#23 - Antara Bogor dan Bandung

326 62 1
                                    

Ruang redaksi hari itu cukup lenggang. Mungkin karena tim redaksi belum sibuk-sibuknya. Ayudia dan Erwin sedang tidak berada di sana. Hanya ada Dalia, Rosé dan Keanu yang sibuk bermain ponsel di sofa.

"Nu, lo ke sini cuma numpang tidur doang ya?"

"Gue nggak bakal ganggu kalian kok tenang aja, ngobrol deh, anggep aja gue invisible," jawab Keanu enteng.

Dalia berdecak, "Makin lama makin ngeselin tuh anak. Untung aja ganteng," cibir Dalia yang hanya dibalas kekehan oleh Rosé.

"Jadi?"

Suasana berubah serius entah karena apa. Rosé mendadak ikut tegang.

"Jadi gini, maaf sebelumnya. Tapi besok tolong ikut Chandra tanding di kejurnas ya. Please, Rosie. Gue nggak tahu mau minta tolong ke siapa lagi. Tadinya emang gue tapi mendadak nenek gue meninggal tadi pagi," jelas Dalia dengan pandangan memohon membuat Rosé tiba-tiba merasa tidak enak hati.

"Aku turut berduka ya, Li," balas Rosé.

Dalia mengangguk, "Lo bisa, kan?"

Rosé bergumam, menimbang-nimbang permintaan itu karena memang besok Rosé juga sudah memiliki rencana untuk pergi ke makam orang tuanya di bandung. Di lain sisi. Rosé juga merasa tidak enak hati untuk menolak.

"Ayudia?"

"Anak itu nggak mau absen lagi katanya nilai dia udah jeblok jadi nggak bisa absen pelajaran terus. Ya gitu deh. Jadi nggak bisa."

Keanu menurunkan ponsel ketika merasa ada seseorang yang memperhatikannya.

"Sorry, Sé. Keluarga besar gue besok pada ke rumah. Gue dilarang pergi sama nyokap. Sebenernya sih gue mau aja tapi mau gimana lagi. Nyokap gue galak," jelas Keanu.

Rosé menghela napas panjang. Ia bimbang. Sungguh. Keperluannya mungkin saja tidak mendesak tapi bukan berarti tidak penting. Rosé sudah mendapat izin dari ayah dan akan sulit untuk mendapat izin dilain waktu.

"Rosie, tolongin gue ya? Kejurnasnya Chandra itu penting banget. Kalau Chandra bisa dapet medali itu artinya berita besar."

"Doni?"

Dalia membuang pandangan setelah mendengar nama itu.

"Kayak nggak tahu aja sih, Sé. Dalia mah gengsi minta tolong ke Doni. Baikan sih baikan. Tapi gengsi jalan terus," timbrung Keanu.

Mata Dalia menatap tajam, "Pedes bener tuh mulut!"

"Ampun nyai." Keanu menutupi wajahnya dengan bantal sofa dan dibalas kekehan oleh Rosé.

"Bisa 'kan, Sé?"

"Huh?"

Melihat Dalia yang sudah memasang wajah memelas membuat Rosé kian dirundung tidak enak hati.

"Bogor ya?"

Dalia mengangguk antusias.

"Ya udah deh boleh."

"Serius?"

Rosé menjawabnya dengan anggukan kepala membuat Dalia langsung memeluk Rosé saking leganya.

"Makasih, Rosie. Makasih."

***

"Lo mau nonton pertandingan apa mau kemping sih?"

Chandra keheranan melihat tas besar yang digendong Rosé padahal rombongan sekolah yang ikut dengan laki-laki itu ke bogor akan langsung pulang setelah pertandingan berakhir dan rasanya cukup berlebihan jika Rosé membawa barang bawaan sebanyak itu.

Panah Rasa (BangRosé) | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang