Putih

32 0 0
                                    

Jam tangan Fatimah telah menunjukan pukul 21:00 PM, kini ia hanya duduk menghadap kiblat mengangkat tangannya dan berdoa kepada Tuhan.

"Yaa Allah.. hambamu yang lemah ini memohon perlindungan kepada-Mu, lindungilah hamba beserta keluarga hamba dari segala mara bahaya dan apapun yang dapat mengancam keimanan kami kepada-Mu Yaa Rabbi.."

Setelah selesai berdoa, Fatimah mengemas barang-barangnya dan segera pergi dari rumah neneknya menuju tempat yang tertera di surat itu. Seperti yang biasa Fatimah lakukan, selama kakinya melangkah hatinya tidak pernah berhenti menyebut nama penciptanya. Namun entah mengapa hatinya tetap tidak bisa tenang.

Setelah 40 menit berjalan, sampailah ia di gedung tua tak berpenghuni, di depannya berdiri dua pria berjas dan berkacamata hitam menatap kearah Fatimah.

"Fatimah Khairunnisa Faridhah?" tanya salahsatu pria itu kepada Fatimah.

Walaupun Fatimah takut jikalau terjadi hal yang buruk pada dirinya, namun hal yang paling ia pedulikan adalah keselamatan neneknya. Maka dengan suara yang mantap ia menjawab

"iya, saya Fatimah yang kalian cari. Dimana nenek saya??"

"woa, tenang baby.. nenekmu aman bersama kami."

Dari belakang dua pria itu, berjalan seorang pemuda dengan postur badan tinggi kokoh, berambut hitam pendek, mengenakan pakaian casual serba hitam ke arah Fatimah.

Lagi-lagi mata Fatimah membulat, mulutnya sedikit terbuka tak percaya, terkejut melihat pemuda yang kini telah berdiri tepat di depannya.

Pemuda itu menyeringai mengerikan, seolah-olah ia senang dengan ekspresi yang terlukis di wajah Fatimah.

"kamu tetap saja cantik.. sama seperti terakhir aku bertemu denganmu.."

Pemuda itu mengangkat tangannya hendak mengelus pipi Fatimah. Dengan sigap Fatimah memalingkan mukanya dan mundur dua langkah menjauh dari Dennis.

"apa yang kamu lakukan pada nenekku?" tanya Fatimah kembali mengumpulkan keberaniannya

Dennis tertawa kecil "mengapa kamu selalu saja sangat lucu seperti ini? Selalu sangat tidak sabaran."

"kumohon.. dimana nenekku? Apa dia baik-baik saja?" suara Fatimah bergetar, ia sangat takut hal yang buruk akan terjadi pada neneknya.

"apa karena kain yang melilit di kepalamu itu terlalu tebal hingga menutup telingamu?" tanya Dennis menyindir soal khimar yang dikenakan Fatimah.

"kumohon.." ia mulai menangis, mohon kepada Dennis untuk dapat melihat neneknya lagi seakan-akan ia tidak dapat hidup tanpa neneknya.

Dennis menatap Fatimah dengan penuh ejekan dan senyuman mengerikan itu terlukis di wajah dennisa lagi.

"baiklah, ayo ikut aku."

Fatimah mengangguk dan berjalan mengikuti, sepanjang perjalanan mereka disetiap jarak 3 meter sekali diawasi bodyguard di kanan kiri jalan mereka seolah-seolah pertahanan yang ketat ini sudah tidak dapat ditembus bahkan oleh FBI sekalipun.

Masuklah mereka kedalam sebuah lift, lift itu lumayan besar dan mampu menampung stidaknya 20 orang. Apakah ini lift barang? Fikir Fatimah berdiri di pojokan ruangan kotak itu. Lift ini turun hingga basement bawah tanah gedung tersebut.

Lift itu berhenti dan perlahan terbuka, ruangan yang dicat warna putih terpampang luas di pandangan Fatimah. Dennis berjalan keluar dari lift diikuti Fatimah dan bodyguard yang berjaga.

"sudah tidak sabar?" Dennis mulai membuka pembicaraan sambil ia berjalan memimpin arah.

Fatimah terdiam sejenak, ia hanya memperhatikan punggung pemuda yang berjalan beberapa meter di depannya dengan tatapan penuh pertanyaan dan tanpa sengaja ia berkata.

"apa yang terjadi padamu?" tanya Fatimah dengan suara perlan, tak percaya.

"oh, sekarang kamu peduli?" Dennis memutar tubuhnya dan berhadapan dengan Fatimah.

Seketika Fatimah menundukan kepalanya, ia tak sanggup menatap Dennis. Entah kemana keberanian yang telah terkumpul sebelumnya.

Dennis tersenyum sedikit "coba kamu lihat ke sebelah kananmu"

"eh?"

Fatimah menengok ke kanannya dan ia terkejut melihat neneknya tertidur didalam sebuah ruangan yang dibatasi oleh sebuah jendela. Ia berlari dan mengetuk-ngetuk jendela ruangan itu.

"nenek!!"

Berkali-kali Fatimah memukul jendela itu dan memanggil neneknya namun tetap saja neneknya tidak terbangun dari tidurnya.

"apa yang kau lakukan padanya??!!" Fatimah membentak Dennis, matanya sudah tak sanggup menahan air mata yang selama ini ia tahan selama perjalanan menuju ruangan itu.

"tidak ada, aku hanya memberikan obat tidur kepadanya." Dennis mengangkat pundaknya dan memberikan ekspresi tanpa dosanya itu.

Entah apa yang dirasakan Fatimah, di satu sisi ia merasa senang bahwa neneknya masih hidup. Namun di sisi lainnya mengapa Dennis tega melakukan ini pada neneknya dan juga dirinya.

"apa yang kamu mau?" tanya Fatimah lemah

"kamu tau yang aku mau Fatimah.." ucap Dennis menegaskan suaranya, rasanya ruangan itu menggema dengan apa yang baru saja diucapkannya.

Fatimah terdiam lagi, ia berusaha mengingat apa yang selama ini Dennis inginkan. Fatimah benar-benar clueless.

Di tengah-tengah sesi berfikir Fatimah, Dennis berkata lagi

"kuingin kau menjadi budakku."


to be continue...

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 14, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Call You MineWhere stories live. Discover now