"Luda!"
Gadis berambut kecoklatan berlari kearah pintu masuk kelas menghampiri gadis yang baru saja tiba di kelas.
"Apa lagi?" Tanya gadis yang bernama Luda itu.
Sebelum menjawab, Lisa memeluk gadis yang tingginya lebih pendek darinya. Luda bingung akan apa yang sedang dipikirkan gadis itu. Lisa melepas pelukannya lalu menatap Luda seraya cengar-cengir.
"Wae? Apa kepalamu habis terbentur sesuatu sehingga kau tersenyum seperti orang gila?" Tanya Luda waspada.
"Apa kau telah menyelesaikan tugas matematikamu?"
"Sudah."
"Ajari aku ya." Ucapnya dengan nada manjanya.
Luda tersenyum tipis.
"Tentu saja."
Dengan semangat, Lisa berjalan ke tempat duduknya di ikuti oleh Luda dari belakang. Sambil bersenandung Lisa membuka lembaran buku matematikanya yang sudah diam di meja secara brutal.
"Nah." Pekiknya seusai menemukan halaman terakhir tempat tugas matematika itu berada. "Yang ini aku harus bagaimana? Hanya nomor ini saja yang tak dapat kuselesikan." Lanjutnya seraya menunjuk kesalah satu soal.
Luda mendekatkan wajahnya pada buku tersebut lalu melihatnya secara seksama. Setelah menatapnya beberapa detik saja, ia sudah menganggukkan kepalanya. Luda pun mengambil pensil yang tergeletak di sisi meja Lisa.
"Jadi begini..." Gadis berkebangsaan Thailand itu memusatkan telinga, mata, dan otak pada penjelasan lisan dan tertulis dari sahabatnya itu.
"Oh... jadi begitu." Ucap Lisa di ikuti dengan anggukan kepala Luda. "Ok, aku mengerti." Lisa pun duduk pada bangkunya lalu mulai mengerjakannya dengan serius.
"CHOI SOO BIN!!!"
Teriakan yang terdengar sangat jelas sehingga kelas beserta penghuninya tersentak kaget termasuk Luda. Tak lama, muncul sosok yang di teriaki namanya itu sedang berlari pada sisi lain meja guru. Soo Bin diam sesaat untuk mengatur nafas karena selama perjalanan ia sudah bermain kejar-kejaran dengan Soo Bi.
"Sepertinya dia pingsan di jalan." Gumamnya seraya terus melihat pada pintu masuk kelas.
Akhirnya, sosok yang tak di inginkan oleh Soo Bin pun muncul. Gadis itu sama sekali tak terlihat lelah walau pun sudah muncul titik-titik air keringat di pelipisnya.
"Aish... baru saja kupikirkan kau pingsan di tengah jalan. Ternyata malah muncul disini." Ucap Soo Bin malas.
"Sejak kapan aku memiliki daya tahan tubuh yang lemah seperti itu?" Ucap Soo Bi ketus.
"Soo Bi, duduklah ke tempatmu. Apa kau tak lelah?"
"Aku akan duduk jika aku sudah memberi pelajaran padamu."
Soo Bi pun berjalan menghampiri Soo Bin berada. Tanpa berpikir panjang, Soo Bin menaiki meja guru lalu melanjutkannya dengan berjalan di atas meja teman-teman sekelasnya lalu turun tepat di belakang Luda untuk berlindung.
"Luda, sepertinya sahabatmu mulai gila. Harus diganti itu otaknya."
"Apa kau bilang?!" Amuk Soo Bi yang sudah berhadapan dengan Luda yang terlihat bingung.
"Kau gila! Wae?"
Kemudian Soo Bin menariki tubuh Luda untuk menghindari serangan Soo Bi yang brutal itu. Saking kesalnya, gadis itu pun menarik salah satu lengan Soo Bin lalu menahannya agar tak lepas.
"Soo Bi, aku sudah menangkapnya!"
"Hei apa-ap--Aw!"
Tiba-tiba kedua tangan Soo Bi dengan penuh amarah telah menggenggam erat kedua telinga Soo Bin lalu menarik-nariknya depan belakang dengan kecepatan penuh.
"YAKKK!!! BISA-BISA TELINGAKU LEPAS!!!" Jerit Soo Bin seraya memegangi telinganya yang masih dalam posisi penikmat amarah dari saudaranya.
"Ini salahmu karena telah mencari masalah denganku!" Ucap Soo Bi dengan nada suaranya yang meninggi.
Kedua sahabat Soo Bi, Lisa dan Luda hanya bisa tertawa ngakak saat melihat kedua Choi bersaudara ini bergelut ria. Hampir setiap hari kedua anak itu selalu melakukan ritual yang tak pernah mereka lewatkan. Selalu kejar-kejaran dan bertengkar. Keduanya terkenal sebagai Tom and Jerry di sekolah karena sikap mereka. Seisi kelas hanya tersenyum melihat ritual yang sakral itu.
Hingga akhirnya masa neraka yang di alami oleh Soo Bin pun sirnah karena kemunculan pria bertubuh mungil yang merupakan sahabatnya muncul di mulut pintu kelas.
"JIHOONNNN!!!" Teriak Soo Bin tiba-tiba sehingga Soo Bi dengan spontan melepas genggamannya.
Soo Bi pun berbalik melihat ke arah pintu masuk kelas. Mata Soo Bi terbelalak melihat sosok Jihoon yang ada di sana.
Lee Jihoon? Tumben sekali datang jam segini?
Dengan sigap Soo Bin berlari ke arah Jihoon yang terlihat terkejut atas teriakan Soo Bin. Pria yang lebih tinggi darinya pun bersembunyi ke belakang punggung Jihoon.
"Apa-apaan kau?" Ucap Jihoon yang melirik heran pada sahabatnya.
"Lihat telingaku ini! Merah pasti." Ucap Soo Bin seraya menunjukkan salah satu telinganya yang berwarna merah pada Jihoon. "Besok pasti akan menjadi tebal."
"Kenapa bisa seperti itu?"
Dengan polos, Soo Bin menunjuk ke arah Soo Bi berdiri dengan tatapan maut plus mempoutkan bibirnya yang tipis. Jihoon menatap yang ada di ujung telunjuk Soo Bin dengan heran lalu menatap kembali ke arah Soo Bin.
"Bukannya sudah biasa kalian seperti ini?"
"Hei, bukannya membelaku kenapa malah bertanya?"
Jihoon hanya menghela nafas berat lalu melangkah menuju bangkunya yang paling belakang nan pojok meninggalkan Soo Bin yang membatu karena tak mendapat respon dari Jihoon.
"Kenapa dingin sekali?" Cibir Soo Bin lalu duduk ke bangkunya yang ada di dekatnya.
Soo Bi yang dari tadi hanya membeku pun akhirnya kembali lega. Gadis itu pun menoleh ke arah kedua sahabatnya yang tersenyum penuh arti kepadanya. Dengan lemas Soo Bi bersandar di dekat meja yang ada di dekatnya.
"Untung Jihoon tidak meladeni Soo Bin." Bisik Luda yang di susul dengan anggukan mantap dari Lisa.
"Kau tahu?" Ucap Soo Bi pada kedua sahabatnya.
"Apa?" Ucap keduanya.
"Sekarang aku benar-benar deg-degan."
Keduanya pun menghela nafas. "Ya tentu saja, hanya dengan melihat orangnya saja kau sudah seperti itu." Ucap Lisa.
"Apalagi saat Jihoon tersenyum, pasti Soo Bi harus mengatur nafasnya agar tak sesak." Susul Luda.
"Lagian, dia imut sih..." Ucap Soo Bi lemas sekaligus mempoutkan bibirnya.
"Iya juga ya. Dia kan terkenal imut dan keahliannya dalam musik."
"Shhttt, jangan membicarakannya di belakang. Nanti dia bisa bersin-bersin."
Ketiga gadis itu pun diam lalu secara bersamaan mereka menatap ke arah Jihoon berada yang sedang memainkan handphone-nya seraya mendengarkan musik melalui earphone merahnya. Tak lama kemudian, keajaiban terjadi. Jihoon benar-benar bersin.
"HACHINGGG!!! Aish, siapa yang membicarakanku?" Gerutunya seraya memencet Hidungnya yang mancung.
Dengan sigap ketiga gadis itu kembali ke tempatnya masing-masing seraya mengeluarkan buku yang akan mereka gunakan nanti. Tiba-tiba saja, bibir Soo Bi tersenyum tipis saat sedang mengaduk-aduk tas ranselnya yang berwarna hitam polos itu.
YOU ARE READING
MY Nightmare
RomanceMungkin jika dipersingkat, mimpi buruk selalu di hubungkan dengan hal-hal mistis. Tapi tidak dengan Choi Soo Bi yang tak tahu takut dengan namanya hantu atau hal yang berbau mistis. Justru menurutnya hal yang paling ia takuti adalah bermimpi tentang...