"permisi pak, meeting dewan 1 jam lagi, pak." Ujar Andre, salah satu asisten pribadiku via chat, yang kubalas dengan emoticon jempol teracung. Saat itu hari masih pagi, matahari sudah lama terbit, dan orang - orang mulai sibuk, sama seperti diriku. Aku sedang berada diluar kantor, menikmati secangkir kopi hitam dengan headset terpasang dan menyetel lagu lawas Fiersa Besari.
Satu tegukan terakhir dan aku bangkit berdiri. Jarak dari kantor dan kedai kopi tidak terlalu jauh, jadi aku memilih untuk berjalan kaki saja. Dengan jas biru dongker dari bahan terbaik menempel dibadanku dan dasi yang sewarna, sepatu kulit oxford yang diukir halus dari brand terkenal, kaca mata hitam aviator sebagai pelengkap, rambut licin, klimis, dan rapi sebagai penambah pesona. Set pakaian itu sudah membuat aku cukup menjadi pusat perhatian di pusat jalanan kota mode. Ditambah lagi fotoku yang dipajang disepanjang jalan, bersandingan dengan Tovino Ade Putra, CEO dari perusahaan fashion paling laris diseluruh Asia dan Eropa. Beberapa orang yang baru saja keluar dari toko fashion ternama ternganga melihatku berjalan didepan mereka, beberapa bahkan mengambil potret diriku.
Aku berbelok di salah satu gedung tertinggi di kota itu. Para penjaga pintu buru - buru memasang badan tegap dan membukakan pintu lebar - lebar, para karyawan yang berlalu - lalang langsung berhenti dan membuka jalan, beberapa tersenyum, beberapa bahkan membungkuk hormat. Aku terus menyusuri koridor dan berhenti didepan lift khusus yang pintunya terbuat dari emas murni 24 karat.
Aku melangkah masuk, dan saat pintu berdesing hendak menutup, seseorang dari luar berkata, "Tahan pintunya!" Sambil berjalan cepat hendak menyusul. Aku menekan tombol agar pintu tetap terbuka tepat pada waktunya.
Orang itu melangkah masuk, memakai jas dengan model sama hanya saja berwarna hijau muda dengan sepatu monk strap berwarna cokelat. Aku melepas headset, "Mas Vino." Aku menyapanya, kemudian kami melakukan gerakan tos sederhana yang lawas, tos biasa kemudian tos dengan tangan terkepal.
"Afif." Kata Tovino kemudian. Balas menyapaku.
"Looking good, siap rapat? Biasanya kamu sendiri yang telat." Gurauku sambil menepuk bahunya.
"Thanks, man. Kebetulan aja sebelum ini juga ada acara penting. Direktur brand Dior ngajak meeting tadi, katanya sih pengen rilis produk Dior x HOP." Kata Tovino sambil meregangkan pundaknya.Lift berhenti di lantai tertinggi, lantai 65. Disana hanya terdapat satu lorong kecil yang dipajangi lukisan - lukisan langka di tembok putih keabuan, design - design terbaik juga terpajang. terhampar karpet merah dengan hiasan emas, mengarah ke satu pintu diujung lorong. Ada 6 pintu lain, pintu sedehana dengan warna cokelat yang sama. Hanya saja terdapat inisisal berbeda disetiap pintu. Tiga pintu disisi kanan dan tiga pintu disisi kiri. Pintu di sebelah kanan yang paling dekat dengan lift berinsial T.A.P yang berarti Tovino Ade Putra.
Tovino berhenti berhenti didepan pintu itu. "Tovino." Katanya kemudian. Sebuah suara perempuan kemudian berbunyi: Voice confirmed, Tovino Ade Putra, CEO and head of marketing Head-on Prototype. Kemudian pintu terbuka secara otomatis, menampilkan kantor luas nan estetik, dengan sebuah meja diujungnya dan beberapa sofa dan kursi santai, serta beberapa perabot lain yang hanya kulihat sekilas.
"Aku duluan." Kata Tovino, kemudian melangkah masuk dan pintu tertutup perlahan secara otomatis.
Aku berjalan menyusuri lorong, melewati pintu - pintu lain, kemudian berhenti di pintu kiri yang paling ujung. dengan inisial A.A terpahat dipintunya. "Afif." Kataku, kemudian suara perempuan yang sama berbunyi: Voice confirmed, Afif Abdillah, CEO and co-founder Head-on Prototype. Pintu terbuka dan menampilkan kantorku.
Berbentuk segi empat, sisi yang berlawanan dari pintu hanyalah kaca lebar nan tinggi, aku bisa melihat kesuluruhan Ibu Kota Indonesia, bahkan monumen monas nampak kecil dikejauhan. Terdapat sebuah meja luas dengan rak yang berganda - ganda untuk menyimpan pekerjaanku. Sebuah kursi kerja empuk dengan senderan yang lebar menghadap kearah kaca jendela. Lantai terbuat dari marmer abu - abu. Terdapat karpet cokelat nan nyaman yang menutupi lantai kantorku. Ditengah kantorku terdapat enam sofa yang mengitari sebuah meja kaca yang diatasnya terdapat sebuah tanaman hias kecil. Disamping kanan pintu, terdapat layar televisi besar diatas sebuah rak, didepannya terdapat sofa empuk sewarna dengan karpet. Sementara di sebelah kiri pintu terdapat sebuah lemari pajangan. Berisi beberapa piala penghargaan yang kudapat selama hidupku. Salah satu piala bertuliskan Juara satu berpantun tingkat SMP se-kabupaten yang kudapat sepuluh tahun lalu. Piala lainnya bertuliskan Orang paling kreatif di Indonesia, piala yang selalu membuatku tersenyum saat memandangnya. Dan penghargaan yang paling atas, penghargaan yang paling penting dan telah menjadi monumen dalam hidupku, bertuliskan Best Brand 2025 - Head-on Prototype. Terdapat empat penghargaan dengan tulisan sama namun tahun berbeda, mulai dari 2025 hingga 2028.
Aku berjalan kearah televisi dan menyalakannya, bermaksud untuk meramaikan suasana tanpa berniat menontonnya. Aku berjalan menuju meja kerja, melepas kaca mataku, menarik salah satu rak dan mengambil dua buah map cokelat yang tersegel. Aku memperhatikan jam, masih sepuluh menit menjelang rapat.
Aku duduk di kursi dan memutarnya. Aku mengeluarkan sebuah laptop dari salah satu rak dan menyalakannya. Aku melipat laptop itu, membentuknya menjadi sebuah tab dan membaringkannya di meja, sebuah bolpoin elektronik khusus menyembul keluar dari bolongan kecil di ujung mejaku, seolah tau jika ia sedang dibutuhkan. Bolpoin itu bergerak kesana - kemari diatas layar, awalnya aku membuka dan membalas beberapa email yang penting, kemudian aku membuka sebuah file untuk design baju. Sebuah kaos hitam sederhana dengan sebuah kotak kecil di bagian depannya, bergambarkan segitiga yang abstrak berwarna - warni dan warna putih sebagai garis tepinya. Sementara bagian belakangnya begambar ikon perusahaan Head-on Prototype, yaitu sebuah persegi panjang retak yang dilingkari dan terbelah menjadi bentuk asimetris. Aku mengisi waku sebelum rapat untuk finishing design itu.
Beberapa menit berlalu dan aku mengirim email Andre berisi design baju itu. Waktu rapat hampir tiba, aku mengatur laptop agar masuk mode sleep, bangkit berdiri dan tak lupa membawa 2 map cokelat yang ku keluarkan tadi. Saat aku mematikan televisi, suara Karen berbunyi: voice confimed, Arofa Nurrahman, Leader and head of marketing Head-on Prototype, kemudian pintu terbuka. Dari luar melangkah masuk, tubuhnya dua senti lebih tinggi dariku dan terlihat proposional, wajahnya mulus dan tak ditumbuhi sehelaipun kumis maupun jenggot. pakaiannya sama denganku, hanya saja memakai dasi berwarna merah.
"Really?" Kataku.
"What?"
"Same suit? Again?" Kataku sambil menunjuk jas yang dia pakai.
"At least the tie is different. Come on now, yang lain pada nunggu." Dia merangkul pundakku dan kami bejalan keluar bersisian.Diluar, didepan pintu diujung lorong, terdapat dua orang lain.
"Where is Bintang?" Tanya Tovino.
"Kamar mandi." Kata pria jangkung disamping Tovino. Memakai tuxedo berwarna hitam dengan kemeja putih yang kerahnya tamak acak - acakan. Rambutnya bergelombang dan tebal, pria itu jelas sekali yang paling tinggi diantara kami.
"Kalian masuk dulu, biar aku yang panggil." Kataku sambil berjalan ke arah pintu disebelah kiri yang paling dekat dengan lift.Dibelakangku, mereka bertiga menyebutkan nama mereka masing - masing.
"Dewa."
Voice confirmed, Dewa Hasya Pramudita, leader, founder, manager, and head of design Head-on Prototype. Welcome, the king.
"Rofa."
Voice confirmed, Arofa Nurrahman, leader, founder, and head of marketing head-on prototype.
"Vino."
Voice confirmed, Tovino Ade Putra, CEO, founder, and head of marketing head-on prototype.Mereka semua sudah melangkah masuk saat aku baru saja menyebut nama di depan pintu dengan inisial B.B. Saat pintu terbuka, seseorang keluar dengan rambut acak - acakan yang basah. Kemeja putih yang kusut dan lengan yang digulung, celana hitam yang terkena noda krim kue, dan orang itu memakai sandal.
"Mas Bintang," Kataku sambil menatap prihatin, "Kita mau rapat, ingat?"
"Yeah i know, kau tau dirikukan? Formalitas itu membosankan. Ayo." Kata Bintang. Dia berjalan cepat dengan suara sandal yang menggema diseluruh lorong.
"Kau adalah desainer terbaik di belahan bumi timur dan barat, tapi kau benci formalitas, kau tidak suka memakai jas atau tuxedo buatanmu sendiri?" Kataku saat sampai didepan pintu.
"Aku suka merakit fashion, tapi jika memakainya, lain cerita, bung." Dia menepuk bahuku, "Bintang." Katanya kemudian.
Voice confirmed, Bintang Bhagaskara, CEO, Founder, and head of Design head-on prototype.
Aku menggelengkan kepala, "Afif."
Voice confirmed, Afif Abdillah, CEO, co-founder, and boss of fashion producer head on prototype.Pintu terbuka dan aku serta Bintang melangkah masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOP!
Short StoryThe journey. The story. The adventure. The sorrows. In this story, you will learn about friendship, about dignity, about lost, and about loyalty.