku menjadi guru privat Bahasa Inggris Ayi di rumahnya.

As I said from the begining, I'm not into teaching. Tapi, mengajar anak kecil seperti ini adalah hiburan tersendiri bagiku.

Ketika jam sudah menunjukkan pukul lima sore, aku mengajak Ayi berdoa untuk menutup pembelajaran. Ayi senang sekali. Katanya Paman Ayi baru saja datang dari Canada dan Ayi dapat mainan.

"Kaya liat!!! Ayi dapat mobil tentara dari Om Aka" serunya ketika aku membereskan tas dan alat tulisku seusai mengajar Ayi. Ayi sudah berlarian ke sana kemari. I just smile.

Aku hendak pulang ketika suara guntur menghentikanku di ruang tamu.

"ALLAHU AKBAR!" ujarku spontan.

Tiba-tiba aku mendengar suara berat dari belakang.

"Masih hujan." Aku berbalik badan dan menemukan seorang pria dengan iris cokelat pekat. Wow! He's just... Attractive."

"Tunggu di sini dulu sampai hujan reda," suara pria ini mengembalikan kesadaranku. "Atau gue bisa anterin pake mobil kalau lo buru-buru."

"No! Um... Maksudnya, nggak perlu repot-repot. Gue uda minta jemput kok," sahutku sambil mengingat-ingat dan menyadarkanku bahwa aku tidak menghubungi siapa pun untuk menjemputku.

"Okay then," ucap pria ini kemudian tersenyum sekali lagi dan kembali masuk ke dalam yang entah kemana.

Dipikir-pikir, rumah ini terlalu besar untuk ditinggali seorang anak kecil berumur empat tahun dengan kedua orang tua yang selalu pulang malam. I know, ada Mbak Indah sama Lala buat nemenin Ayi, but still.

Aku pun duduk di sofa empuk sambil mengecek ponsel yang dari tadi belum kusentuh semenjak tiba di rumah ini.

Wow! 11 new messages and 24 missed calls dari Gemma. Really?

Semua isi pesannya hampir sama. Dia bertanya aku akan pulang pukul berapa. Okay, he needs me to hang out maybe.

Setelah kukirim balasan untuk pesan Gemma, pria tadi kembali dengan membawa dua cangkir di tangannya. Kemeja putihnya ditekuk sebatas siku, I can see those muscles, dude.

"Nih, teh hangat. Sambil nunggu dijemput," ujarnya sambil duduk di space kosong di sebelahku.

Well, ada dua cangkir. It means, akan ada obrolan sambil minum teh di sore yang hujan ini? So, how nice this guy is!

"So, gue Arka," ucap pria ini sambil menyodorkan tangannya di depanku.

"Tanaya," sahutku membalas jabatan tangannya. "Panggil Aya aja."

"Ayi suka cerita soal lo tiap video call sama gue," ucapnya antusias. Well, a little bit surprise.

"Woah, really?"

The Icing on the Cake Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang