Diarah?

38 0 0
                                    

DOR! DOR! DOR!

Cairan kehidupan perlahan keluar dari tiga kepala pria berpakaian serba hitam yang kemudian tumbang.

"harga yang pantas untuk kebodohanmu."

Pemuda bertubuh tegap mengelap hand gun yang baru saja ia gunakan untuk membunuh tiga orang itu.

"t..tuan.. Dennis.." seorang pelayan mencicit di belakang laki-laki bersenjata itu.

"apa?" jawab Dennis yang bahkan tak menoleh ke arah lawan bicaranya

"k..kami telah menemukan dia tuan.." jawab pelayan itu lagi.

Senyum jahat terlukis di wajah Dennis Ardiaz Navarro, ketua mafia yang menguasai Amerika.

"bagus.. sudah saya duga. Saya bisa mengandalkanmu, tidak seperti tiga orang bodoh itu."

Dennis berjalan keluar dari ruangan yang perlahan berbau anyir itu. Namun langkah Dennis terhenti dan sontak itu membuat pelayan yang tadi ketakuan.

"oh.. saya lupa.. kalau ingin dibersihkan, jangan lupa otak, jantung, ginjalnya dibawa."

Ujarnya berjalan kembali keluar.

***

Srak srak

Halaman per halaman, lembar per lembar, buku per buku Fatimah baca satu per satu mencari semua informasi yang ia butuhkan untuk skripsi kuliahnya.

"permisi." Seseorang menepuk pundah Fatimah.

"astagfirullah! E..eh? ada apa??" Fatimah yang sedang fokus sontak terkejut.

"perpusnya bentar lagi mau tutup, kak" jawab pelayang perpus itu dengan senyuman

"eh, memangnya sudah jam berapa sekarang?" tanya Fatimah sambil menengok ke segala arah mencari jam.

"sudah jam 10 malam, kak" jawab pelayan itu lagi

"ya ampun.. maaf ya aku bikin kmu nungguin lama" jawab Fatimah ngga enak

"haha ngga papa kok, memang ini sudah menjadi pekerjaanku."

Fatimah segera membereskan barang-barangnya dan memasukannya kembali ke dalam tas.

"besok buka seperti biasa, kan?"

"oh.. berhubung besok natal kami libur dulu sampai tanggal 27." Jawab pelayan itu kembali

"yah.. oke deh, makasih ya" jawab fatimah tersenyum dan ia mengangkat kakinya dari perpustakaan itu.

"astagfirullah ngga nyangka aku bener-bener ngga nyadar waktu." Fatimah berjalan dengan cepat menuju rumah neneknya

"semoga saja nenek tidak apa-apa."

Sepanjang perjalanan Fatimah khawatir apabila neneknya akan cemas karena jam segini ia belum juga pulang. Fatimah sudah sampai di perempatan terakhir sebelum sampai ke rumah neneknya dan tiba-tiba..

DOR!

"BEDEBAH! KENAPA KAMU BIARKAN SI BRENGSEK ITU LARI??!!"

"a..ampun tuanku.. s..saya berjanji sa-"

DOR! DOR! DOR!

Tiga buah tembakan itu membuyarkan keheningan gang malam itu. Darah menggenang di sekitar pria malang yang sekarang telah ambruk ke tanah. Fatimah membatu melihat kejadian yang baru saja terjadi tepat di depannya. Pria yang baru saja menembak pria malang itu kini menatap Fatimah dengan tajam, mengelurakan hawa yang menandakan bahwa pria ini tidak memiliki hati nurani seorang manusia.

Fatimah benar-benar tidak dapat menggerakkan kakinya ketika pemuda itu menatap dirinya. Ia sangat ketakutan untuk bergerak menyelamatkan nyawanya.

"jangan bersedih.. sesungguhnya Allah bersamamu."

"NENEK!!!"

Fatimah terbangun dari tidurnya, pakaiannnya basah karena keringetan

"a..alhamdulillah itu hanya mimpi"

Fatimah mengusap wajahnya dan melirik ke jam yang ada di nakasnya dan jam telah menunjukan pukul 04:30 AM menandakan telah masuk waktu shubuh. Fatimah segera mengambil air wudhu dan menjalankan kewajibannya.

Fatimah mengangkat tangannya dan berdoa kepada tuhannya.

***

Dennis duduk di kursi kebesarannya sambil membolak-balik hand gun miliknya.

"hambur-hambur nyawa aja terus kerjaanmu" ucap seorang pemuda memasuki ruangan itu.

"mereka aja yang ngga punya otak" ujar Dennis menodong hand gunnya pada pemuda itu

"hah.. susah ngomong sama elu mah"

"elu tau sendiri lah, Ces" ucap Dennis pada Cessar.

"gue denger.. elu lagi ngarah cewe"

"hm" gumam Dennis mengiyakan perkataan kakaknya itu

"elu tau kan orangnya yang mana?" wajah dennis melukiskan seringai yang bisa membuat setiap orang yang melihatnya ngeri.

"Fatimah kan?"

"hahahah tau aja elu" Dennis bangun dari kursi kebesarannya dan menepuk pundah Cessar dengan akrab

"akan ku ambil dia lagi"

Dennis pergi dari ruangannya.


To be continue...

Call You MineWhere stories live. Discover now