"Tidak ada lagi stok makanan, habis."
Dahi-ku mengerut, bagaimana bisa? aku merasa sudah cukup banyak mencuri makanan dari supermarket minggu kemarin, atau bahkan terlalu banyak.
"Tidak mungkin." Tolakku, tidak terima.
Gadis berpenampilan tomboy dihadapan-ku ini hanya mengangkat bahu, tangan-nya membuka lemari pendingin itu lebar-lebar agar aku bisa melihat jelas isi di dalamnya. Tidak ada apapun selain satu cup mie instan.
"Mari makan sebelum bertempur, lagi." Katanya.
Ia mulai menuangkan air panas pada mie cup kami yang terakhir, ah, yang benar saja, sekecil itu kurang sekali untuk tiga orang.
Beberapa menit ia mulai memakan-nya sebanyak tiga sendok lalu menyodorkan padaku, "Makanlah, siapa yang mengira ini akan menjadi makanan terakhirmu? tidak akan ada yang menjamin kita akan kembali dengan nyawa."
"Sisakan saja untuk ibu, yang banyak."
Gadis itu, Kate membalas dengan gerlingan menyebalkan. "Orang sekarat seperti itu kau pikir bisa memakan mie instan seperti ini? yang benar saja. Lebih baik aku yang menghabiskan, daripada berakhir di tong sampah."
Kalau saja bukan karena bertahan hidup, kalau saja dia bukan wanita sepertiku, sudah pasti senjata laras panjang yang berada di tanganku sudah membuat dahinya bolong.
"Ibu-mu akan lebih baik memakan hal yang bergizi, mie hanya memperburuk keadaan." Kate mengoreksi ucapannya.
Ada benar-nya, tapi kalimat sebelumnya yang ia ucapkan sangat sekali tidak sopan.
Kate meminta istirahat sebentar, ia takut jika langsung bertemu dengan dunia luar akan membuat perutnya sakit karena habis makan.
Aku hanya mengangguk, memerhatikannya yang kini sudah terlelap tidur, aku baru tahu ada orang seperti ini.
Lima minggu lamanya aku bertemu dengan Kate, bertemu saat berada di supermarket, melakukan hal yang sama, mencuri.
Lucu sekali, aku sempat berlari karena mengira ia adalah pria, dan alasanku berlari akan sangat logis karena ia mengejarku setelahnya.
Singkat cerita, ia mengajakku mengungsi-atau lebih tepatnya berlindung di kediamannya sekarang, entah rumah siapa dan kemana pemilik rumahnya namun ia menjamin keamanan rumah itu.
Saat itu, ibu masih normal, maksudku tidak dalam keadaan menjemput maut saat ini. Ibu tidak suka Kate sejak awal, walau akhirnya tetap menerima tawaran perlindungan.
Perdebatan kecil hingga menjadi besar seringkali terjadi sejak itu, maka aku yang akan memisahkan keduanya. Dalam hati seringku mencerca, bukan seharusnya mereka yang lebih tua berprilaku dewasa dibanding aku?
Hari minggu malam, minggu ke empat, aku ingat sekali. Ibu stress, mungkin. Ia beberapa kali mencoba bunuh diri, beberapa kali pula gagal yang berakhir seperti sekarang, sekarat.
Sejujurnya, aku juga tidak terlalu mengerti apa yang ia lakukan sampai menjadi sekarat, maksudku, seharusnya jika memakan rancun ia pasti akan mati.
Oh, tidak! bukan maksudku menginginkan kematiannya, namun kondisi ibu sekarang adalah hal yang membuatku heran, masih bisa berinteraksi selama beberapa jam sisanya ia akan diam dan memandang atap dengan tatapan kosong dan tidak dapat diajak berkomunikasi.
Aku dan Kate bingung, akan menganggap itu sebagai efek gas racun, karena percobaan bunuh diri atau karena gangguan psikologis. Intinya, kami sepakat menyebut keadaan ibu dalam kondisi sekarat; karena dia tidak kami anggap hidup maupun mati.
Kate merasa bersalah atas hal ini, ia sempat menduga karena perselisihannya antara ibu. Sempat satu pemikiran, tapi aku masih punya hati. Mengatakan padanya bahwa ini bukan salahnya.
Bagaimanapun, Kate yang melindungi kami-setidaknya untuk sementara ini. Tempat, persenjataan dan strategi mencuri semua darinya, harus kupastikan ia tidak pergi dari kami karena itu sama artinya kami kehilangaan pengawal.
sepuluh menit...
"Kate, kate!" Aku mengguncang tubuhnya, ia mengeliat kecil.
"Sekarang, kate. Hari mulai gelap, sangat tidak baik mencuri pada malam hari." Aku mengingatkan tentang terakhir kali kami mencuri pada malam hari.
Ia langsung bersiap dengan beberapa senjata, membenahkan masker yang memang sudah kami pakai sejak awal.
"Ayo,"
KAMU SEDANG MEMBACA
14:45
Science FictionMelenyapkan wanita, itu adalah salah satu program gila yang dilaksanakan oleh pemerintah. Karenanya, mati-matian aku hidup. Zein dan ayah adalah pengecut, memilih mengikuti dibanding melindungi. Aku Zara, gadis yang berusaha untuk tetap hidup dan me...