Mentari terbit dari arah timur. Mengurai matahari kemudian mengibas ibaskannya. Burung berkicau dengan merdu. Pagi telah menyapa. Segera aku bangun dari tidurku untuk bersiap siap sekolah.
Sebelum berangkat sekolah, aku beserta adikku sarapan. Dimeja makan, sudah ada adik dan ibu. Segelas susu dan sepiring roti juga sudah tertata di meja. Kemudian, aku mengambil roti dari piring tersebut lalu memakannya.
"Mom, where is dad?" Tanya Emma, adikku dengan polosnya.
"Why are you asking something like that?!" Tanya ibu dengan penuh kebencian. Aku yang mendengar itu segera mengalihkan perhatian.
"Eh Emma, hari ini Spongebob tayang. Mari kita menontonnya nanti!"
"Oh iya, aku lupa. Terimakasih Kak sudah mengingatkanku" Aku yang mendengar itu hanya tertawa kecil.
"Ayahmu itu sudah tidak peduli dengan kita lagi, jadi tak ada gunanya kita menghiraukan ayah. Sudah, biarkan saja dia senang senang dengan perempuan lain. Ibu sudah lelah"
Mendengar itu, Ayah dari kejauhan berjalan menuju meja makan dan menampar ibu dengan kasar.
"You're so fuckin bitch! Jaga ya mulut kamu! Aku masih peduli dengan anak anak, sekolah pun aku yang mengurus. Tak sepertimu. Kau hanya membuat anakmu sedih, membuat anak bahagia sedikit pun tak pernah kau lakukan. Dasar ibu tak tau diri!" Kemudian, ayah menampar ibu.
"Ayah.." Emma memanggil ayah dengan maksud ingin melerai. Namun, ayah tidak menggubrisnya.
Ibu yang merasa tidak terima segera berdiri dari kursi dan menampar ayah balik. "Kamu yang seharusnya menjaga mulutmu! Omongan perempuan saja yang kamu dengar! Kamu sudah membuatku sakit hati tak hanya sekali, tapi berkali kali. Berkacalah, yang tak tau diri itu siapa?! kamu atau aku?!"
Ayah yang tidak bisa menahan amarahnya memukul ibu berkali kali. Aku yang tidak tahan segera mencegah ayah.
"Ayah, sudah.. Jangan diteruskan.." Tanpa kusadari, air mata ini jatuh.
"Catherine sama Emma mau sekolah, kan? Ayo Ayah antar!" ajak Ayah, seolah tak ada suatu apapun yang terjadi. Aku tak punya waktu untuk bertanya-tanya, karena waktu terus berjalan dan aku harus segera berangkat sekolah.
Aku, Emma, dan ayah pergi ke sekolah dengan mobil. Aku membiarkan air mataku mengalir. Sejujurnya aku lelah dengan semua ini. Ingin rasanya aku menegur mereka supaya tidak bertengkar lagi. Tapi, apalah daya, aku hanya seorang anak.
Mau bagaimanapun juga, mereka tetap orangtuaku. Dan aku tidak bisa berbicara dengan nada tinggi kepada mereka, karena itu akan menyakiti hati mereka.
Beberapa menit kemudian, aku sampai disekolah. Tak lupa aku mencium tangan ayahku sebagai tanda rasa hormatku kepada orangtua. Segera aku keluar dari mobil dan berjalan menuju kelas.
Dikelas, aku memilih bangku tengah. Kemudian, aku menempatinya. Gretha, teman sebangkuku yang menyadari keberadaanku mengajak aku bicara.
"Cat, aku turut berbela sungkawa atas apa yang terjadi pada keluargamu. Aku tau rasanya, tapi kamu harus tetap sabar" lirih Gretha, lalu mengelus lembut pundakku. Aku tak pernah merasa salah memilih kawan, karena Gretha adalah sosok yang baik dan cocok denganku.
Senyuman tipis kulontarkan padanya, "Thank you so much, Gret! Trust me, i'll be okay"
Gretha seketika cemberut, "Nah, i don't! Aku tahu jika keluarga seperti itu sangat menyiksamu Secara fisik memang tidak, tapi psikismu Cat! You must think 'bout it sometimes! Kamu mau menghabiskan sisa hidupmu di rumah sakit jiwa?!"
Aku yang mendengar ocehan Gretha hanya bisa tertawa kecil. Tak menyangka, seseorang yang biasanya menertawakanku saat tersandung pot bunga bisa menjelma menjadi peri kecil yang sok perhatian, lol.
"Yo, sis! I'll help you this time, sebelum kamu masuk rumah sakit jiwa dan jadi pasien tercantik disana!" ujar Gretha bersemangat, lalu membenarkan posisi duduknya. Aku yang melihat sahabatku itu sedari tadi hanya tertawa saja, daripada aku terlalu terbawa perasaan dan akhirnya menangis.
"Tell me, anniversary orang tuamu kapan?" tanya Gretha, pertanyaan itu tentu membuatku bingung.
"What do you want? Is'nt normal, bertanya tentang anniversary orangtuanya seseorang" ujarku keheranan.
"No, trust me this time! Cepat beri tahu" desak Gretha.
"Aku tak yakin. Tapi, seingatku 29 Juni. I dunno, i'll trust my insting this time" ujarku, lalu mengendikkan bahuku. "Okay, let me tell you my plan! Aku pikir, kalau misalkan kamu dan adikku membuat a little surprise bagaimana? I mean, kamu sama adikmu bisa menyiapkan dinner, some candles, flowers, intinya buatlah seromantis mungkin! You know what I mean!" papar Gretha.
"Do you have.. eum.. maybe.. plan B?" tanyaku ragu.
"Why? Please, Cat! Trust yourself! Kamu pasti bisa buat keluargamu bahagia. Misalkan pada saat pelaksanaan kamu butuh bantuan, you can call me!"
Aku pun mengangguk, walaupun dilubuk hati terdalamku masih ada seribu keraguan. Tapi, aku harus percaya, aku pasti bisa keluar dari belenggu ini, sebentar lagi.
🌨️
Akhirnya selesai juga part 3 nya😃
Maaf ya baru update soalnya aku sibuk banget :(
Kalo misalnya kalian suka, jangan lupa kasih bintang. Bintang dari kalian sangat berarti bagiku
Thx u, lv u so much all❤😁
YOU ARE READING
Catherine
Short Story"Kapan semua ini akan berakhir?" "Lama Lama aku sudah tak mampu" Duduklah, biar kuceritakan Catherine dan segala drama hidupnya.