Gemma
Begini emang nasib kalau tinggal sendiri di rumah. Gak ada yang bangunin gue. Kan pinter banget gue, mata kuliah pertama harusnya mulai jam 8 tadi, dan jam sembilan lewat gue baru bangun.
Gue ngecek ponsel, Aya nggak ada kabar sama sekali. Iya Aya, anaknya Om Bayu sama Aunty Nana. Aunty Nana nggak mau dipanggil tante, katanya gak gaul.
Sambil usap-usap iler, gue coba menghubungi Aya.
"Ya?"
Fix. Ini suara bangun tidur Tanaya Lakeswara. Jangan bilang Aya juga kesiangan. Ah, iya gue tau gue jodoh sama Tanaya tapi ya kalau kesiangan jangan barengan dong.
"Ay, baru bangun banget?"
Terdengar suara grasak grusuk dari seberang. "Iya. Kenapa sih pagi-pagi telfon?"
"Kita kesiangan, Ay," ucap gue biasa saja. Panik? Enggak lah. Cowok mah santai aja. Paling lima menit juga gue uda bisa sampe di rumah Tanaya ini pake Maserati gue. Tapi kalau gue lewat jalan nenek moyang gue ya.
"GEMMAAA! AKU ADA KELAS JAM LAPAN!" terik Aya di seberang. Mungkin nyawa Aya baru kekumpul ini. "Kenapa lo gak bangunin gue sih, Gemma, hah? Gue mau beberes. Sepuluh menit gue tunggu di depan pager rumah."
Tipikal Tanaya yang mood nya lagi gak bagus. Ngomongnya uda pake gue-elo. Biasaan nih anak. Kalau marah ya gini. Tapi, tenang. Jangan panggil gue Gemma Kamajaya kalau gue gak bisa meredam amarah Tanaya Lakeswara.
"Ay, istighfar dulu gih. Kamu lagi kemasukan setan. Kamu mandi dulu, terus beberes yang bener. Aku otw habis ini," ucap gue kalem. Kalau Aya lagi panas gini, emang butuh yang adem-adem. Ubin masjid misalnya.
"Astaghfirullah. Oke, aku mandi." See. She is my lovely girl. Mine. Ya meskipun gue tertampar kenyataan kalau suatu ketika Aya bakal dihakmiliki oleh cowok pilihannya. Iya, I love her but I'm a friend. Selamanya Aya bakal anggap gue teman.
Tipikal Aya. Ketika ditelfon tadi dia panik banget, tapi pas ketemu gini dia santai-santai aja, padahal uda skip mata kuliah pertama.
"Ay, inget ya, di Faperta! Awas ngga nongol di sana," ucapku mengingatkan sebelum Aya meninggalkanku di basement park.
Tanaya mengangguk kemudian langsung bergegas dengan langkah terburu-buru. Oh man, she is pretty without even try. Hanya kaus lengan pendek gitu aja she looks very gorgeous. Entah sudah berapa kali gue membantin gini di mobil tadi.
"Jangan cemberut elah. You are awesome, girl!" ucap suara yang sepertinya gue kenal.
Gue menoleh ke arah suara yang terdengar dari arah belakang, nggak jauh dari tempt gue berdiri sekarang. Right. Look at those two lovebirds who stare at each other's eyes.
"You are blushing, sweetie," ucap gue memotong tatapan mereka. Ya gimana ngga gemas, gue lihat pipi Fre sudah semerah kepiting rebus, masih juga ditatap gitu sama si brengsek Nero ini.
"Basi lo," ucap Fre sewot kemudian melenggang pergi. Well, am I interrupting something?
"Uda official nih?" tanya gue pada Nero. Kami kemudian berjalan beriringan keluar dari basement.
Nero menghela nafas berat dan menggeleng. Gue terkekeh. "Just make it fast, dude. Kata Tanaya cewe itu butuh status. Uda lo bawa ke sana sini tapi nggak ada kejelasan, jangan salahin doi kalau tiba-tiba pergi buat cari yang lebih jelas."
"Excuse, me, Mr. Kamajaya. Need a mirror?"
"Udahlah, Ro. Tanaya sama gue uda jelas statusnya, nothing but bestfriends."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Icing on the Cake
عشوائيthis story doesn't have any description because it's narrative one.