Naruto kembali setelah 20 menit berada dalam toilet dan melirik bingung ketempat Hinata saat dia tidak mendapati gadis itu berada di sana.
"Hinata pergi lebih dulu katanya" ujar Kiba yang masih belum berpindah tempat saat menyadari temannya itu tidak lagi melirik melainkan penatap penuh penasaran ketempat yang sebelumnya di tempati oleh seseorang yang berangkat ke toilet bersamanya tadi. "Kau tak penasaran kenapa?" tanya Kiba saat Naruto beralih menatap dirinya dalam diam.
"Kenapa?" tanya Naruto pada akhirnya. Dia tidak ingin Kiba berpikiran aneh tentang dirinya karena kebisuan yang dia ciptakan.
"Katanya ada urusan mendadak di kantornya"
"Oh" ujar Naruto singkat dengan gaya tak pedulinya.
"Dari gelagatmu sepertinya kau sudah tahu apa pekerjaan Hinata. Kalian pasti membicarakan ini-itu tadi, sampai kalian bisa selama itu di sana. Bernostalgia dengan kenangan masa lalu" ternyata dia salah memilih untuk terlihat bersikap tidak peduli dengan apapun.
"Tidak"
"Kalian tidak?" tanya Kiba dengan alis terangkat tidak percaya dengan seruan dari Naruto dan Naruto hanya menjawab dengan gelengan dan pundak yang dia gerakan. "Kurasa, dialah orang yang paling sibuk di antara kami"
"Maksudmu?" Naruto tahu yang dimaksud dari kata 'kami' adalah selain dirinya dan Hinata. Naruto mendengus saat sepertinya Kiba melupakan kondisi Sasuke yang tak jauh berbeda dengan mereka berdua, hanya saja Sasuke pintar menutupi kesibukannya dengan menyerahkan sisa pekerjaannya pada anak buahnya.
"Kurasa itu wajar mengingat dia bekerja di bawah struktur pemerintah" Kiba meraih botol sakenya dan langsung menegaknya dari sana. "Sebagai penuntut"
"Jaksa?" tebak Naruto dengan ketidakpercayaan.
"Tepat sekali" pekik Kiba dengan jari telunjuk dan ibu jari dari tangan yang dia gunakan untuk memegang botol sake mengacung ke arah Naruto. "Aku bisa menebak kau akan terkejut. Akupun juga sama dan semua orang juga sama saat dulu mendengar dia memilih untuk masuk kefakultas hukum. Apalagi mengingat bagaimana sikapnya dulu saat di sekolah. Itu sama sekali tidak cocok dengan dirinya. Kau juga pasti merasa begitu, kan?" Naruto menunggu Kiba selesai menegak minumannya untuk melanjutkan pendapatnya tentang Hinata. Dia selalu kagum dengan budaya minum yang tergolong ekatrim dari Negara dengan julukan Matahari Terbit itu, "Dia lebih pantas menjadi seorang guru, atau apapun itulah yang menyangkut tentang edukasi pada anak"
~
Awal musim dingin yang telah lama dinanti-nanti oleh Naruto akhirnya telah tiba. Dengan sumringah dia berjalan melawati koridor sekolah dengan tanpa henti terus menatap pemandangan luar yang memperlihatkan daun-daun yang telah berrubah warna menjadi kekuningan dan sebagian telah berguguran. Dia sangat suka pemandangan dengan banyak pohon di suatu tempat karena di Islandia –tempatnya dibesarkan, dan meski tempat itu terkenal dengan minimnya polusi, dia sangat jarang melihat pohon yang bisa sampai tumbuh sebesar pohon yang berada di tempat ini karena sebuah kenyataan dari sebuah pohon di sana yang baru beberapa senti tumbuh di atas sebuah lahan, pasti pohon itu sudah ditebang untuk dideskriminsi tempatnya. Jadi. melihat pohon dapat tumbuh besar dengan bebas itu sangat langka di sana.
Saat dia akan memasuki ruang kelas yang sebentar lagi akan dia tinggalkan dengan tidak terlalu banyak kenangan yang dia tinggalkan di sana, dia harus berhenti di ambang pintu kelasnya yang sudah terbuka karena seseorang yang bergeming di depan pintu dengan posisi membelakanginya.
"Hei, apa yang kau lakukan. Berhenti menghalangi jalanku" Naruto mendorong tubuh Hinata untuk masuk ke dalam kelas dan segera terkejut saat sebuah konferti diledakkan yang membuat kelas itu langsung kotor dengan potongan kertas dan pita yang keluar dari benda periah pesta itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Treaty
Fanfictionsebuah reuni tahunan yang dihadiri Naruto untuk pertama kalinya yang membuatnya bertemu dengan kawan lama yang telah lama tak berjumpa dan membuatnya kembali tertarik ke dalam masa sekolahnya yang singkat dengan penuh kenangan di sana. . . . ©Masash...