IV. Hari terakhir

134 29 1
                                    

"Halo bara."

"Iya ada apa?"

"Nanti pukul sebelas temui aku. Aku akan ceritakan bagaimana hasilnya"

"Baiklah"

Aku menutup telpon itu. Harusnya aku tak berdebar seperti ini. Menunggu berita yang akan aku dengar tentang pernyataan cinta sagita pada pria yang dia suka.

Sagita sempat bilang padaku, dia akan memakai gaun paling cantik dan akan menguraikan rambutnya. Dia akan menunggu pria itu ditaman pukul sepuluh. Apa aku harus kesana dan menyaksikan itu langsung?

 Apa aku harus kesana dan menyaksikan itu langsung?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tapi aku ingin berada disana, bukan sebagai aku. Tapi sebagai pria itu.

...

Sagita berdiri cukup lama. Pukul sepuluh lewat duapuluh menit. Kakinya sudah terasa keram. Ia pun memilih duduk dibangku taman.

"Adam kemana sih.." gumam sagita menelpon pria itu tapi tak diangkat angkat.

Padahal hari ini hari paling penting. Dan Adam sudah janji akan datang menemui sagita.

Berkali kali sagita menelpon, tapi tak kunjung diangkat. Sagita mulai geram dengan Adam. Kemana Adam sebenarnya.

Awan yang semula cerah, tiba tiba berganti gelap. Hujan gerimis pun turun membasahi taman. Tak terasa sudah Pukul sepuluh lewat empat puluh menit. Sagita rasanya  ingin menangis karena merasa dibohongi oleh adam.

Adam janji padanya akan menemuinya ditaman. Padahal sagita sudah mempersiapkan semuanya dengan baik.

Tangan sagita pun mengetik nomor bara. Berharap bara datang menjemputnya dengan sepeda. Setidaknya bawalah payung agar terlihat romantis, pikir sagita.

Tapi nomor itu sedang sibuk. Bara tak mengangkat panggilan dari sagita. Membuat sagita tambah kesal.

Tak lama sagita melihat bayangan payung membuatnya menoleh ke belakang.

Ia pikir itu bara.

"Maaf telat. Tapi gak basah basah banget kan?"

Sagita menoleh. "Roni ngapain kamu disini?"

"Aku disuruh bara kesini. Jemput kamu."

"Kenapa gak bara aja yang kesini!? Kenapa dia nyuruh kamu?"

"Soalnya dia—"

"Sibuk sama puisinya ya? Huh! Padahal dia udah janji mau ketemu sama aku hari ini"

"Bukan. Memangnya kamu gak tau?"

"Kenapa?"

"Bara itu menderita tumor otak. Tadi saat aku bertamu ke rumahnya, dia mendadak kesakitan. Orang tuanya aja sampai panik. Jadi  kami berinisiatif membawa dia ke rumah sakit. Aku rasa penyakit lamanya kambuh lagi. Padahal aku sudah bilang dia harus rajin rajin terapi bukan malah keluyuran kemana mana."

ABOUT US ✓ Hunjoy [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang