Tak terasa, satu tahun sudah saya dan Anna melewati masa sekolah menengah atas. Banyak kebahagiaan yang menyelimuti. Banyak tawa yang menggema. Bahkan, air mata saja rasanya enggan turu—karena malu terkalahkan oleh banyaknya tawa. Indah sekali bukan, masa satu tahun SMA kita Anna?
Di tahun ajaran baru ini, ada rasa sedih sedikit. Karena, sudah tidak sekelas lagi dengan Anna. Tapi, tenang saja. Tidak sekelas bukan berarti tidak bersahabat. Kita akan tetap sama. Kita akan tetap berangkat dan pulang bersama. Kita akan tetap sering mengunjungi Taman Istimewa. Masih ingat kan, tentang Taman Istimewa?
Tapi, saya tidak tau apakah Anna merasakan hal yang sama. Selama satu tahun ini, Anna sudah lumayan dapat banyak teman. Dan mulai terkenal. Awalnya, ada sedikit rasa khawatir. Takut Anna meninggalkan saya. Tapi nyatanya, tidak. Kita tetap melakukan hal menyenangkan bersama.
Hari - hari kami lewati dengan bersama. Menikmati status menjadi siswa kelas dua. Menikmati status menjadi kakak kelas ditengah. Menikmati hal - hal yang baru saja kami dapati.
Pagi ini saya menjemput Anna, seperti biasanya. Menuju ke sekolah. Dari gelagat nya, seperti ada yang Ingin Anna sampaikan. Tapi saya hanya diam. Mungkin belum saatnya Anna cerita.
Sampailah kami di sekolah. Benar - benar tak ada kata yang keluar dari mulut Anna. Ada apa sebenarnya?
Saya memberanikan diri untuk memulai percakapan."Kamu kenapa, Na?" tanya saya.
"Tidak," jawabnya singkat.
"Nanti pulang, tunggu saya ya," ucap saya yang dibalas dengan anggukan tanpa kata. Anna pun langsung masuk ke dalam kelasnya. Semakin bertanya - tanya saya. Apa ada yang salah?Bel istirahat berbunyi.
Anna tidak keluar kelasnya sama sekali. Apa dia sakit? Saya langsung segera ke kelasnya. Takut terjadi apa - apa. Sesampainya di kelas. Saya melihat Anna sedang membaca buku. Serius sekali kelihatannya.
"Anna," panggil saya.
"Apa?" jawabnya.
"Tidak makan?"
"Tidak," lagi - lagi jawabannya singkat."Kenapa?"
"Tidak lapar," jawabnya.
"Yaudah, ini saya punya makanan ringan, rasa cokelat. Kesukaan mu. Nanti di makan,ya," ucap saya sambil menyodorkan makanan itu.
Dia hanya mengangguk lalu kembali fokus ke buku nya.Saya pun keluar dari kelasnya sambil memikirkan pertanyaan yang sedang memuncak di pikiran saya.
Bel pulang berbunyi.
Saya langsung segera menuju kelas Anna. Saya melihat Anna sedang merapihkan buku - buku nya. Saya membantunya.
"Sini, biar saya bantu," ucap saya sembari memasukan buku ke tas.
"Rif, kita ke Taman Istimewa dulu ya," ajaknya.
"Iya, boleh."Kami pun mengambil motor dan keluar dari lingkungan sekolah menuju ke Taman Istimewa. Sampailah kami di Taman Istimewa.
"Anna, ada apa?" tanya saya. Anna hanya terdiam.
"Cerita saja, kalau kamu terus begini, saya khawatir," ucapkan lembut.
"Rif, aku bingung," ucapnya.
"Bingung kenapa?"
"Ada yang mendekati ku," ucapnya sambil menatap saya.
"Lalu? Kenapa harus bingung?"
"Dia mengajakku untuk berangkat sekolah bersama."Saya hanya terdiam.
"Aku takut," ucapnya lirih.
"Takut apa?"
"Takut kamu marah," ucapnya sambil menunduk.
"Siapa yang mendekati mu?" tanya saya.
"Rian, kakak kelas kita," jawabnya.
"Oh, sudah berapa lama?"
"Sudah satu minggu," jawabnya. Saya hanya mengangguk."Kamu marah, ya?" tanya nya.
"Kamu bahagia, dekat dengan dia?" tanya saya . Dia mengangguk.
"Kenapa saya harus, marah kalo kamu bahagia? Saya justru ikut bahagia," ucap saya sambil tersenyum."Kamu setuju, aku dekat dengan Rian?" tanya nya.
"Kalo kamu bahagia, kenapa tidak?"Anna tersenyum lebar. Aku pun membalas senyum nya.
"Mulai besok, kamu berangkat sekolahnya dengan dia, ya."
"Kamu tidak apa?" tanya nya saya hanya mengangguk sambil tersenyum.Kami pun pulang, setelah berbincang di taman istimewa. Tidak ada satu kata pun yang saya keluarkan selama perjalanan. Sakit rasanya. Mendengar Anna bahagia dengan laki - laki pilihan nya.
Maaf, Anna. Saya berbohong. Saya tidak bahagia melihat kamu bersama dia. Tanpa sadar, mata saya berkaca - kaca.
Saya melihat senyum Anna setelah dia menyatakan itu semua dan saya menerima nya. Senyuman bahagia, dan lega. Setelah perjalanan yang kami tempuh, sampailah di rumah Anna.
"Ini helm nya," ucapnya sembari menyodorkan helm setelah turun dari motor saya.
"Tidak apa, simpan saja, takut kamu butuh nantinya."Kita berdua saling terdiam. Menatap. Lidah saya seperti kaku. Begitupun mata saya, tidak bisa terkedip. Menatap Anna.
"Arif,"
"Iya?" ucap saya terkejut.
"Kamu nangis?" tanya nya.
"Ah, tidak. Terharu saya, melihat kamu sesenang ini karena cinta," ucap saya sambil tersenyum.
Anna memelukku. Aku memeluk Anna kembali dengan erat."Terimakasih, ya Rif. Sudah jadi sahabat yang amat baik," ucapnya di telingaku.
"Sama - sama," balas saya sambil melepas pelukan Anna.
" Tidak etis rasanya kalo di lihat orang lain kita seperti ini." ucap ku."Aku pulang ya, Na," ucap saya.
"Iya hati - hati," ucap Anna disertai senyuman nya.Hari saya hancur rasanya. Walaupun mereka belum memiliki status apa - apa. Tapi, pasti sikap Anna akan berubah. Waktu kita bersama akan terbatas. Tidak siap menerima itu semua.
Maafkan saya, motor. Mulai besok, kamu akan kesepian. Kamu hanya akan berdua dengan saya. Tidak ada lagi suara perempuan yang tidak ada hentinya. Akan naik motor apa besok dia dan Anna? Apakah akan naik motor sekeren motor saya ini? Pasti tidak. Kau tidak ada duanya. Kau motor ter-keren. Ter-indah. Tenang saja.
Apa yang akan mereka bicarakan,besok? Apakah Anna akan membawa dia ke Taman Istimewa milik kita? Kalo iya, maaf Anna saya akan marah. Itu milik saya dan kamu. Bukan milik kamu dan dia. Jangan sekali-kali mengajak dia ke tempat kita, ya, Anna.
Kenapa pikiran saya begini, sekarang? Seperti tidak waras. Bicara dengan motor dan bergelut dengan pikiran yang belum tentu kejadian. Harusnya saya sudah menyiapkan ini semua. Menyiapkan tempat untuk rasa sakit dan amarah. Tapi untuk,Anna; saya tidak bisa.
Anna. Satu minggu lamanya sudah kamu dekat dengan dia. Tanpa saya tau. Kecewa rasanya, tapi saya bisa apa. Saya hanya bisa menampilkan senyum palsu dan harus menerima.
Setelah bergelut dengan pikiran di sepanjang jalan. Sampailah saya dirumah. Memberikan senyum seadanya kepada seisi rumah. Langsung menuju ke kamar. Duduk di bangku belajar. Lalu, mengambil kotak rahasia yang tersimpan di bawah tumpukan pakaian.
Isi kotak itu adalah kumpulan foto Anna. Yang telah lama saya simpan, tanpa sepengetahuan yang punya. Dan, tulisan karangan Anna. Puisi yang dia buat untuk menggambarkan rasa pertamanya di sekolah dasar.
Saya pandangi foto itu satu per satu. Sambil tertawa kecil. Sekaligus, rasa tidak menyangka kita telah ada di titik masa remaja. Kita selalu membayangkan 'seperti apa masa remaja kita nanti'. Indah Anna, masa remaja kita. Tertawa bersama sampai punya Taman Istimewa. Tapi sekarang, kamu tertawa bersama dia bukan bersama saya. Ah sudahlah.
Untuk pertama kalinya, saya tidak bersemangat menyambut hari esok. Dan hari ini, menjadi hari patah hati pertama untuk saya.
——————————————————
Selamat Membaca.
Semoga senang dan terasa.
Dipersilakan jika ada kritik dan saran. Apresiasi jika kalian mau.
Dan, terimakasih atas apresiasi yang di berikan.-tulisanisa
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk rasa; yang entah kapan menemukan ujungnya.
Teen FictionSynopsis : -Ini kisah dua orang sahabat. Mungkin kalian akan beranggapan ini sama dengan kisah persahabatan cinta yang lainnya. Tapi, saya pastikan ini berbeda- Arif dan Anna adalah sahabat lama. Dari mereka umur 5 tahun sampai mereka dewasa. Mereka...